Pendeta Hanny Layantara Dibui 120 Bulan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 21 Sep 2020 21:15 WIB

Pendeta Hanny Layantara Dibui 120 Bulan

i

Ekspresi Pendeta Hanny Layantara saat mendengarkan putusan yang diputus hukuman pidana 10 tahun penjara, Senin (21/9/2020).

 

Terbukti Cabuli Putri Pendana Gereja Lokal Happy Family Center, Andy Wiryanto Ong. Sebelum Terungkap Cabuli Anaknya, Eksportir ini Sering Ajak Hanny Berlibur Sampai ke Luar Negeri

Baca Juga: Sengketa Jual Beli Rumah Pondok Candra Hakim Semprot Penggugat, PS Itu Wajib

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Ini kasus pertama di Indonesia. Seorang pendeta Kristen gereja lokal dipenjara hingga 120 bulan. Setelah Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengetok palu, Pendeta Hanny Layantara, tampak kaget. Apalagi pengadilan menilai perbuatan Hanny tidak sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin umat beragama.

Pria yang selama jadi pendeta berpakaian perlente dan bermobil mewah, terbukti mencabuli salah satu jemaat yang juga putri dari penyandang dana gereja Happy Family Center (HFC) Surabaya, tempat dimana sehari-hari berkhotbah sebagai pendeta. Hanny Layantara, yang menjadi terdakwa, terbukti telah mencabuli Irene Wiryanto, anak dari Andy Wiryanto Ong alias Andy Waspada. Andy adalah eksportir terkenal Surabaya. Pria yang berkantor di Jalan Waspada Surabaya, dikenal pendana gereja tempat Pendeta Hanny mencari nafkah.

Pendeta asal NTT ini dijatuhi hukuman pidana selama 120 bulan penjara atau setara 10 tahun penjara. Alhasil, pendeta Hanny Layantara atau biasa disapa pendeta HL di gereja HFC, Senin (21/9/2020) kemarin, kaget saat mendengarkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang dilakukan secara daring.

Berbeda dengan pengunjung menyambut suka cita, karena putusan terhadap pemuka agama ini menyangkut amoral. Putusan 120 bulan penjara ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Wajah pendeta HL alias Hanny Layantara ini, saat memulai persidangan putusan, yang digelar Senin (21/9/2020) siang, sudah terlihat tegang. Dari layar proyektor di ruang sidang PN Surabaya, Hanny Layantara yang mengenakan kemeja putih, memperhatikan dari layar yang disiarkan dari Ruang Tahanan Polda Jatim.

 

Pendeta HL, Resah

Awalnya Hanny Layantara tak bermasker. Namun setelah sidang putusan ini dibuka untuk umum, dan dipenuhi puluhan wartawan peliput, tak lama Hanny Layantara mengenakan masker medis berwarna hijau.

Sambil mengenakan mic earphone, Hanny dengan khidmat memperhatikan setiap kalimat amar putusan yang dibacakan majelis hakim yang diketui hakim Johanis Hehamony. Saat hakim Johanis menyebut putusan pidana 120 bulan penjara (10 tahun penjara), ekspresi Hanny terlihat berbeda. Tak hanya ekspresi pendeta Hanny, ekspresi kuasa hukum pendeta Hanny yang hadir juga terlihat resah.

 

Sengaja Mencabuli

Baca Juga: Edy Mukti Pemborong Proyek PN Surabaya Dituntut 2,5 Tahun Penjara

"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hanny Layantara dengan pidana penjara selama 10 tahun penjara, pidana denda Rp. 100 juta subsidiair 6 bulan ," ucap ketua majelis hakim Johanis Hehamony saat membacakan amar putusannya di ruang Candra, Senin (21/09/2020).

Majelis hakim menyatakan sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna dari Kejati Jatim, bahwa terdakwa yang berprofesi pendeta di gereja HFC Jl. Embong Sawo, Surabaya tersebut, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 82 tentang Perlindungan Anak.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa hal yang memberatkan, terdakwa Hanny Layantara dianggap tidak mengakui perbuatannya, melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin umat beragama.

Jemaah Gereja HFC heran atas perbuatan Pendeta Hanny, yang tega mencabuli putri Andy. Mengingat Andy, adalah eksportir takjir yang suka mentraktir Pendeta Hanny, sampai berlibur ke luar negeri.

 

Pendeta HL, Banding

Sementara, Abdurrachman Saleh, penasihat hukum terdakwa Hanny Layantara, saat ditanya terkait tanggapannya atas putusan ini langsung menyatakan banding. Sedangkan JPU Rista Erna dan Sabetania R. Paembonan menyatakan pikir-pikir. "Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada majelis hakim yang telah membuat putusan terhadap klien kami, dengan ini kami sebagai penasihat hukum terdakwa tidak sependapat dengan putusan tersebut, maka kami mangajukan upaya hukum lain berupa banding," tegas PH asal Situbondo tersebut di hadapan awak media usai sidang digelar.

Usai sidang, di ruang tunggu, Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), saat ditemui menyampaikan apresiasinya terhadap JPU dan majelis hakim yang telah  memeriksa dan mengadili perkara ini secara adil.  "Kita apresiasi sekali putusan majelis hakim. Pertimbangan hukuman sangat akurat, mulai dari penuntutan oleh JPU sudah sesuai dengan dasar-dasar hukum, sehingga unsur-unsur pidananya terpenuhi. Sehingga majelis hakim memutus si HL ini bersalah dan dihukum 10 tahun penjara,"jelas Aris Merdeka Sirait.

Baca Juga: Guru MI di Bojonegoro Cabuli hingga Sodomi 8 Siswa

 

Berharap Hukuman Kebiri

Sementara keluarga Irene Wiryanto, korban pencabulan pendeta Hanny Layantara mengaku puas atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Vonis 10 tahun dinilai cukup melegakan, meski sanksi tersebut belum sebanding dengan trauma yang dialami korban.

“Kita sih berharap ada tambahan hukuman kebiri. Tapi nyatanya kan tidak. Kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa, tidak bisa dibayar dengan apa pun,” kata juru bicara keluarga korban, Bethania Thenu, Senin (21/9/2020).

Bethania menyebut, akibat perbuatan cabul terdakwa, masa depan korban menjadi hancur. Perlahan korban berupaya bangkit, meski butuh waktu bertahun-tahun. “Saya tidak tahu, dia (korban) bisa bangkit atau tidak. Dia (korban) diperlakukan (cabul) sejak berusia 13 tahun. Dia (korban) mendapat ancaman dan paksaan dari terdakwa yang tak lain ayah rohaninya sendiri,” ujarnya.

Betania mengatakan, putusan hakim sudah mengedepankan hak-hak anak. Putusan 10 tahun penjara tersebut menunjukkan bahwa siapapun dan dengan latar belakang apapun akan berhadapan dengan hukum ketika melakukan tindak kekerasan terhadap anak. “Saat ini kondisi kejiwaan korban (IW) masih belum stabil dan masih sering mengalami mimpi buruk. Kami juga terus melakukan pendampingan dan bimbingan psikologi,” ujarnya. bd/cr2/007/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU