Pernikahan ala Adat Bugis Makassar

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 09 Mar 2018 11:52 WIB

Pernikahan ala Adat Bugis Makassar

SURABAYAPAGI.com - Bagi pria yang tak memiliki banyak duit, uang panaik atau uang mahar adalah sebuah momok yang menakutkan saat hendak melamar kekasihnya. Sebab, uang panaik yang merupakan salah satu syarat untuk menggelar pernikahan sesuai adat Bugis Makassar ini bernilai sangat besar hingga mencapai miliaran rupiah. Uang panaik yang menjadi salah satu tradisi saat hendak melangsungkan pernikahan sangat ditakuti oleh pasangan kekasih. Pasalnya, uang panaik dinilai memberatkan dengan besarannya ditentukan oleh status sosial seorang wanita yang hendak dilamar. Bahkan, kini uang panaik di tradisi Bugis Makassar mencapai miliaran rupiah tergantung status sosial wanita yang dilamar. Bahkan, kini uang panaik di tradisi Bugis Makassar mencapai miliaran rupiah tergantung status sosial wanita yang dilamar. Dengan uang panaik ini, ada yang merasa terbebani dan ada pula yang menganggap sebagai gengsi dalam perkawinan. Uang panai terkadang ditentukan berdasarkan kelas wanita yang hendak dipinang. Misalnya, kelas wanita yang lulusan SMA, sarjana, telah bekerja, pegawai negeri sipil (PNS), dokter, hingga gadis telah berhaji memiliki mahar yang berbeda. Salah seorang warga di Kabupaten Takalar, Taugi mengaku menikahkan anak laki-lakinya dengan gadis lulusan SMA dengan uang panaik Rp 100 juta, satu set perhiasan emas, 10 karung beras dan dua ekor kerbau. "Memang tradisi di sini, malu kita juga kalau tidak menikahkan anak gara-gara uang panaik. Ya, diusahakan saja dipenuhi, tapi ada ji negosiasi sampai sesuai kemampuan. Soalnya, itu anak bungsuku, Ansar sudah lama pacaran sama itu gadis. Itu uang panaik berbeda dengan pesta pengantin laki-laki. Jadi kira-kira habis Rp 200 juta lebih," katanya. Berbeda dengan yang dialami Ciwa. Cintanya kandas karena uang panaik. Keluarganya tidak sanggup memenuhi permintaan uang panaik Rp 100 juta, sehingga batal menikah dengan kekasihnya, Mifta. "Keluargaku tidak sanggup penuhi permintaan uang panaik keluarga kekasihku. Karena keluargaku juga habis nikahkan kakak laki-lakiku yang uang panaiknya Rp 150 juta. Saya disuruh menunggu sambil dikumpulkan uang, tapi eh Mifta sudah dilamar dan dinikahkan dengan laki-laki pilihan orangtuanya. Ya, terpaksa pasrah, bukan jodohku lagi," katanya. Sementara itu, budayawan asal Sulsel, Prof Dr Nurhayati Rahman menggap bahwa uang panaik yang nilainya besar merupakan ujian bagi seorang laki-laki. Pihak keluarga wanita ingin melihat keseriusan laki-laki melamar pujaan hatinya. "Di situlah nilai luhurnya uang panaik, dilihat dari keseriusan seorang laki-laki mencari uang. Jangan hanya menikah saja, tapi dia tidak mau bekerja keras. Jadi ada nilai positif dan negatif yang bisa diambil dari hal ini," katanya. Nurhayati mengungkapkan, besaran uang panaik di zaman sekarang ditentukan status seorang wanita. Jadi jika status sosialnya seorang wanita bagus, maka uang panaiknya tentu bagus pula hingga miliaran rupiah. "Jadi orang tua biasanya memasang nilai uang panaik, karena untuk melihat masa depan anaknya. Jadi beda-beda itu besarannya, disesuikan dengan statusnya wanita lulusan apa, kerjaannya apa, apakah dia PNS atau dokter. Tambah mahal lagi, kalau itu si wanita sudah naik haji dan mempunyai rumah serta harta. Jadi pemikirannya itu orangtua, enak saja ini laki-laki menikah tidak ada apa-apanya langsung saja dapat pendamping hidup lengkap masa depan, rumah dan segalanya. Itu yang biasa menjadi patokan. Jadi tentu mahal dong panaiknya kalau wanita yang dilamar itu sudah sukses dari segi ekonominya," terangnya. (kp/01)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU