Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Politisi Tua Mengapa Masih tak Tahu diri…

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 04 Des 2018 21:02 WIB

Politisi Tua Mengapa Masih tak Tahu diri…

Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Amien Rais, politisi PAN, pada bulan April 2019 mendatang, sudah berusia 74 tahun. Amien, beda satu tahun dari Cawapres Maruf. Sementara Megawati, pada bulan Januari 2018 lalu telah memasuki usia 71 tahun. Sedangkan Ketua Umum NasDem, Surya Paloh, kini berusia 67 tahun. Lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Umum Partai Demokrat September 2018 lalu menginjak usia ke 69 tahun. Ini berarti diantara tokoh politisi senior, hanya Amien Rais, elite parpol tertua. Anda Capres Prabowo, tahun 2019 nanti sudah berusia 68 tahun. Sedangkan Anda Capres Jokowi, tahun depan berumur 58 tahun atau lebih muda 10 tahun dari Capres Prabowo. Praktis, para politisi senior ini lahir dari dekade 1940-an sampai 1970-an. Mereka sampai tahun 2019 ini telah diidentifikasikan generasi tua yang paling sibuk berebut kekuasaan. Termasuk Anda berdua. Kok tidak sungkan dengan generasi lebih muda, terutama generasi milenial. Dengan dominasi politisi tua masih manggung di pelataran politik, asumsi klasik bahwa junior akan secara otomatis mengikuti kehendak senior, realita sekarang sudah usang. Saya mengamati, saat ini, tidak banyak generasi milenial yang tampil di panggung politik, kecuali anak-anak muda yang berkumpul di PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Praktis, saya menyimak, mayoritas generasi milenial memilih mencari jalan sendiri dalam mengaktualisasikan dirinya diluar ladang politik praktis. Beda dengan anak SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersama Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), yang turut serta dalam dunia politik Indonesia. Selain, Puan Maharani, putri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Bahkan Mantan ketua Partai Amanat Nasional Amien Rais menempatkan keempat anaknya sebagai calon legislator dari Partai PAN. Mereka Ahmad Hanafi Rais, Hanum Salsabiela Rais, Ahmad Baihaqy Rais dan Mumtaz Rais menantu Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Ada lagi Prananda Surya Paloh merupakan putra tunggal dari politisi dan pebisnis media sekaligus Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Prananda tergabung dalam anggota DPR RI Komisi I - Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika Alat Kelengkapan Dewan: Badan Kerja Sama Antar Parlemen. Prananda merupakan anggota Fraksi NasDem. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Anda berdua pasti mendengarIndonesianist terkemuka Ben Anderson (almarhum). Menurut Ben, revolusi Indonesia tahun 1945-1948, digerakkan oleh mereka yang berusia antara 18 sampai 25 tahun. Tidak ada yang berusia diatas 50 tahun. Logika menggunakan tesis Ben Anderson, sebenarnya di zaman apapun, lebih khusus lagi di masa sekarang jaman now, tidak ada tempat bagi aspirasi konservatif. Maka itu, menurut akal sehat saya, politisi tua seperti Amien Rais, yang Doktor ilmu politik, seolah lupa sejarah, bahwa selalu ada kesenjangan, lebih tepat lagi ketegangan antargenerasi di negeri ini. Salah satu yang paling gamblang, adalah ketegangan antara generasi 1966 yang sangat pro rezim Orde Baru, berhadapan dengan generasi Malari (1974), yang mulai bersikap kritis terhadap Orde Baru. Sejarah mencatat, generasi Malari telah menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk terus melawan rezim Orde Baru, hingga Soeharto benar-benar turun pada Mei 1998. Nah, kini bila generasi 1966 saja sudah diabaikan, bisa dibayangkan bagaimana kondisi generasi yang lebih lampau, yaitu Generasi yang lahir sekitar tahun 1945, seperti Amien Rais. Nyatanya, sekarang ini, Amien Rais, mendapat olok-olokan disana-sini, sehingga saya mencatat citranya yang tahun 1998 mengaum, kini seperti diliputi suasana suram. Makanya saya terkejut saat bertemu aktivis mahasiswa dari Malang. Dalam pandangannya, rasa masih tidak menolak mentah-mentahan Generasi 45, itu lebih karena rasa belas kasihan, bukan karena performa Generasi 45. Apalagi saat Generasi 45 selalu membanggakan semangat nasionalismenya, Ironisnya semangat nasionalisme itu mereka hanguskan sendiri, melalui serangkaian pelanggaran HAM, dengan Soeharto sebagai representasinya. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Dengan data-data yang saya sebut diatas, saya mencatat iklim demokrasi di Indonesia, trennya cenderung diwarnai enam fenomena buruk yaitu dinasti, patronase, klientilisme, transaksional, popularitas dan politisi tua yang tak tahu diri. Pertanyaannya, apakah politik Indonesia, pada periode Pileg dan Pilpres 2019 ini, masihkah mengikuti gelombang di seluruh dunia?. Maruf maju sebagai Cawapres berusia 75 tahun, usia yang hampir sama dengan Donald J Trump, saat terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Amien Rais, sayang tidak menjadi Capres di usia 74 tahun. Bila mencapreskan, Amien bisa meniru Trump dan Mahathir. Padahal, saat ini, tercatat dari 196 juta pemilik suara, sekitar 100 juta pemilih adalah kaum muda. Pertanyaannya, apakah pemilih-pemilih muda mau mencoblos wajah politisi-politisi tua yang saya sebutkan diatas. Atau malah memilih politisi muda anak politisi gaek, sekelas AHY, Ibas dan Puan. Hasil bergaul dengan politisi-politisi tua di Surabaya, akal sehat saya mengatakan, senioritas di partai politik tampaknya belum banyak yang memberi ruang terbuka bagi politisi muda. Di Elmi Hotel misalnya, bila malam yang nongkrong di restoran hotel kawasan Jl. Panglima Sudirman, masih kelompok politisi tua yang lebih dominan. Teman saya seorang psikolog dari Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya mengidentifikasi, ciri-ciri orang tua cenderung egois, suka bersikap arogan dan mau menang sendiri. Bahkan ada kecenderungan, orang tua yang tidak tahu diri alias masih berpolitik acapkali menganggap dirinya paling benar dan paling berpengalaman. Makanya politisi tua umumnya tak mau mendengar pandangan anak muda, karena anak muda dianggap anak atau cucunya. Misal, Amien Rais, politisi yang tahun 1998 saya kagumi, kini dengan usia yang sudah sepuh, saya sesali kok kurang tahu diri, mundur dari kegiatan politik praktis?. Penyesalan saya ini terkait dengan pandangan bahwa seorang pemimpin dan negarawan sejati sesungguhnya adalah orang yang tidak lupa diri melainkan senantiasa mawas diri. Artinya, mawas diri terhadap kualitas pribadinya, tugas yang diembannya dan kecintaan terhadap rakyat, bangsa dan negara yang di pimpinnya. Pemimpin politik yang negarawan, menurut almarhum ayah saya yang politisi PNI, adalah orang yang tahu diri tentang kapasitas dirinya, kerelaan diri mau berkorban demi orang lain dan melupakan kepentingan diri sendiri?. Maka itu, saya meski sudah berusia 62 tahun, tidak rela pemimpin negeri ini diisi oleh politisi gaek. SBY, Prabowo, Amien Rais, Megawati, Wiranto, dan Surya Paloh adalah pemimpin partai yang berkarir sejak zaman Orde Baru. Meski Orba sudah tumbang, politisi-politisi tua ini masih juga belum kunjung menyingkir dari kancah politik. Semuanya pernah mencoba menjual diri sebagai calon presiden, kecuali Surya Paloh dan Amien Rais. Saat saya menutup tulisan saya ini, sempat terpikir hai politisio tua mengapa Anda belum selesai dengan ambisi politik kekuasaan. Mengapa Anda-anda belum kunjung legowo untuk menikmati hari tua momong cucu. Padahal Anda, politisi tua adalah termasuk aging politicians, politisi lanjut usia atau politisi yang sudah dimakan umur. Dalam kancah ilmu politik, terminologi yang lebih umum politisi tua adalah gerontokrasi. Istilah ini dari kosakata Yunani geront, berarti orang tua atau orang lanjut usia. Geront + kratia (kekuasaan) berarti keadaan politik dan pemerintahan di mana yang berkuasa orang-orang yang secara signifikan lebih tua dibandingkan rata-rata populasi dewasa. Anda politisi tua yang masih tidak mau mundur pada hakikatnyamenghalangi mobilitas vertikal politik politisi generasi lebih muda. Subhanalloh. ([email protected],bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU