Home / Korupsi : Artidjo Alkostar, hakim agung yang paling ditakuti

Pensiun, Siapa yang akan Gantikan Artidjo Alkostar?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 31 Mei 2018 12:35 WIB

Pensiun, Siapa yang akan Gantikan Artidjo Alkostar?

SURABAYAPAGI.com - Artidjo Alkostar memang sudah pensiun dari posisi hakim agung sejak 22 Mei lalu. Pensiun di usia 70 tahun, Artidjo mengaku emoh kembali ke dunia hukum. Padahal, banyak yang merindukan agar Artidjo bisa kembali dan berkarier di dunia hukum. Sosok hakim non karier itu menjadi momok bagi para terdakwa kasus korupsi. Sebab, hampir semua kasus yang mampir ke mejanya di tingkat kasasi, dijatuhi hukuman yang lebih berat. Termasuk kasus korupsi KTP Elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Keduanya, sempat divonis 7 tahun dan 5 tahun di pengadilan tingkat pertama. Di tangan Artidjo, keduanya masing-masing divonis 15 tahun. Status justice collaborator yang sebelumnya sempat dikabulkan di pengadilan tingkat pertama, justru gak menjadi pertimbangan. Sekarang yang menjadi pertanyaan, siapa yang akan menggantikan Artidjo? Adakah sosok hakim agung yang memiliki integritas dan prinsip yang sama seperti Artidjo? 1. Mahkamah Agung kehilangan sosok Artidjo Alkostar Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan masih ada harapan bagi Mahkamah Agung untuk melakukan regenerasi dan menemukan hakim sebaik Artidjo. Lagipula, apa yang dilakukan oleh Artidjo hanya menjalankan komitmennya sebagai hakim agung. Dua di antaranya, menolak secara tegas untuk menemui para pihak yang tengah berperkara dan menjaga marwah hukum di Indonesia. "Sementara, yang lain yang sudah berkomitmen gak berani menerapkan komitmen seperti itu, akhirnya apa? Terjadilah fenomena Artidjo ini. seolah-olah dia bersikap lain. Padahal, dia gak lain, dia hanya menjalankan komitmennya saja," ujar Fickar ketika ditemui IDN Times di kantor ICW pada Rabu malam (30/5). Oleh sebab itu, gak heran pasca Artidjo pensiun, akan ada banyak pengajuan PK dari para napi koruptor. Menurut Fickar, napi koruptor pasti akan memanfaatkan celah di mana mereka akan mendapatkan hakim yang gak keras dalam memberi putusan PK atau kasasi. "Faktanya kan memang napi kasus korupsi ini memang takut (kasusnya dipegang Artidjo), maka ada yang gak berani mengajukan PK. Mereka masih berharap PK nya dikabulkan bahkan kalau perlu dibebaskan dari segala dakwaan," kata dia lagi. 2. Publik harus percaya pada proses penegakan hukum Walau gak banyak hakim agung seperti Artidjo, bukan berarti publik harus bersikap pesimistis. Fickar mengajak publik untuk tetap percaya kepada proses penegakan hukum. Ia berharap komitmen tegas terhadap pemberantasan upaya korupsi yang dipegang oleh Artidjo bisa diteruskan oleh hakim agung yang lain. Proses pemilihan hakim agung pengganti Artidjo, ujar Fickar, akan dilakukan oleh Komisi Yudisial dengan melibatkan Mahkamah Agung dan DPR. "Sementara, masyarakat sipil bisa ikut membantu untuk melacak rekam jejak dari para calon hakim agung," tutur Fickar. 3. Artidjo selalu menjatuhkan hukuman yang lebih berat bagi koruptor Dalam pandangan Fickar, Artidjo memang dikenal sebagai hakim agung yang gak pernah mengabulkan PK bagi para napi koruptor. Mengapa? Sebab, mereka sudah mencuri uang rakyat dan merugikan negara. Padahal, untuk mengambil sikap memberikan hukuman yang lebih berat itu, Artidjo harus berhadapan dengan berbagai kritik yang mampir. Di dalam UU MA yang mengatur mengenai pokok kehakiman ada yang menyebut kewenangan hakim di dalam proses kasasi itu, dia hanya bisa menolak atau menerima gugatan. Hakim agung gak bisa menambah hukuman. Tapi, Artidjo punya cara khusus. "Ia menggunakan celah di mana upaya kasasi bisa membuka perkara dan membatalkan putusan-putusan di bawahnya serta mengadili sendiri. Itu lah yang digunakan Artidjo sebagai celah. Jadi, itu yang membuat para koruptor ketakutan," katanya. 4. Hakim agung harus hidup sederhana Fickar berpendapat gaji sebagai hakim agung sebenarnya sudah cukup untuk membiayai kehidupan di Jakarta. Permasalahannya, godaan yang datang dari luar dan ingin diuntungkan ketika tengah berperkara selalu saja menghampiri hakim agung. Oleh sebab itu, ketika mencari hakim agung pengganti Artidjo, bisa menggunakan beberapa indikator sebagai acuan antara lain, berani melawan kritik, tajam dalam membuat keputusan dan teguh memegang prinsip. "Selain itu, hakim agung juga harus hidup bersahaja. Kalau dari gaya hidupnya sudah bermewah-mewahan, maka itu sudah jadi indikator (yang kurang baik). Termasuk, ia juga harus tegas melawan godaan yang datang dari luar," tutur dia.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU