Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Politik Sontoloyo itu, Ojo Gumunan, Ojo Kagetan, lan Ojo Dumeh

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 24 Okt 2018 21:06 WIB

Politik Sontoloyo itu, Ojo Gumunan, Ojo Kagetan, lan Ojo Dumeh

Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Diantara Anda berdua, siapa yang paling diuntungkan?. Akal sehat saya mengatakan, posisi Anda Capres Jokowi yang paling menguntungkan. Artinya, dalam gelaran Pilpres 2019 ini, Anda Capres Jokowi bisa bertindak dalam satu kapasitas, yakni presiden sekaligus capres. Otomatis, Anda sebagai presiden bisa menyelipkan program-program kerja sebagai ajang promosi capres. Keuntungan ini tidak didapat Anda Capres Prabowo. Keuntungan semacam ini, karena konstitusi kita tidak mewajibkan seorang presiden incumbent cuti selama kampanye. Ketentuan ini saya simak pada Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam Pasal 301 tidak menyebutkan kewajiban presiden dan wakil presiden untuk mengambil cuti ketika maju kembali dalam pilpres. Dalam pasal ini disebutkan, presiden dan wakil presiden yang telah ditetapkan sebagai capres dan cawapres dapat berkampanye dengan memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden. Dalam bahasa marketing, kelebihan Anda Capres Jokowi menunjukan dirinya incumbent advantage, baik langsung atau tidak langsung, maupun sengaja atau tidak disengaja. Maka itu, saat terdaftar sebagai capres, Anda Jokowi bisa membuat pernyataan sebagai Presiden sekaligus kepala negara. Pernyataan terbaru, Anda telah mengungkap saat Pilpres 2019 ada politik sontoloyo. Pernyataan Anda ini membuat heboh dan multi tafsir. Siapa yang dimaksudkan politik sontoloyo? Anda Capres Jokowi kepada wartawan di ICE BSD, Tangerang, Banten, Rabu (24/10/2018) mendefinisikan politik sontoloyo adalah cara berpolitik yang tidak sehat jelang Pilpres 2019. Anda menjabarkan politik sontoloyo cara kampanye yang tidak sehat oleh politisi. Politik sontoloyo sebagai jurus untuk untuk mendapat simpati rakyat. Termasuk menyerang menyerang lawan-lawan politik dengan cara-cara tidak beradab, tidak beretika, tidak ada tata keramanya. Era seperti sekarang yang tidak seperti Orde Baru, definisi semacam yang Anda Capres Jokowi lakukan bisa menimbulkan pro-kontra. Artinya, Anda tidak bisa lagi memposisikan sebagai Soeharto, yang saat Orde Baru dikenal orang kuat dengan gaya otoriternya. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Dalam literature ilmu politik yang pernah saja baca ada ajaran Robert a Dahl (1994) bahwa arah demokrasi dikelompokkan ke dalam tiga tahap. Pasca reformasi seperti sekarang ini dianggap sebagai tahap demokrasi modern. Tahap seperti ini belum dijamin demokrasi yang berkepastian akan lebih maju atau sedang mencari sumber persamaan makna demokrasi. Maka itu, pernyataan Anda soal politik sontoloyo, tidak bisa dianggap hanya Anda yang bisa mendefinisikan secara benar. Sebagai jurnalis yang tidak partisan, saya ingin mengajak Anda Capres Jokowi, menyimak definisi kata sontoloyo yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia dan bahasa jawa, karena sejak saya masih kecil, kata ini akrab di komunitas orangf jawa keturunan Jogja. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), arti dari sontoloyo adalah Konyol, Tidak Beres, dan Bodoh. Ibu saya yang dari Jogja mengatakan, penggunaan kata sontoloyo untuk menyebut anak yang suka menggoda atau membuat orang tua jengkel. Dalam istilah Jawa, kata sontoloyo kadang dianggap sebagai umpatan sederhana atau pisuhan (sumpah-serapah) yang menggambarkan reaksi kejengkelan. Menggunakan terminology dari KBBI dan kebiasaan orang jawa yang dilakukan orangtua saya, menurut akal sehat saya, kata sontoloyo lebih pada pernyataan terhadap orang konyol atau tidak beres. Bung Karno, saat berkuasa pernah menggkritisi istilah islam sontoloyo . Perkataan Bung Karno ini dulu dianggap bukan sekedar otokritik, namun memiliki indikasi makian. Meminjam istilah Bung Karno, bahwa Islam Sontoloyo, adalah istilah yang digunakan sebagai otokritik Bung Karno pada kondisi penganut agama islam pada era 1940-an. Saat itu, menurut sejarah yang saya pelajari, penggunaan istilah Nasionalisme Sontoloyo dipandang sepadan untuk digunakan sebagai otokritik terhadap orang-perorangan maupun kelompok yang menganggap dirinya paling nasionalis namun senantiasa memfitnah orang islam sebagai komunitas berkumpulnya faham radikalisme dan teroris. Makanya, Soekarno, menolak kecenderungan apa yang ia sebut sebagai masyarakat onta atau pemeluk Islam Sontoloyo. Mengapa presiden pertama Indonesia itu kurang setuju Islam Sontoloyo? Sejarah mencatat Bung Karno, bapak proklamator Indonesia, ingin mengedepankan esensi atau substansi Islam daripada simbol-simbol Islam yang kaku.Hal ini dicatat sebagai wujud gairah keislaman Bung Karno saat itu. Bahkan Bung Karno dikenal sangat bergairah terhadap Islam pada zaman kemerdekaan. Berbagai gagasannya tentang Islam sangat relevan hingga kini. Antara lain, menghidupkan kembali jiwa Islam sebagai ajaran universal sebagaimana visi etik Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Oleh karena itu, ia menolak kecenderungan apa yang ia sebut sebagai masyarakat onta atau Islam Sontoloyo. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Saya mengerti Anda Capres Jokowi, adalah petahana yang ingin kembali menjadi Presiden RI periode 2019-2025. Sebagai warga Negara yang berambisi memimpin negeri berpenduduk 260 juta, menurut akal sehat saya, wajar Anda mengingatkan tentang topic kampanye untuk tidak memecah belah. Anda menawarkan pada competitor Pilpres 2019 sekarang untuk berkampanye yang mengedepankan adu gagasan dan prestasi. Ajakan Anda ini menurut akal sehat saya menarik tetapi tidak realistis. Pertama, rival Anda, tidak pernah menjadi presiden seperti Anda. Makanya, tidak mungkin menonjolkan prestasi kerja seperti Anda. Soal gagasan, bisa jadi competitor Anda memiliki. Baik gagasan membangun perekonomian, sosial, politik dan budaya. Maklum, sebuah gagasan adalah ide dan pemikiran dari seorang capres bersama cawapres dan tim suksesnya. Pertanyaannya, apakah selama ini ada elite partai politik yang menggunakan kampanye-kampanye berupa politik adu domba, politik pecah belah, politik kebencian, dan sebagainya? Bila ditemukan, mengapa tidak dilaporkan ke Bawaslu dan KPU. Akal sehat saya mengatakan jangankan Capres dan Cawapres, tiap warga Negara Indonesia memiliki kesempatan untuk menawarkan gagasan-gagasan membangun negeri ini dengan berbagai konsep. Rival Anda membentuk koalisi adil dan makmur. Menurut Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso visi, misi dan program competitor Anda hasil kolaborasi pemikiran-pemikiran Presiden Sukarno, Soeharto, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Maklum, Tim Capres Prabowo ada Kwik Kian Gie yang dikenal sangat Sukarnois, bersama Rachmawati puteri kandung Soekarno. Konsep ekonominya digabung dengan pemikiran Soeharto tentang konsep trilogi pembangunan. Sedangkan, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily menyatakan, Anda Capres Jokowi, ingin memajukan Indonesia yaitu terwujudnya Indonesia maju berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Total ada sembilan misi yaitu Peningkatan kualitas manusia Indonesia, Struktur Ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing Pembangunan yang merata dan berkeadilan, Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan, Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa, menegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermatrabat dan tepercaya, Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pasa seluruh warga, Pengelola pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya dan Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan. Sembilan misi ini Anda nyatakan bagian dari upaya percepatan, pengembangan, dan pemajuan Nawa Cita I yang tetap konsisten menerapkan Trisakti sebagai pijakan strategis operasionalnya. Akal sehat saya menilai, visi, misi dan program Anda berdua sama-sama membangun Indonesia yang majemuk. Bedanya cara pandang dalam melihat rakyat Indonesia sekarang yang ada ketimbangan ekonomi dan sosial. Sampai semalam saya tidak tahu siapa politisi yang layak dianggap sontoloyo? Mengingat, Anda Capres Jokowi, tidak pernah menyebut sosok politisi sontoloyo yang sebenarnya. Sebagai orang keturunan jawa, saya ingin memberi masukan pada Anda berdua untuk mempraktikkan pepatah jawa kuno ojo gumunan, ojo kagetan, lan ojo dumeh. Anda jangan Oo gumunan, untuk tidak heran dengan istilah sontoloyo yang tidak jelas siapa yang sontoloyo. Apalagi kagetan (ojo kagetan) dan mentang-mentang (ojo dumeh). Akal sehat saya mengatakan, Anda berdua untuk tidak mudah kagum atau heran politik sontoloyo yang belum pasti siapa yang pantas dijuluki politisi sontoloyo. Bagi saya politik sontoloyo itu bukan berpolitik dengan cara tidak sehat, tetapi berpolitik yang mengabaikan falsafah Jawa yaitu ojo gumunan, ojo kagetan, lan ojo dumeh. Piye Pak Jokowi dan Pak Prabowo?. Setuju. Gitu saja kok repot, pesan Gus Dur. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU