Home / Pemilu : Tahapan Pilkada Serentak 2018 Dimulai

Pertarungan Mega-SBY-Prabowo Menuju 2019

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 09 Jan 2018 01:01 WIB

Pertarungan Mega-SBY-Prabowo Menuju 2019

Tahapan Pilkada serentak 2018 dimulai, ditandai dengan pembukaan pendaftaran pasangan calon kepala daerah, Senin (8/1/2018) kemarin. Ada 171 daerah yang menggelar Pilkada serentak tahun ini. Termasuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur dan Pemilihan Bupati/Walikota di 18 daerah di Jatim. Kontestasi saat ini secara tidak langsung diyakini menjadi cerminan kontestasi di Pemilu dan Pilpres 2019 mendatang. Dan kontestasi tersebut tak lepas peran tiga tokoh besar, yakni Megawati Soekarnoputri (Ketum PDIP), Susilo Bambang Yudhoyono (Ketum Partai Demokrat) dan Prabowo Subianto (Ketum Partai Gerindra). -------------------- Laporan : Joko Sutrisno Tedjo Sumantri -------------------- "Kontestasinya terbaca bagaimana mereka bertarung hari ini. Kontestasi mulai panas dan dinamis, setiap partai tidak ingin kalah dan ketinggalan. Cuma siapa yang bisa memenangkan di 2019 masih sangat cair dan untuk koalisi sangat dinamis jadi belum bisa tahu kita," kata pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, kemarin. Menurutnya, perkiraan pilpres nanti masih diisi oleh tiga tokoh besar, yakni Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keduanya sama-sama mantan presiden dan sama-sama menjadi Ketua Umum (Ketum) partai politik. Sedang satunya lagi, Prabowo Subianto. Mantan Danjen Kopassus ini dua kali ikut Pilpres, tapi tak pernah menang. "Saya melihat fluktuasi dari partai pemilu sampai dengan 2014 ini tidak ada satu partai yang mampu survive untuk pemilu setelah dia berkuasa," ucap Siti. "Bisa jadi partai yang kalah bisa menang di ke depannya. seperti 2014 PDIP dua periode diluar kekuasaan. Maka tidak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan naik dan menjadi leading party nantinya," imbuhnya. Dia menganalisa, ketiganya bakal maju nampak dari Pilgub Jawa Barat bagaimana pertarungan antara Prabowo dan SBY mulai dari kader yang mereka pilih. "Yang mungkin berat itu di Jawa Timur yang belum jelas irisannya," jelasnya. Terkait Demokrat, Siti menyatakan, sangat jelas Demokrat akan mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam Pilpres mendatang. Tampak dari suara kader daerah. "Saya dengar sendiri suara di daerah dan bagaimana partainya mendukung AHY. Demokrat juga sudah menyuarakan ini dan getol ke daerah daerah memang betul mereka mengakui sudah mendukung AHY. Atas dasar itu mereka (Demokrat) mengatakan sudah 80% yang mereka usung dalam pilkada 2018," ungkapnya. Konflik Pilkada Sementara itu, konflik dalam Pilkada Serentak 2018 yang sudah muncul belakangan ini, diprediksi bakal berimbas kepada pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 mendatang. Di Jawa Timur, misalnya, beredar foto panas yang mirip diduga Bupati Banyuwangi Azwar Anas. Tak lama setelah foto hot itu beredar, Anas mundur dari pencalonan sebagai Cawagub-nya Gus Ipul. Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengatakan, bahwa ada 171 daerah yang bakal melaksanakan pilkada serentak tahun ini. Beberapa daerah di antaranya memiliki penduduk yang cukup banyak. "Di Jawa saja ada tiga, kemudian di luar Jawa ada Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Selatan, memang kalau dilihat dari indeks kerawanan potensi konfliknya sih memang besar," ujar Amali di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/1/2018). Namun, dia meyakini bahwa aparat keamanan siap mengatasi kemungkinan buruk pada pilkada serentak nantinya. "Kita melihat pengalaman ketika Pilkada DKI Jakarta yang lalu begitu menguras banyak energi dan perhatian kita ke situ, maka itu tidak diharapkan terulang di daerah-daerah lain khususnya di Pulau Jawa ya," jelasnya. Lebih lanjut, kata Amali, 40% dari daftar pemilih tetap tingkat nasional bakal mengikuti pilkada serentak tahun ini. Angka 40% itu dari warga Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa timur. "Sehingga apa yang disampaikan oleh KPU saya kira merupakan antisipasi ya," ucapnya. Menurutnya, antisipasi itu agar konflik itu tidak terjadi dalam pilkada serentak tahun ini. "Sebab kalau ini sampai konflik dan kemudian berkepanjangan, maka itu akan berakibat pada pelaksanaan pileg dan pilpres. Karena tidak sampai setahun lagi kita akan masuk di pileg dan pilpres ya, kan bulan April. Ini bulan Juni pilkada serentak kemudian April 2019 kita sudah pileg dan pilpres," imbuh mantan Ketua DPD Partai Golkar Jatim ini. Sehingga, tambah dia, kekhawatiran KPU terhadap potensi konflik pilkada serentak adalah hal wajar. "Walaupun pasti ada ekses-eksesnya tapi tidak terlalu signifikan yang akan mengganggu persiapan Pileg dan Pilpres 2019," tandasnya. Kampanye Hitam Presiden Joko Widodo ingin demokrasi di Indonesia mencerminkan karakter penuh kesantunan, tidak saling menjelekkan, dan tidak saling mencela. Ia tak mau pilkada di 171 daerah dirusak dengan kampanye hitam. "Karakter-karakter itu yang perlu terus kita tumbuhkan, antar kandidat juga jangan sampai saling mencela, jangan saling menjelekkan. Apalagi memakai black campaign. Kampanye hitam harus betul-betul kita hilangkan dari proses-proses demokrasi kita," tegas Jokowi usai memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah, Kota Kupang, NTT, Senin (8/1) kemarin. Jokowi mempersilakan kandidat bersaing sehat. Kandidat lebih baik saling adu prestasi, rekam jejak, ide, program, dan rencana-rencana ketika nanti menjabat. "Saya kira yang dimunculkan harus seperti itu. Sekali lagi demokrasi kita harus mencerminkan karakter kita, karakter bangsa Indonesia yang ramah, sopan, penuh kesantunan," ucap bekas Gubernur DKI Jakarta itu. Jokowi juga tak bisa menutup mata soal pembantunya, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang dipastikan maju pada Pilgub Jatim 2018. Namun, ia belum bisa menjelaskan rinci karena surat resmi dari Khofifah belum diterima. "Suratnya nanti sampai ke meja saya, nanti saya putuskan ya. Belum sampai ke meja saya," ungkap Presiden. Fenomena Demokrat-PDIP PDI-P dan Partai Demokrat menunjukkan kemesraannya melalui kerja sama di Pilkada Jawa Tengah dan Kalimantan Barat. Namun di Jawa Timur tidak demikian. Apalagi, Emil Dardak yang selama ini menjadi kader PDIP menyeberang dengan menjadi Cawagub-nya Khofifah Indar Paransa yang diusung Partai Demokrat. Sampai-sampai PDIP menuding SBY menjalankan politik outsourcing. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menuturkan, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Termasuk koalisi keduanya di Pilpres 2019. "Politik itu adalah seni sehingga segala sesuatu tentunya bisa saja terjadi. Segala sesuatu yang terbaik tentunya semua orang juga mengharapkan terjadi," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/1/2018). Saat ditanyakan apakah pendekatan tersebut juga dilakukan Demokrat agar bisa menyandingkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Joko Widodo pada Pilpres 2019, Agus mengatakan hal itu bisa saja terjadi. Sebab, dalam hasil survei sejumlah lembaga, Jokowi menunjukkan elektabilitas yang tinggi sebagai calon presiden. Hasil positif juga dituai AHY sebagai calon wakil presiden. "Kalau melihat survei-survei yang ada, kita ketahui ini adalah popularitas dan elektabilitas yang tertinggi. Pak Jokowi memiliki elektabilitas tertinggi sebagai capres, Pak AHY juga mempunyai elektabilitas tertinggi untuk cawapres," tuturnya. Meski demikian, Agus mengatakan pihaknya masih melihat dinamika politik yang akan terjadi ke depan. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU