Petugas Polda Jatim Berlebihan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 19 Des 2019 05:46 WIB

Petugas Polda Jatim Berlebihan

Buntut Pengaman 14 Mobil Supercar dari Garage Rumah para Pemiliknya, hanya Didasarkan Sprinttugas Pendataan oleh Direskrimsus Polda Jatim, bukan Penyitaan SURABAYAPAGI.COM, Surabaya- Peristiwa pengamanan 14 mobil supercar mewah oleh Direskrimsus Polda Jatim, berbuntut. Pemilik mobil sampai semalam tidak mendapatkan surat sita ataupun tanda legalitas hukum apa-apa dari Polda Jatim. Sehari kemarin sejumlah pengguna yang umumnya anak muda akan ajukan protes ke Kadiv Propam Mabes Polri. Tindakan petugas dinilai sangat berlebihan dan cenderung ilegal. Mengingat mobil-mobil ini diambil dari garage rumah pemiliknya, bukan di jalanan. Apalagi pengambilan mobil newah ini hanya menggunakan sprintugas pendataan dan bukan penyitaan dalam tingkat penyidikan. Fakta yang ditemukan semua pajak sudah dibayar, hanya belum Bea Balik Nama (BBn). Dan urusannya dengan Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) atau Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Secara hukum, bila mobil ini dipersoalkan bila mobil dalam posisi jalan. Padahal 14 mobil ini disimpan di garage mobil rumah masing-masing pemiliknya. Petugas Direskrimsus Polda Jatim dituding bertindak berlebihan. Beda dengan mobil Lamborgini yang berasap, surat STCK-nya, nomer mesin dan nomer rangkanya memakai nomer mobil lain. Demikian hasil pengumpulan informasi dari para pemilik mobil, Rabu (18/12/2019) kemarin. --------- Ahmad Syahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang juga menjadi President Brotherhood Club Indonesia dan President Tesla Club Indonesia, mereaksi keras terhadap langkah Polda Jatim yang menyita 14 unit mobil supercar mulai dari Ferrari, McLaren, Porsche, Aston Martin hingga Lamborghini itu. Pasalnya, penyitaan langsung dilakukan dari rumah pemilik dengan alasan tidak memiliki surat-surat resmi dan belum membayar pajak. Menurutnya, sebagian dari mobil-mobil tersebut diketahui mengantongi surat-surat resmi. Politisi Partai Nasdem ini sangat menyesalkan tindakan personel Polda Jatim yang memburu kelengkapan surat hingga ke rumah pemiliknya. Menurut Roni, begitu dia biasa disapa, tindakan Polda tersebut tidak lazim dan sewenang-wenang. "Malam-malam datang ke rumah orang. Sudah ditunjukkan surat-suratnya, masih saja dibawa (mobilnya)," cetus Ahmad Sahroni kepadaSurabaya Pagi, Rabu (18/12/2019). Tidak lazim yang disebut Roni adalah memeriksa kelengkapan surat resmi ketika mobil-mobil tersebut sedang tidak melintas di jalanan. Selain itu, para pemilik mobil tidak semuanya menggunakan mobilnya itu untuk kebutuhan transportasi sehari-hari. Kebanyakan, para pemilik mobil mewah ini kolektor dan pemilik yang hanya menggunakan mobilnya untuk kebutuhan balap di sirkuit. Lantaran itu, sambung Roni, tidak dibutuhkan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) sebagai syarat kendaraan bermotor untuk bisa dipakai di jalan umum atau jalan raya. Roni menambahkan, sepanjang tidak dikendarai di jalan umum, mobil mewah cukup mengantongi Form A. "Kalau mobil Form A tanpa STNK ketahuan dipakai di jalan umum, itu baru silahkan ditindak," paparnya. Untuk diketahui, Formulir A alias Form A adalah surat keterangan mengenai pemasukan kendaraan bermotor impor yang sudah dilunasi bea masuk dan pajak dalam rangka impornya, seperti PIB (Pajak Impor Barang), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PPh (Pajak Penghasilan), serta PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kalau ada Form A-nya, biasanya belum balik nama. Form A keluar karena impor dan resmi masuk Indonesia," tandas Roni. Sekali lagi mobil ini tidak bodong. Kapolda Jatim membuat publik menganggap ini bodong padahal tidak," imbuh Sahroni. Roni juga mengatakan, polisi dipersilahkan untuk melakukan upaya penyitaan bila menindaklanjuti delik aduan Bea Cukai yang melaporkan adanya mobil impor ilegal. Karena itu, lanjut Roni, Polda Jatim sebaiknya melakukan razia kendaraan bodong atau yang belum membayar pajak di jalan raya, bukan ke rumah dan langsung menyitanya. "24 jam razia dilakukan Polda Jatim (di jalan raya) itu berhak. Asal di jalan raya. Tapi kalau di rumah, dia tidak punya surat geledah, dan dalam proses penyitaan dengan mudah mobil langsung dibawa, saya nggak setuju," ucapnya. Logo ASC Sebelumnya, Ahmad Sahroni mengeluarkan klarifikasi melalui akun Instagram-nya, @ahmadsahroni88. Klarifikasi disertai foto Lamborghini berwarna merah dan emas itu. Pasalnya, Lamborghini Aventador yang disita Polda Jatim terdapat sticker bertuliskan ASC, yakni Ahmad Sahroni Club. "Saya klarifikasi sahabat semua... Mobil ini bukan mobil saya. Stiker ASC yang ada itu pada acara event BCI di Surabaya... Karena sponsor maka ditaruh stiker saya," tulis Sahroni di akun Instagramnya. Yang lambo berasap itu memang salah, surat stck nya nomer mesin dan nomer rangkanya pake nomer mobil nya Wiyang (yg dulu pernah laka dan menyebabkan tukang kooi meninggal) tapi ini tidak ada urusan dg wiyang. Krn pemilik lambo kebakar itu namanya hadi, beber Sahroni. Untuk diketahui, pada 29 November 2015 silam, mobil Lamborghini tipe LP 570-4 yang dikendarai Wiyang Lautner, warga Dharmahusada, mengalami kecelakaan Jl Manyar Kertoarjo Surabaya. Satu korban tewas dalam kejadian ini. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis lima bulan penjara dan denda Rp12 juta, subsider 1 bulan, terhadap Wiyang. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setiawan menanggapi hal itu. Menurutnya, stiker di kap mobil itu bukan berarti menunjukkan kepemilikan. Menurut dia, bisa jadi hanya stiker komunitas. "Identifikasi dalam stiker dalam mobil tidak menunjukkan kepemilikan, mungkin itu komunitas atau asosiasi, bukan kepemilikan," ujar Gidion di Mapolda Jatim, Surabaya, Rabu (18/12). Selain itu, Gidion menyebut, pemilik sejumlah mobil dari belasan supercar yang disita sudah menunjukkan bukti kepemilikan Form A dan Form B. Termasuk Lamborghini Aventador yang ada stiker ASC nya itu telah memiliki Form A. "Tapi (Form A) itu bukan (bukti) kepemilikan, karena belum menunjukkan siapa pemilik, tapi ke (bukti) dealer," terangnya. Akan Praperadilan Sementara itu, pemilik supercar yang disita Polda Jatim akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan praperadilan. Kuasa hukum salah satu pemilik supercar, Aga Khan, mengungkapkan langkah ini dilakukan karena penyitaan yang dilakukan aparat menabrak aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Aga mengaku mendampingi klien pemilik satu unit McLaren dan Porsche yang disita Polda Jatim. "Saya juga pengacaranya Brotherhood Club Indonesia yang diketuai Ahmad Sahroni," ujar Aga. Penyitaan yang dilakukan polisi melanggar KUHAP, Lanjutnya, karena tanpa klarifikasi melalui proses penyelidikan terlebih dahulu. Saat itu, mobil kliennya juga langsung diambil saat terparkir di rumah. "Langsung datang jam-jam malam, jam sepuluh, datang ke klien saya. Sekarang polisi bilang bahasanya mobil diamankan di Polda, padahal penyitaan suratnya," ujarnya. Aga menyebut, pengamanan ini semestinya dilakukan setelah adanya dugaan pelanggaran. Seperti tabrak lari dan yang serupa. Kalau pun dianggap bodong, semestinya diawali dengan proses penyelidikan kemudian penyidikan. "Penyelidikan kan fungsinya mengamati, mengklarifikasi, wawancara, BAP dulu. Begitu semestinya polisi," lanjutnya. Tak hanya itu, Aga menyebut semestinya polisi tidak bisa menyita supercar yang terparkir di rumah atau tempat lainnya karena alasan belum membayar pajak. Menurut Aga, ini menjadi urusan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Sedangkan jika dicurigai bodong, penyelidikan dan penyidikannya semestinya dilakukan oleh Penyidik PNS dari Bea Cukai. Bukan kepolisian. Aturan Penyitaan Pengertian dari penyitaan menurut Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah: .... serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Selanjutnya, dalam Pasal 39 KUHAP disebutkan: (1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah: 1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tndak pidana; 2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; 3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana; 4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana; 5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. (2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1). Sedang kewenangan penyitaan diatur dalam Pasal 38 KUHAP yang tertulis : 1. Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat; 2. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU