Pilgub dan Keris Tundung Madiun

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 03 Mar 2018 09:23 WIB

Pilgub dan Keris Tundung Madiun

SURABAYAPAGI.com, Madiun - Ya ya ya. Apa yang ada di benak Anda saat disebut kata Madiun? Pecel? Brem? INKA? Pakde Karwo? Atau apa lagi? Ya ya ya. Sejak Madiun masih bernama Purbaya, Kota Miring, Wonoasri, Gelang-gelang, Watan dan Timur di masa lalu, daerah ini selalu menjadi zona politik yang penting dan strategik dalam berbagai epos perpindahan dan perebutan kekuasaan di tanah Bang Wetan Jawa Timur ini. Ada semacam mitos politik, "Siapa yang mampu menguasai Madiun, dia akan memperoleh jalan untuk menguasai Jawa Dwipa bagian timur". Ah, sebegitukah? Ya ya ya. Kurang lebih sebegitulah. Dimulai pada masa Raja Medang i Poh Pitu, Rakai Watukura Dyah Balitung (899-911M) yang mencanangkan ekspedisi perluasan wilayah Kerajaan Medang ke Jawa Timur dan Bali. Langkah pertama yang ditempuh adalah bagaimana membedah Madiun dulu (ketika itu bernama Watan) sebelum menaklukkan Kerajaan Kanjuruhan di Malang untuk bisa terus mengembangkan sayap ke timur, hingga Bali. Kemudian Sri Isyana Tunggawijaya bersama suaminya Sri Lokapala (947M) yang berusaha membangun kembali kejayaan Medang akibat desakan Wura-wari dan Syailendra, memindah pusat kerajaan Medang dari Watugaluh (Jombang) pada zaman Mpu Sindok (929-947M) ke Watan untuk membangun dinasti Isyana hingga masa Dharmawangsa Teguh (991-1006M). Inilah barangkali masa kejayaan Madiun, menjadi pusat kerajaan Medang yang berkuasa di belahan bumi Jawa Timur dan Indonesia Timur selama 60 tahun, sebelum pecahnya peristiwa Mahapralaya yang mengakhiri kejayaan Medang akibat serangan pasukan koalisi Wura-wari dan Lwaran di tahun 1006. Ya ya ya. Akhir buat Medang bukanlah akhir buat Madiun. Dalam perjalanan sejarahnya tetaplah menjadi zona politik yang strategis dalam berbagai peristiwa perpindahan dan perebutan kekuasaan. Demi bisa membangun kembali kekuatan untuk merebut kekuasaan tanah Jawa dari tangan Raja Singasari Terakhir Shri Kertanegara (1268-1292M), Jayakatwang rela memindahkan kekuasaannya dari Kediri ke Madiun yang saat itu masyhur dengan sebutan Gelang-gelang di tahun 1271M. Sayangnya, ketika Jayakatwang berhasil menghancurkan Singasari dan membunuh Kertanegara di tahun 1292M, ia kembali memindah pusat kerajaannya dari Gelang-gelang ke Kediri. Padahal dari Madiun lah, dari Gelang-gelang lah Jayakatwang mampu menguasai Jawa Dwipa belahan timur. Hingga setahun kemudian, yakni 1293, Jayakatwang dan Kediri dihancurkan oleh pasukan koalisi Majapahit dan Tar Tar. Hingga tibalah masa perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak pasca meninggalnya Sultan Trenggono di tahun 1546M yang gugur dalam akpansinya ke Panarukan. Perebutan kekuasaan yang melibatkan Arya Penangsang, Joko Tingkir dan Pangeran Hardiri membawa Demak dalam suasana chaos politik selama 3 tahun. Joko Tingkir Sultan Hadiwijaya akhirnya memenangkan persaingan itu dan memindah kekuasaan dari Demak ke Pajang (1549-1582M). Tapi banyak kerajaan di Jawa Timur yang tidak bisa menerima sepenuhnya kekuasaan Sultan Hadiwijaya yang notabene hanya putera mantu Sultan Trenggono. Maka dengan keluasan hati Sultan Hadiwijaya dan kebijaksanaan Sunan Prapen sebagai mufti kesultanan pada masa itu, mengangkat Pangeran Timur Ronggo Jumeno, putera bungsu Sultan Trenggono menjadi penguasa Madiun (ketika itu bernama Purbaya) di tahun 1568M, dengan harapan bisa mengendalikan pergolakan di Bang Wetan melalui Madiun. Untuk memperkuat legitimasi simbolik kekuasaannya, sekaligus untuk menghindarkan Madiun mengalami tragika seperti pada masa Medang i Watan dan Gelang-gelang dan mengingat posisi zona politik Madiun yang strategis dari waktu ke waktu, Pangeran Timur Ronggo Jumeno memesan sebuah keris pusaka pada Empu Umyang putera Empu Supa yang masyhur kala itu. Pangeran Ronggo Jumeno meminta pada Empu Umyang untuk membuat keris pusaka sekelas Keris Kyai Sengkelat yang menjadi pusaka andalan Demak dan Pajang. Sebuah pusaka yang diharapkan mampu memperkuat simbol kekuasaan Madiun sebagai zona politik yang strategis, sekaligus pusaka yang mampu menjaga eksistensi Madiun agar tidak terusir lagi (ke-tundung bahasa Jawanya) seperti pada masa Medang i Watan dan Gelang-gelang. Maka kelak kemudian hari, keris pusaka buatan Empu Umyang yang dipersembahkan pada Pangeran Ronggo Jumeno itu dikenal dengan nama Keris Tundung Madiun. Maka terjadilah yang sudah terjadi. Entah karena mitos Keris Tundung Madiun itu atau karena kompleksitas kesejarahan politik yang menghendaki. Apa yang pasti, sejak saat itu, sejak Pangeran Ronggo Jumeno menjadi Bupati Madiun pertama (1568-1586M), sebagai zona politik strategis yang menentukan perpindahan dan perebutan kekuasaan di Jawa belahan Timur, Madiun tak pernah lagi zonder kekuasaan, tak pernah lagi kehilangan peran, tak pernah lagi ada kekuasaan di wilayah Madiun yang ke-tundung, terusir, runtuh, buyar. Kabupaten Madiun tetap eksis hingga sekarang. Meski sempat berkonflik dengan Mataram pada masa Panembahan Senopati di tahun 1586, kekuasaan Madiun tetap eksis karena akhirnya justru Panembahan Senopati menjadi menantu Pangeran Ronggo Jumeno setelah menikahi puterinya Retno Dumilah. Maka sejak saat itu, Madiun menjadi zona politik penting, menjadi zona titik balik tiap upaya penaklukkan bagi seluruh wilayah Bang Wetan (Jawa Timur). Baik pada masa Panembahan Senopati (1587-1601M), Panembahan Hanyokrowati (1601-1613M), Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645M) dan seterusnya dan seterusnya hingga sekarang. Maka lahirnya mitos itu, Siapa yang mampu menguasai Madiun, dia akan memperoleh jalan untuk menguasai Jawa Dwipa bagian timur". Ya ya ya. Maka sebagaimana dikutip oleh banyak media, dalam kunjungan kampanye Puti Guntur Soekarno ke Madiun 5/2/2018 yang lalu ia sampai mengeluatkan statmen, "Kita harus menang di sini, karena kita punya sejarah besar di Madiun ini". Sementara beberapa minggu kemudian Khofifah Indar Parawansa dalam kunjungannya ke Madiun (26/2/2018) juga mengeluarkan statment sebagaimana yang dipetik oleh banyak media, "Khofifah-Emil harus menang di tanah kelahiran Pakde Karwo ini. Karena kemenangan di sini akan menjadi awal kemenangan kita di Jatim". Nah nah nah. Bukankah Madiun tetap menjadi zona politik yang strategis dalam kontestasi Pilgub Jatim 2018 ini? Bukan semata karena Madiun adalah tanah kelahiran Pakde Karwo, sebagai Gubernur Jatim dua periode yang dianggap sukses yang membuat Pakde dianggap sebagai pendulum politik utama di Jatim yang keberpihakannya akan sangat berpengaruh besar pada jalannya kontestasi Pilgub. Bukan semata karena Madiun adalah tanah perbatasan yang anginnya akan membawa suara berhembus hingga ke ujung timur. Bukan semata karena penjual nasi pecel Madiun tersebar di seluruh penjuru Jatim yang setiap saat bisa menjadi jurkam kala sedang melayani pembelinya. Bukan pula semata karena Madiun adalah simbol geopolitik wilayah Mataraman yang akan sangat menentukan konjungtur peta politik. Lebih dari itu Madiun memiliki sejarah strategis dalam proses perpindahan dan perebutan kekuasaan di wilayah Bang Wetan sejak jaman dulu. Lebih dari itu Madiun memiliki Keris Tundung Madiun, sebuah pusaka yang memiliki nilai filosofis yang semestinya harus dipahami oleh setiap calon penguasa di bumi Jawa Timur. Tak peduli apakah itu Khofifah-Emil atau Gus Ipul-Puti. Pangeran Timur Ronggo Jumeno, bupati pertama Madiun dan sekaligus pemilik pertama Keris Tundung Madiun telah banyak mengajarkan melalui 18 tahun pemerintahannya, bagaimana seharusnya menjadi penguasa yang mampu mensejahterakan rakyatnya, mampu menjadi tauladan dan kebanggaan bagi rakyatnya, dan mampu menjadi pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya. Pangeran Ronggo Jumeno bukan hanya menyimpan dan mengagung-agungkan Keris Tundung Madiun semata hanya menjadi sebuah pusaka pendamping kekuasaan. Lebih dari itu adalah bagaimana ia mampu mengejawantahkan nilai-nilai dalam setiap luk Keris Tundung Madiun ke dalam praktek kekuasaannya yang legendaris, hingga membuatnya dikenang dan dibanggakan rakyat Madiun hingga sekarang. Selama 18 tahun masa pemerintahannya, Pangeran Ronggo Jumeno telah berupaya keras untuk menundung (mengusir) segala bentuk ketidakbaikan dari Bumi Madiun dan dari benak dan fikiran rakyatnya. Keris Tundung Madiun sesungguhnya hanyalah simbol tentang bagaimana Pangeran Ronggo Jumeno dengan segala tekad dan upayanya terus berusaha mengusir kemiskinan, kebodohan, kejahiliyahan akhlak, ketertinggalan, birokrasi yang korup dan lambat, kejahatan, ketakutan dan ketidakbaikan-ketidakbaikan yang lain dari Bumi Madiun. Semua itu harus di tundung, harus diusir dari Madiun. Dalam konteks Jatim, semua itu harus ditundung, diusir dari Bumi Jatim. Maka jika bisa mengusir kemiskinan dan mendatangkan kesejahteraan rakyat. Jika bisa mengusir kebodohan dan mendatangkan kecerdasan bagi rakyat. Jika bisa mengusir ketertinggalan dan mendatangkan kemajuan bagi kehidupan rakyat. Jika bisa mengusir kejahatan dan mendatangkan keamanan dalam keseharian hidup rakyat. Jika bisa mengusir birokrasi yang korup dan lambat serta mendatangkan birokrasi yang efektif dan transparan dalam melayani rakyat. Jika bisa mengusir ketidakbaikan-ketidakbaikan yang lain dan mendatangkan kemaslahatan-kemaslahatan bagi rakyat. Maka, sebagaimana Pangeran Ronggo Jumeno, siapapun Anda pasti akan menjadi sosok yang legendaris, dicintai dan dibanggakan oleh seluruh rakyat. Ya ya ya. Jadi baik bagi Khofifah-Emil ataupun Gus Ipul-Puti sebagai Cagub-Cawagub Jatim mendatang yang akan menggantikan Pakde Karwo Sang Putra Madiun, sesungguhnya sudah waktunya sekarang untuk beradu program dan gagasan tentang bagaimana mengusir segala ketidakbaikan dari Bumi Jatim dan dari hidup rakyat Jatim. Tidak lagi sibuk dengan aksi dan klaim dukung mendukung kekuatan yang mulai membuat jenuh rakyat. Sebagaimana Pangeran Ronggo Jumeno, semestinya kedua paslon harus belajar dari nilai-nilai Keris Tundung Madiun, yakni bagaimana kedua paslon hadir menjadi calon pemimpin yang legitimate karena memiliki gagasan yang afektif, konprehensif dan akseptabel tentang bagaimana mengusir atau menundung segala ketidakbaikan dari bumi dan dari kehidupan rakyat Jatim. Jadi siapakah yang akan mendapatkan Keris Tundung Madiun, Khofifah-Emil atau Gus Ipul-Puti ?! Kita lihat saja langkah-langkah strategik kedua paslon ini selanjutnya. Jreng jreng !. (Mochtar W Oetomo)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU