Perkara Suap Hakim Masih Mendominasi Sidang MKH

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 05 Jan 2018 01:17 WIB

Perkara Suap Hakim Masih Mendominasi Sidang MKH

Praktik suap dan gratifikasi terkait jual beli perkara di pengadilan masih menjadi persoalan serius dan catatan kelam dunia peradilan Indonesia. Sebab, kasus-kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan hakim dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) masih mendominasi. Dari 49 kasus yang disidangkan MKH, terdapat 22 kasus praktik suap dan gratifikasi atau sekitar 44,9 persen sepanjang 2009-2017. Praktik suap dan isu jual beli perkara selalu menghiasi sidang MKH setiap tahunnya Selain kedua kasus tersebut, kasus perselingkuhan atau pelecehan termasuk kasus yang cukup banyak disidangkan MKH sebanyak 17 kasus atau sekitar 34,6 persen. Pada tahun 2009 dan 2010 kasus perselingkuhan belum pernah digelar disidang MKH. Namun, pada tahun 2011-2017 laporan terkait kasus ini selalu ada. Bahkan tahun 2013 dan 2014 laporan ini sempat mendominasi. Banyaknya jumlah kasus pelanggaran kode etik berupa perselingkuhan di kalangan para hakim disebabkan jauhnya penempatan tugas seorang hakim dari kediaman keluarganya. Karena itu, pola mutasi dan promosi hakim sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan agar tidak terlalu jauh dari keluarganya. Selain itu, kenaikan tunjangan dan fasilitas para hakim diduga menjadi sebab meningkatnya kasus perselingkuhan. Kasus lain yang disidangkan di MKH, antara lain bersikap indisipliner terdapat 5 laporan; mengonsumsi narkoba terdapat 3 laporan; memanipulasi putusan kasasi terdapat 1 laporan; dan pemalsuan dokumen terdapat 1 laporan. Khusus di tahun 2017, KY dan MA menggelar 3 kali sidang MKH karena kasus penyuapan terdapat 1 laporan dan perselingkuhan terdapat 2 laporan. Fakta itu tentu menjadi keprihatinan dan pembelajaran bagi semua pihak. KY mengimbau agar para hakim senantiasa memegang teguh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), terutama menjauhi perilaku suap dan gratifikasi. Dengan sendirinya dapat mengembalikan kepercayaan publik demi terwujudnya peradilan bersih, bermartabat, dan agung. Sebagai mitra kerja, KY juga mengapresiasi langkah dan upaya pembinaan dan pembenahan yang telah dilakukan MA. Namun, KY berharap agar MA lebih tegas terhadap oknum yang telah mencederai kemuliaan lembaga peradilan. Akibat dari pelanggaran KEPPH sepanjang tahun 2009-2017, sebanyak 31 orang hakim telah dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian atas dasar hasil pemeriksaan sidang MKH. Selain itu, sebanyak 16 hakim dijatuhi sanksi berat/sedang berupa nonpalu 3 bulan sampai 2 tahun; 1 hakim dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis dengan akibat pengurangan tunjangan kinerja sebesar 75 persen selama 3 bulan; dan 1 orang mengundurkan diri sebelum dilaksanakan sidang MKH. Penjatuhan sanksi itu sebagai upaya menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Bagi KY, kasus suap di lingkungan peradilan bukan hanya persoalan klasik yang penyelesaiannya hanya dengan menjatuhkan sanksi etik dan pidana, tetapi dibutuhkan pembinaan simultan dan siraman rohani guna menghidupkan hati nurani hakim yang kadang kalau jauh dari nilai-nilai etis. Sebab, hakim tidak hanya didorong untuk meningkatkan keilmuan, tetapi juga perlu menyeimbangkan kekuatan nilai dan etika profesi hukum atau transfer of value. Karena itu, pengawasan dapat lebih efektif apabila MA bersinergi dengan KY dalam upaya menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. Adanya sinergisitas antara MA dan KY dapat menjadi pintu masuk terwujudnya akuntabilitas publik tanpa mengganggu independensi hakim. (*)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU