PEJABAT PEMKOT BERPOTENSI TERSANGKA

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 06 Agu 2019 00:30 WIB

PEJABAT PEMKOT BERPOTENSI TERSANGKA

Kajian Akademisi dan Praktisi Hukum di Surabaya, Kejaksaan Diminta tak Hanya Tersangkakan Pihak Swasta dan 2 Anggota DPRD. Sebab, Program Hibah Jasmas Berasal dari Pemkot Surabaya. Proposal Diseleksi Bappeko dan Ditindaklajuti oleh SKPD Leading Sector Hermi Miftahul Ilmi, Tim Wartawan Surabaya Pagi **foto** Belum adanya pejabat Pemkot Surabaya yang terjerat hukum dalam perkara dugaan korupsi dana hibah Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) Pemkot Surabaya Tahun Anggaran 2016, mulai dikritisi kalangan akademisi dan praktisi hukum. Padahal, kebijakan dana hibah itu berasal dari lembaga pemerintahan kota yang dinakhodai Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Ini dikuatkan dengan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemkot Surabaya Tahun 2016, bahwa mekanisme perencanaan, pelaksanaan penyaluran dan pelaporan hibah kepada masyarakat tidak sesuai aturan. Karena itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya diminta tidak hanya menersangkakan dua anggota DPRD Kota Surabaya, yakni Dharmawan alias Aden dan Sugito dalam pengusutan kasus jasmas jilid II ini. Sedang jasmas jilid I, pengusaha Agus Setiawan Jong telah divonis 6 tahun penjara. Demikian diungkapkan Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) Prof. Dr. H. Eko Sugitario, S.H., C.N., M.Hum; Pakar hukum pidana Universitas Airlangg (Unair) Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana; dan Advokat senior Sudiman Sidabukke. Ketiganya dihubungi terpisah oleh Surabaya Pagi, Senin (5/8/2019). Menurut Prof Eko, pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak hanya patut diduga terlibat dalam kasus Jasmas yang menyeret Agus Setiawan Jong dan anggota DPRD Kota Surabaya. Bahkan, aktor intelektualnya bisa saja dari unsur pejabat Pemkot ini. Namun penyidik Pidsus Kejari Tanjung Perak, tentunya harus menemukan bukti-bukti kuat. Bukan hanya terlibat, saya mengatakan mestinya dugaan mengarah aktor intelektual. Iya toh, tapi alasannya yang membuat proposal bukan Bapeko. Agus Setiawan Jong menurut saya lebih salah lagi, tegas Prof Eko kepada Surabaya Pagi saat ditanya mengenai rekomendasi BPK terhadap Walikota terkait penyaluran dana hibah tahun anggaran 2016 yang totalnya mencapai Rp 216,775 miliar. Berdasarkan audit BPK terungkap, seluruh usulan atau proposal hibah yang masuk, Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (Bappeko) menyeleksi proposal sesuai dengan kriteria dan penggunaannya termasuk riwayat calon penerima hibah apakah pernah menerima hibah dalam beberapa tahun terakhir. Hasil seleksi dari Bappeko selanjutnya disampaikan kepada SKPD leading sector sesuai dengan bidang masing-masing untuk diproses lebih lanjut. Lebih lanjut, Prof. Eko menilai pihak yaang pertama kali melahirkan Jasmas adalah eksekutif (Pemkot Surabaya). Dengan demikian apabila timbul kerugian keuangan negara, menurut Prof Eko, yang mengetahui persis adalah eksekutif. Sebab, yang punya program hibah jasmas ini Pemkot Surabaya. Setelah diperiksa oleh BPK peringatannya, kenapa eksekutif yang dapat peringatan dari BPK itu tidak ada tindakan. Minimal diserahkan Inspektorat untuk diusut. Tahu tahu anggota DPRD kena (diperiksa dan dijadikan tersangka, red) bersama Agung Setiawan Jong, ungkap mantan Dekan Fakultas Hukum Ubaya ini. Prof. Eko kembali menjelaskan bahwa dana hibah itu jelas programnya Pemkot Surabaya, yang diberikan kepada masyarakat. Sedang pihak yang mengetahui keadaan masyarakat itu adalah anggota DPRD. Yang mengerti keadaan masyarakat itu adalah calon-calon yang ada di dapil (daerah pemilihan) itu. Giliran Pak RT dan RW, ada salesmannya Agus Jong yang inisialnya D. Dia ini mendekati teman-teman tenaga fraksi DPRD, timbul sengketa antara salesman Agus (inisial D) dengan Agus Jong, dipecat oleh Agus kita tidak tahu. Sehingga yang turun tangan Agus langsung, papar dia. Sedang aturan dana hibah, lanjut Prof. Eko, diatur dalam undang-undang tentang hibah untuk masyarakat. Sehingga hibah itu program dari eksekutif, dalam hal ini Pemkot Surabaya. Semua peraturan itu dari Undang-Undang tadi di-breakdown sehingga itu proyeknya Pemkot. Sorry saya lupa Perdanya, tegasnya. Prof. Eko berharap harus ada ketegasan bagaimana pembagian uang jasmas atau uang hibah itu. Karena nyatanya anggota DPRD ini tidak menerima uang untuk dibagikan, tetapi RT RW menerima barang dari supplier Agus Jong. Sehingga keterlibatannya anggota DPRD itu di mana, yang katanya menerima bagian dari Agus Jong itu yang harus dibuktikan temanteman anggota DPRD. Sebab pengertian korupsi itu merugikan perorangan atau orang lain atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, ini perlu bukti, tandas Prof Eko. Aliran Dana Hal senada diungkapkan pakar hukum Unair I Wayan Titip. Ia mengatakan, uang Jasmas 2016 ini mengalir ke banyak orang. Namun, hingga kini belum jelas, kemana saja aliran dana itu. Sekarang memang sudah masuk pengadilan. Tapi saya kira masih banyak yang terlibat. Aliran dana itu kaya air. Mengalirnya kemana saja? Itu bisa digali dari para tersangka. Uang ini dibagikan ke siapa saja?, ujar Wayan. Dia pun berharap kasus korupsi Jasmas 2016 tidak berhenti sampai di sini, Agus Setiawan Jong dan dua anggota DPRD Surabaya. Menurut Wayan, Kejari harus berani membuka dengan jelas aliran dananya. Termasuk kemungkinan mengalir ke kantung oknum pejabat Pemkot Surabaya. Harus ditelusuri lagi. Saya yakin masih banyak. Jangan ditutupi, ini uang rakyat. Jumlahnya tidak sedikit. Dari pihak eksekutif juga harus diperiksa. Ada nggak bagi bagi di sana? Masak, nggak ada bagi bagi ke atasan, katanya. Dua Alat Bukti Advokat senior Sudiman Sidabukke juga angkat bicara mengenai kasus korupsi Jasmas Pemkot Surabaya. Menurutnya, bisa saja akan ada tersangka baru dalam kasus yang merugikan negara Rp 5 miliar itu. Syaratnya, penyidik bisa menemukan minimal dua alat bukti. Ia mengatakan pejabat Pemkot yang telah diperiksa oleh penyidik sebagai saksi, bisa menjadi tersangka apabila ada dua alat bukti melakukan perbuatan melawan hukum. Tahap pemeriksaan mereka diperiksa guna diminta keterangan yang statusnya sebagai saksi. Seorang saksi bisa menjadi tersangka mana kala ada dua alat bukti berkaitan dengan turut serta melakukan perbuatan melawan hukum pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor, kata Sudiman yang kerap menangani perkara korupsi ini. Ia mencontohkan Darmawan dan Sugito yang sebelumnya menjadi saksi kasus Jasmas terhadap terpidana Agus Setiawan Jong. Namun kemudian dua anggota DPRD itu pun menjadi tersangka. Nah itu ada kemungkinan waktu diminta keterangan belum ada alat bukti. Kemudian ada alat bukti tentu bisa. Alat bukti itu tentu penyidik punya pandangan tersendiri dia mengatakan dua alat bukti tapi mungkin juga Darmawan mengatakan itu bukan alat bukti. Berbeda pendapat itu diuji di pengadilan, papar Sudiman. Namun, sebaliknya apabila tidak ditemukan dua alat bukti, lanjut Sudiman, pejabat Pemkot yang menjadi saksi tidak boleh dijadikan tersangka. Apabila dijadikan tersangka tanpa dua alat bukti itu, mereka bisa mengajukan gugatan praperadilan. Ia menambahkan dana Hibah Jasmas itu dicairkan olehpPejabat Pemkot Surabaya, sedang anggarannya diberikan kepada RT/RW atau pihak yang mengajukan proposal. Artinya Pemkot inilah yang bisa mengabulkan, bisa merivisi atau membatalkan atau menolak. Adakah dari hasil keuntungan memberikan janji-janji atau tidak ke pemkot supaya cair duitnya. Itu harus dibuktikan, tegasnya. Konfirmasi ke Pemkot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur telah memberikan rekomendasi kepada Walikota Surabaya agar memperingatkan Bappeko dan sejumlah SKPD, terkait dana hibah Jasmas 2016. Karena, disinyalir terjadi penyelewengan terhadap alokasi dana tersebut. Untuk mengetahui apakah Walikota sudah menindaklanjuti rekomendasi itu, Surabaya Pagi mencoba meminta konfirmasi kepada Kabag Humas Pemkot Surabaya Mohammad Fikser. Minggu (4/8) lalu Surabaya Pagi menelepon Fikser lewat telepon seluler, namun tidak terhubung. Surabaya Pagi kemudian meminta konfirmasi via chat WhatsApp, juga tidak ada tanggapan. Karena belum mendapatkan jawaban, maka Senin (5/8)kemarin, Surabaya Pagi mendatangi Kantor Humas Pemkot Surabaya untuk menemui Fikser. Sayang, yang bersangkutan tidak bisa ditemui, karena sedang di luar kota. Selain itu, Surabaya Pagi juga mencoba mengkonfirmasi Kepala Disdukcapil Surabaya Agus Sonhaji yang merupakan mantan Kepala Bappeko Surabaya. Namun, dirinya juga belum dapat diwawancarai. Senin (5/8) kemarin, Surabaya Pagi mendatangi Kantor Disdukcapil dan ditemui oleh staf kantor. Kemudian, Surabaya Pagi mengisi daftar tamu dan diminta untuk menunggu. Namun, setelah menunggu beberapa saat, staf tersebut mengkonfirmasi bahwa Agus Sonhaji tidak di kantor. Saya barusan cek ke dalam. Ke ruangan beliau. Ternyata beliau tidak ada, mas, kata staf Disdukcapil yang enggan disebut namanya. Surabaya Pagi pun mencoba mengkonfirmasi lewat telepon. Namun, tidak diangkat. Surabaya pagi juga meminta wawancara lewat chat WhatsApp, juga tidak ada tanggapan. Berkas Dikebut Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak terus melengkapi berkas kasus dugaan korupsi dana Jasmas Pemkot Surabaya dengan tersangka dua anggota DPRD Surabaya, yakni Dharmawan alias Aden (Wakil Ketua DPRD dari Partai Gerindra) dan Sugito (anggota DPRD dari Partai Hanura). Karena itu, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Tanjung Perak akan memeriksa lagi saksi-saksi lain dari anggota DPRD lainnya maupun Pemkot Surabaya Kami fokus pemberkasan kedua tersangka yang sudah kami tahan karena mengantisipasi masa tahanan yang habis, kata Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak Dimaz Atmadi, kemarin. Menurutnya, keterangan saksi dibutuhkan untuk pemberkasan kedua tersangka kasus korupsi pengadaan barang dan jasa program jaring aspirasi Masyarakat (Jasmas) Pemkot Surabaya 2016 lalu dengan total kerugian hingga Rp 5 miliar. Rencananya, penyidik juga bakal memanggil empat anggota DPRD Surabaya lainnya untuk dimintai keterangan terkait kasus yang sudah menyeret Agus Setiawan Jong ke persidangan dan telah divonis 6 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (31/7/2019) lalu. Sebelumnya, enam anggota DPRD Surabaya sudah diperiksa dan dua di antaranya ditetapkan seabgai tersangka, Sugito dan Dharmawan. Kejari juga telah memeriksa beberapa pejabat Pemkot Surabaya. Diantaranya, Agus Imam Sonhaji yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bappeko Surabaya. Saat itu, Agus Sonhaji berperan menyeleksi proposal pengajuan hibah jasmas yang kemudian didistribusikan ke SKPD terkait. Namun saat kasus ini ramai pada April 2018 lalu, Agus Sonhaji dimutasi ke Dinas Kominfo yang kemudin digeser menjadi Kepal Dispenduk Capil hingga sekarang ini. Perlu diketahui, kasus korupsi dana hibah Jasmas Pemkot Surabaya 2016 ini terus bergulir sejak Kejari Tanjung Perak menahan Agus Setiawan Tjong. Tersangka diduga melakukan mark up pengadaan barang dan jasa untuk 230 Rukun Tetangga (RT) di Surabaya. Tersangka mengoordinir proposal pengadaan tenda, kursi, dan sound system dari semua RT itu kemudian mengajukannya ke anggota dewan. Anggota DPRD memasukkan pengadaan barang dan jasa itu ke program dana hibah Jasmas 2016. Oleh tersangka, harga-harga barang itu diduga di-mark up hingga Rp5 miliar

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU