Home / Pilpres 2019 : ANALISIS

People Power itu Inkonstitusional

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 09 Mei 2019 08:32 WIB

People Power itu Inkonstitusional

SURABAYAPAGI.com - Baliho People Power yang dipasang kubu paslon capres-cawapres nomor 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, bisa menimbulkan keresahan. Jika ditemukan unsur provokasi dalam baliho itu, maka kepolisian bisa bertindak. Sedang adanya ucapan klaim kemenangan, Bawaslu bisa turun tangan. Sebab, hal itu mengandung unsur kesesatan. Sementara rekapitulasi suara hasil Pemilu masih berlangsung di tingkat provinsi. "Bawaslu harus melihat itu apakah klaim kemenangan itu merupakan informasi yang menyesatkan? Kalau mengandung provokasi, itu urusan polisi," kata pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Ucu Martanto saat dihubungi Surabaya Pagi, Rabu (8/5/2019). Ucu mengaku ia sendiri merasa ketakutan jika ada pengerahan massa dalam jumlah besar untuk people power. Jika ini dilakukan, ia khawatir akan ada massa lain atau massa tandingan dari pihak lain. Dan hal itu, lanjut dia, akan membahayakan bangsa dan negara, karena ada dua massa besar berlawanan yang berhadap-hadapan. "Yang diuntungkan bukan paslon 01 (Jokowi-Maruf) atau 02 (Prabowo-Sandiaga) karena pengarahan massa besar-besaran. Apabila terjadi, kita bisa berkaca pada konflik di Timur Tengah. Ada pihak lain yang diuntungkan dari perpecahan itu," tandasnya. Makar UUD 1945 telah memberikan jaminan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah 5 tahun. Selama 5 tahun itu, UUD 1945 membatasi secara tegas alasan pergantian pemerintahan secara sah. Dengan alasan di atas, maka hasutan people power yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintan yang sah dapat dikategorikan makar. "Karena dari aspek hukum tata negara pemerintahan yang sah dalam sistem presidensial sebagaimana dianut Indonesia memiliki masa kerja tetap (fixed term) 5 tahun sesuai Pasal 7 UUD 1945," ujar pakar hukum tata negara, Dr Agus Riewanto. "Pergantian pemerintah sah hanya dapat dilakukan melalui mekanisme konstitusi yaitu lewat 3 cara. Pertama, Pilpres reguler 5 tahun sekali (Pasal 6A ayat 1 UUD 45). Kedua presiden mangkat/meninggal dunia ( Pasal 8 ayat 1, 2 dan 3 UUD, dan ketiga jika presiden melanggar haluan negara melalui impeachment ( Pasl 7A UUD)," lanjutnya. Sedang eksistensi makar masih diakui dalam sistem hukum Indonesia sesuai putusan MK No.28/PUU-XV/2017 dan Putusan MK No.7/PUU-XV/2017. "Sesungguhnya masih eksisnya Pasal 87, 104, 106, 108, 110 tentang Makar dalam KUHP bukan untuk memproteksi pemerintah menjadi otoriter melainkan justru melindungi negara menyangkut eksistensi negara agar terhindar ancaman serta melindungi kepentingan hukum dan warga negara," papar dia. Hasutan People Power Menurut Agus, hasutan people power yang mengarah pada tujuan penggulingan pemerintahan yang sah, yang dimaksud Pemerintahan itu bukan hanya Presiden/Wakil Presiden semata. "Akan tetapi juga KPU dan Bawaslu sebagai bagian dari peran pemerintahan dalam penyelenggaraan Pemilu. Itu sebabnya pelakunya dapat dikenai sanksi hukum berlapis, yakni pasal khusus Makar dalam KUHP, Pidana umum KUHP dan UU ITE," pungkasnya.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU