Pengganti Risma, Bisa Kader, Simpatisan PDIP dan Tim Sukses Jokowi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 13 Des 2019 06:24 WIB

Pengganti Risma, Bisa Kader, Simpatisan PDIP dan Tim Sukses Jokowi

Surat Terbuka untuk Calon Walikota Surabaya, 2020-2025 (1) Pemerhati Bahasa Indonesia bisa membedakan antara penerus dan penganti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Arti penerus adalah orang yang akan melanjutkan kepempinan Wali Kota Risma. Sementara pengganti memiliki dua arti. Pertama, bisa menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Kedua, bisa berarti penukar. Dalam surat terbuka ini, saya menggunakan istilah pengganti, bukan penerus, karena Tri Rismaharini, sudah dua periode memimpin kota Surabaya. Ternyata dimata akademisi, budayawan dan peneliti sosial, Risma, masih miskin melakukan pembangunan ekonomi. (Baca harian Surabaya Pagi edisi Selasa (10/12/2019) berjudul Risma Miskin Prestasi Ekonomi). Dan saya meski bukan ahli tata kota, tapi praktisi sosial. Secara umum, saya mengerti bagaimana kelola kota besar seperti Surabaya yang multikultural. Antara lain selain membaca literatur, saya juga sudah keliling di berbagai kota metropolitan di dunia. Dengan pengetahuan ini, saya punya gambaran bagaimana kota metropolitan berkarakter global dalam sebuah negara yang multikultural. Pemaknaannya, pembangunan multi kultural kota Surabaya, ibarat sebuah mobil, Surabaya adalah bisa berupa ban belakang atau depan sebuah mobil. Maka itu saya tidak optimistis, Surabaya pengganti Risma, untuk periode 2020-2025, hanya bermodal kader partai lokal semata. Atau warga Surabaya yang tidak punya karakter kuat sebagai pemimpin yang punya jaringan luas?. Apalagi tak punya semangat dan pengalaman membangun sebuah institusi. Ibaratnya, kota Surabaya adalah miniatur Indonesia. Bukan tidak mungkin memperhatikan tantangan pembangunan Surabaya yang metropolitan, calon walikota nanti bukan kader asli PDIP. Tetapi bisa simpatisan PDIP yang mendapat support dari Megawati, Ketua Umum DPP PDIP. Dan bisa pula tim sukses Jokowi-Maruf di Jatim. Bisa sipil murni dan bisa pensiunan jenderal. Siapa dia, mari kita tunggu sosok calon Walikota yang akan direkomendasi putri Bung Karno, yang menurut Ketua DPD PDIP Jatim, bakal diumumkan tanggal 10 Januari 2020, bersamaan Ultah PDIP secara nasional. Berikut catatan pertama saya mulai hari ini. Pembaca yang Budiman, Pilkada Surabaya tahun 2020 mendatang menurut analisis saya bakal ramai. Terutama dikaitkan empat hal. Pertama, tantangan pasca kepemimpinan Risma. Kedua, sosok pengganti Risma. Ketiga, pemilihan walikota nanti adalah pemilihan langsung oleh warga kota. Keempat soal gagasan Presiden Jokowi, yang menginginkan kota Surabaya harus menjadi kota metropolitan bersama empat kota besar lain di pulau Jawa yaitu Jakarta, Bandung dan Semarang. Saat ini yang sudah mendaftar di sekretariat DPC PDIP Surabaya sudah 18 orang. Tetapi mengerucut pada tiga nama yaitu Wisnu Shakti, Armudji dan Dyah Katarina. Dari tiga nama ini, semuanya pernah menjadi wakil rakyat. Satu diantaranya malah menjadi orang nomor dua di Pemkot Surabaya, setelah Walikota Risma. Sayangnya, sampai Jumat hari ini (13/12/2019), tak satu pun dari tiga kader PDIP yang mencuat telah mengantongi rekomendasi dari Megawati, Ketua Umum DPP PDIP. Bahkan Wisnu Sakti Buana, putra tokoh PDIP almarhum Ir. Sutjipto, juga tak terlalu berpotensi direkomendasi. Padahal, Sutjipto adalah teman seperjuangan Megawati. Gejala apa ini? Peta politik pasca Pilpres 2018 lalu memang berubah. Terutama setelah ada pemilihan pengurus DPP PDIP dan Jokowi, terpilih kembali sebagai Presiden. Riil politik, pengaruh Bambang DH, yang semula sangat kuat untuk urusan politik lokal. Mendadak sirna, saat nama mantan Walikota Surabaya, tak ada dalam jajaran pengurus DPP PDIP. Justru yang tampil perkasa adalah kader PDIP dadakan, Tri Rismaharini. Kini saat Risma mau lengser, kandidat calon penerusnya tidak nampak moncer. Padahal sebelumnya, sempat mencuat di publik yaitu Ery Cahyadi, birokrat yang berkarir bagus di Pemkot Surabaya. Tetapi sayang, Ery tidak bisa mendaftar di sekretariat DPC PDIP Surabaya, karena ia bukan kader dan tidak jelas bentuk keikut sertaannya, simpatisan PDIP atau parpol lain. Pembaca yang Budiman, Kini, publik menunggu siapa satu dari tiga kader PDIP yang bakal direkomendasi Ketua Umum PDIP. Hal yang sudah pasti, baik Wisnu Shakti, Armudji dan Dyah Katarina, telah menabuh genderang untuk maju. Salah satu caranya beriklan di outdoor. Sementara gacoan Risma, masih malu-malu untuk tampil di publik sebagai kandidat walikota penerus. Ini mungkin karena kultur di birokrat, yang tidak dibiasakan boleh kampanye diluar kedinasan. Ery Cahyadi, yang oleh publik dikenal sangat dekat dengan Wali kota Risma, memang dikenal cakap bekerja di sektor layanan publik. Malahan ia dijuluki pejabat Pemkot Surabaya kesayangan Risma. Akankah Kepala Bapekko ini menjadi kuda hitam menjelang hari ulang tahun PDIP, 10 Jaunari 2020 mendatang. Ini mengingat Ketua DPP PDIP sejauh ini dikenal sakti yaitu tokoh PDIP yang bisa mem-bypass mekanisme partai dari bawah (grass root). Fenomena kader dan simpatisan PDIP dalam memilih calon kepala daerah, bisa terjadi pada waktu yang mepet (last minute). Simpatisan bisa menyodok menjadi pilihan Megawati, untuk cawali Surabaya 2020. Terutama karena pengaruh Walikota Surabaya incumbent. Risma, misalnya, dulu birokrat murni. Tanda-tanda ia menjadi kader PDIP, baru muncul saat ada pilkada periode kedua. Bisa jadi yang bakal muncul sebagai cawali dari PDIP nanti adalah simpatisan PDIP yang diusulkan kader PDIP lokal atau pihak lain yang memiliki link dengan lingkaran Jokowi. Nama Ery Cahyadi dan Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin, bukan tidak mungkin bakal menggeser tiga kader PDIP tulen. Ini politik, bukan urusan birokrasi. Dalam politik, bisa ada gambling. Maklum, urusan politik adalah kepentingan, bukan semata urusan kader semata. Apalagi untuk menentukan jabatan politik seperti Walikota sekelas kota Surabaya. Lebih lebih dikait-kaitkan dengan rencana pembangunan kota Surabaya dengan gagasan Presiden Jokowi, Surabaya, dijadikan kota metropolitan bersama Jakarta, Bandung dan Semarang. Pembaca yang Budiman, Politisi sekelas Megawati, untuk urusan jabatan politik sekelas Walikota Surabaya, sebagai politisi senior, bisa jadi tidak cukup hanya mendengar suara pengurus partai apalagi kader lokal Surabaya. Ia bisa merumuskan suara kader dan kepentingan pemerintahan yang sedang berkuasa lima tahun ke depan yaitu pemerintahan Jokowi, bukan sekedar sosok Jokowi, sebagai presiden dan kepala Negara saja. Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin, mantan Kapolda Jatim pernah secara resmi ditunjuk sebagai Ketua Tim Sukses Jokowi-Maruf Amin di Jawa Timur. Malahan, Machfud sempat diperkenalkan kehadapan publik pada Rabu (19/9/2018) malam di Kantor DPD PDI Perjuangan Jatim, Jalan Kendangsari, Surabaya. Bisa jadi, kisah sukses pensiunan Jenderal Polri kelahiran Suroboyo ini, akan diberi imbalan kompensasi cawali Surabaya 2020-2025. Mungkinkah? Sekali lagi, Walikota adalah jabatan politik. Kepentingan partai dan kekuasaan pusat acapkali bersinergi. Bisa jadi kehadiran Jenderal pensiunan Polri dalam Pilkada Surabaya 2020 hasil deal politik tertentu, seperti yang terjadi pada kejadian kompensasi dari Jokowi ke Prabowo. Cara membacanya, rival dalam Pilpres 2018 saja bisa diposisikan tim pemerintahan Jokowi. Apalagi, ini jenderal yang dikenal merakyat dan dekat dengan pengusaha multicultural, ikut memenangkan perolehan suara Jokowi-Maruf Amin di Jawa Timur. Saya perlu menyegarkan publik bahwa politik itui bisa seperti medan pertempuran. Ada manuver dan perangkap elit politik politik juga. Sejumlah elit pemimpin partai politik pasca reformasi, saya amati punya banyak taktik dan manuver. Inilah praktik politik era orde Baru. Kebanyakan politisi sekarang tidak hanya diam. Ini kelihatan di politik lokal sekalipun. Tujuannya agar tidak masuk perangkap lawan. Sebaliknya bisa memancing lawan masuk kedalam perangkapnya. Goalnya, agar pemanuver politik ini bisa terjamin untuk muncul sebagai pemenang.Jokowi menang pada pilpres 2018 lalu. Perangkap-perangkapannya, taktik-taktik, strategi dan manuvernya sudah berlalu. Riil ia sudah jadi presiden. Sekarang bisa jadi tim suksesnya termasuk Mantan Ketua tim suksesnya di Jatim yang belum menjadi kader PDIP, mengeluarkan taktik dan strategi serta manuver-manuver pada Pilkada serentak 2020 di Surabaya. Tiga kader PDIP yang terperangkap bisa akan kalah. Apalagi kini waktu Pilkada 2020 sudah semakin dekat. Atau siapa yang bakal menang dalam Pilwali 2020 nanti juga sudah lebih bisa diduga. Siapa? tidak mesti kader PDIP. Bisa simpatisan PDIP dan bisa penyumbang kemenangan Presiden Jokowi-Mahruf di Jatim tahun 2018 lalu. Mari kita tunggu. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU