Pengamat: Tidak Fair, Bandingkan Kerja Jokowi dan Prabowo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 17 Okt 2018 09:06 WIB

Pengamat: Tidak Fair, Bandingkan Kerja Jokowi dan Prabowo

Perang sindiran antara kubu Jokowi dan Prabowo yang mendikotomikan capres kerja dan capres retorika, dinilai tak efektif mendongkrak elektoral. Sebab masyarakat pasti tahu siapa yang sedang berkuasa dan siapa yang belum pernah menjalankan roda pemerintahan. Mestinya yang diadu di Pilpres 2019 adalah ide dan program kerja yang dibawa masing-masing capres-cawapres. Demikian diungkapkan peneliti politik dari Proximity, Whima Edy Nugroho; Direktur Surabay Survei Center, Mochtar W. Oetomo; pengamat politik Universitas Islam Negeri Surabaya, Abdul Chalik dan Pengamat politik Universitas Airlangga, Ucu Martanto. Tidaklah kalau (Prabowo) hanya retorika. Saya kira masyarakat sudah bisa menilai masing-masing paslon memiliki kelebihan dan keunggulan seperti apa, ujar Whima, Selasa (16/10) kemarin. Whima menilai Sandi sebagai Cawapres memang sudah semestinya bersikap lebih aktif. Di satu sisi Sandi belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu juga Sandi juga memiliki segudang prestasi di dunia usaha yang perlu diketahui oleh khalayak umum. Dengan strategi seperti itu, menurut Whima memang perpaduan yang menarik karena jelas Prabowo semua orang sudah mengenalnya. Dia juga memiliki kelebihan-kelebihan yang bisa dijual kepada pemilih misalnya pemilih milenial yang tidak dimiliki oleh paslon Jokowi-(Maruf). Soal masalah kepemimpinan saya kira masyarakat sudah tahu Prabowo itu siapa, ujarnya lagi. Peneliti Proximity itu juga menganggap wajar jika kedua kubu saling sindir untuk menonjolkan paslonnya. Seperti contoh kasus Ratna Sarumpaet yang digunakan kubu Jokowi-Maruf untuk menyerang Prabowo-Sandi habis-habisan. Wajar saja mereka (kedua kubu) menggunakan setiap momen untuk saling menyerang. Yang penting masih dalam koridor sajalah, imbuhnya lagi. Terkait efek yang akan terbangun di masyarakat, lanjut Whima itu tidak ada. Karena sejauh ini masyarakat sudah sangat dewasa menyikapi peristiwa politik. Sehingga sindiran-sindiran yang dilakukan politisi PDIP itu sepertinya kurang mengena. Gak efektif, masyarakat juga sudah dewasa, pungkasnya. Tidak Fair Hal senada juga disampaikan Abdul Chalik. Menurutnya, membandingkan antara petahana dan penantang tidaklah fair. Dari sisi manapun, menurut Chalik kubu Jokowi-Maruf tidak bisa disamakan dengan kubu Prabowo-Sandi. Secara modal politik petahana memiliki segenap alat pemerintah yang rentan disalah gunakan oleh penguasa, sedang Prabowo lebih mengandalkan ide dan gagasannya untuk membangun Indonesia ke depan. Petahana dengan yang sedang berproses berkompetisi tidaklah fair. Petahana mengunggulkan capaian memerintah sedang penantang tidak memiliki itu, ucapnya. Sementara jika penantang melawan dengan menggoreng isu perekonomian negara maka hal itu justeru akan menjadi serangan yang ampuh untuk petahana. Karena yang paling memungkinkan disorot saat ini ialah isu ekonomi. Karena jelas dengan naiknya harga BBM ini akan berimplikasi pada penjualan hasil produksi apapun. Pihak Prabowo-Sandi itu gak usah kemana-mana isunya cukup soal ekonomi. Karena mau digoreng seperti apa akan sangat memungkinkan. Indikator mudah adalah Rupiah, daya beli masyarakat rendah. Dari situ sangat mudah Prabowo-Sandi menggoreng, ungkapnya. Program Kerja Sementara itu, Mochtar W. Oetomo menyebut membandingkan antara incumbent dengan penantang dalam hal kinerja tentu tidak fair. Karena incumbent pasti sudah bekerja semntara penantang baru ingin kerja. Jadi tidak pada tempatnya membandingkan kinerja antara 01 Jokow-Maruf dan Prabowo-Sandi. Kalau harus membandingkan, lanjut Mochtar, yang lebih fair tentu adalah apa rencana kerjanya untuk Indonesia ke depan. Apa konsep pembangunan keduanya kedepan, bagaimana visi misi kebangsasaan, kenegaraan keduanya. Wajar jika Jokowi dianggap lebih berkinerja karena dia incumbent. wajar pula Prabowo hanya dianggap beretorika karena dia oposan dan penantang. Tapi itu penilaian yang tidak fair. Adu gagasan itulah baru bisa dinilai mana sebebarnya yang sekedar retorika, mana yang sekedar propaganda, mana yang rasional dan mana yang emosional, katanya. Perang Ide Pengamat politik Universitas Airlangga, Ucu Martanto juga mengungkapkan kalau Jokowi dan Prabowo berangkat dari entitas yang berbeda. Jokowi adalah Presiden yang juga Calon Presiden dan Prabowo hanya sebatas Calon Presiden. Dari perbedaan ini tentu tidak elok jika ukuran perbandingan menggunakan ukuran kinerja pemerintahan. Membandingkan incumbent dengan penantang sangat pantas cuma hal yang diperbandingkan harus konkret baik ide, gagasan maupun hasil kerja, ucapnya singkat. n qin

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU