Home / Surabaya : Proyek MRT Ditarik Pusat, Dishub Jatim Siapkan Kon

Pemprov Sentil Risma

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 26 Feb 2019 08:31 WIB

Pemprov Sentil Risma

Riko Abdiono - Alqomar, Wartawan Surabaya Pagi. Keputusan pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengambil alih pembangunan Mass Rapid Transportation (MRT), terus dikaji pendalamannya oleh Pemprov Jatim. Apalagi pembangunan MRT gagal diwujudkan Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Nantinya, MRT yang dikaji Pemprov ini memiliki konsep berbeda dengan MRT ala Tri Rismaharini yang berangan-angan sejak menjadi Kepala Bappeko. ------ Melalui Dinas Perhubungan, Pemprov menyatakan mendukung 1000% langkah pemerintah pusat itu. Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur Fattah Jasin mengatakan, siap mensupport pengembangan transportasi massal di wilayah Regional Surabaya serta Provinsi Jawa Timur pada umumnya. 1000 persen Dishub Jatim mendukung terbangunnya MRT di Jatim, tegas Fattah Jasin, Senin (25/2/2019). Dijelaskannya, pembangunan MRT memang sudah sesuai dengan kajian yang pernah direncanakan oleh Pemprov Jatim sejak beberapa tahun yang lalu. Dan terbukti MRT sudah sangat dibutuhkan untuk mengatasi kepadatang transportasi saat ini. Konsep MRT itu sudah pernah kita susun bersama studi dari SNCF Prancis, ungkap mantan Kepala Bappeda Jatim ini. Menurut Fattah, konsep Surabaya Greater sampai saat ini belum ada konsep transportasi massal dengan kereta yang beroperasi. Harapan kami, MRT itu segera terwujud, sahutnya. Sedangkan, di mana saja wilayah di Jawa Timur yang mendesak dibangun jalur MRT? Fattah Jasin mengaku sudah memiliki sejumlah kajian titik-titik yang membutuhkan MRT dan antisipasi lonjakan kemacetan di kemudian hari. Diantaranya adalah titik di wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Sebagai kawasan dengan denyut nadi atau pusat ekonomi Jawa Timur dengan pergerakan manusia mencapai hampir 10 juta orang. Untuk titik-titik yang sudah padat itu di gerbangkertasusila plus yaitu Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto dan Bangkalan, terangnya. Secara tidak langsung konsep pembangunan MRT ini menyentil Tri Rismaharini. Tak hanya gagal mewujudkan Trem maupun Monorel di Surabaya, konsep MRT yang dirancang Walikota saat itu juga dinilai tak mampu memecahkan persoalan kemacetan di Surabaya. Seperti Trem, yang hanya dibangun sepanjang 17 kilometer dengan jalur Joyoboyo hingga Jalan Rajawali. Masalah Perizinan Untuk mendukung pembangunan MRT itu, lanjut Fattah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, salah satunya dari sisi perizinan. Ia menyebut, permasalahan perizinan dan ketidakpaduan antara daerah satu dengan daerah lain akan diselesaikan atau menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. "Ya, kita harus duduk bersama untuk melihat sebuah tatanan transportasi wilayah dan tatanan transportasi nasional jadi kewenangan kebijakan pusat, regional, dan lokal," ucap Fattah. Fattah menegaskan, tidak ada alasan untuk tidak mendukung Kementerian Perhubungan untuk mewujudkan transportasi massal di wilayah regional Surabaya. Sebab, di Surabaya belum ada konsep transportasi massal kereta api. Apabila hal itu terwujud, kata Fattah, maka akan mempermudah arus pengiriman barang dan jasa. "Kalau tidak ada transportasi massal, bisa dibayangkan kan? Bisa tumbuh tidak ekonominya? Bisa sejahtera tidak masyarakatnya?," tanya dia. Susun RTRW Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemilihan jenis teknologi transportasi massal yang akan dikembangkan pada sebuah kota perlu dilakukan secara hati-hati agar sarana dan prasarana tersebut tepat guna dan tepat sasaran. Termasuk di Surabaya. "Aspek kapasitas, biaya investasi, biaya operasional dan perawatan, aspek keselamatan serta aspek ketersediaan lahan perlu menjadi perhatian utama," kata Budi Karya, saat berkunjung ke Surabaya, pekan kemarin. Tak hanya itu, pemilihan trase dan lokasi stasiun tidak kalah penting untuk dilakukan secara teliti demi menjamin jumlah penumpang sesuai demand yang telah direncanakan. "Kesalahan dalam memilih jenis teknologi serta pemilihan trase dan lokasi stasiun dapat menjadi permasalahan ketika sudah dioperasikan," kata dia. Menurut Budi, pemerintah daerah sejak awal sudah membuat konsep rencana induk transportasi daerah yang terintegrasi dan sejalan dengan rencana induk transportasi nasional. Dalam menyusun RTRW juga sudah menyediakan ruang untuk pembangunan transportasi publik, sehingga tidak menyulitkan ketika diimplementasikan. Hibah Jerman Saat ini, sambung Budi, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan sedang menyusun dokumen perencanan pengembangan angkutan perkeretaapian regional Surabaya yang dananya bersumber dari hibah Pemerintah Jerman melalui KfW Development Bank. "Pengembangan angkutan perkeretaapian regional Surabaya diharapkan menyediakan transportasi massal berbasis jalan rel untuk wilayah regional Surabaya meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Mojokerto," papar dia. Karena itu, pihaknya sangat memerlukan dukungan dan kerja sama dari para kepala daerah, baik gubernur, wali kota maupun bupati di wilayah regional Surabaya. Termasuk Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang sempat menolak Tol Tengah Kota yang merupakan rencana pemerintah pusat saat itu. "Ini demi terwujudnya transportasi umum massal yang andal, aman dan nyaman di wilayah regional Surabaya," tandas Budi. Seperti diketahui, proyek trem di Kota Surabaya ini merupakan mimpi Risma sejak 10 tahun silam, ketika masih menjabat kepala Bappeko (Badan Perencanaan Pembangunan Kota) Surabaya. Namun, di sisa dua tahun jabatannya sebagai wali kota, rencana proyek yang diperkirakan akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 3,8 triliun dan dibahas mulai 2016, itu berakhir kandas. "Ndak! Ndak ada (proyek trem), karena aku sudah ndak bisa kan! Aku tinggal dua tahun (sisa masa jabatan sebagai wali kota)," katanya kepada wartawan di Balai Kota Surabaya, 10 Desember 2018 lalu. "Karena kalau transportasi, kalau massal, itu konstruksinya di atas dua tahun. Dua tahunlah paling cepat, jadi nggak mungkin aku," sambungnya. Sebagai gantinya, Risma mengalihkan angkutan massal tersebut ke armada bus. "Yang paling mudah itu pakai bus. Iya, kita pakai bus. Tapi kalau untuk yang trem, itu nggak bisa," tegas Risma saat itu. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU