Presiden Siapkan Rp 104 Triliun untuk Vaksin Gratis

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 16 Des 2020 21:11 WIB

Presiden Siapkan  Rp 104 Triliun untuk Vaksin Gratis

i

Ilustrasi karikatur

 

Jokowi bersama Dokter IDI se Indonesia Pelopori di Vaksin Lebih Awal. Pemberian Vaksin akan Dimulai Januari 2021

Baca Juga: Ditanya Soal Hasil Pilpres, Menkes Ketawain Jokowi

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Presiden Jokowi, bikin gebrakan jelang tutup tahun 2020. Keputusan vaksin gratis diambil setelah Jokowi menerima masukan dari berbagai kalangan.

Dan ini merupakan kesekian kalinya Jokowi mengubah arah kebijakannya secara tiba-tiba.

Dalam urusan vaksin, Presiden umumkan dua hal terkait pandemi corona. Pertama, ia memastikan akan ikut vaksin pertama untuk memberi contoh rakyatnya agar tidak grogi terhadap vaksin. Kedua Jokowi mengumumkan pemberian vaksin corona secara gratis bagi masyarakat. Ini menghapus kekhawatiran sejumlah pengamat tentang biaya vaksin yang bebani rakyat.

Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, untuk memprioritaskan dan merealokasi anggaran agar vaksin tersedia untuk seluruh masyarakat. "Hari ini (kemarin, red) saya ingin menyampaikan perkembangan vaksin Covid-19. Jadi setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," ucapnya, Rabu (16/12/2020)

 

Penerima Pertama Vaksin

Presiden Joko Widodo memastikan akan menjadi penerima pertama vaksin Covid-19 di Indonesia. Suntikan pertama vaksin Covid-19 di Indonesia . Suntikan vaksin pertama kepadanya diharap memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman. “Saya juga ingin tegaskan lagi nanti saya yang akan menjadi penerima pertama divaksin pertama kali,” ujar Jokowi saat konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/12).

Presiden pun menginstruksikan seluruh jajaran kabinet Kementerian dan Lembaga, serta pemerintah daerah untuk memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021. “Saya juga menginstruksikan dan memerintahkan kepada Menkeu untuk memprioritaskan dan merealokasi dari anggaran lain terkait ketersediaan dan vaksinasi secara gratis ini sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin,” jelas Jokowi.

 

70 Persen Rakyat di Vaksin

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan setidaknya 70 persen warga Indonesia harus disuntik vaksin virus corona (Covid-19) agar tercipta kekebalan populasi atau herd immunity.

Jokowi mengatakan pemberian vaksin akan dimulai Januari 2021. "Minimal kurang lebih 67 persen, 70 persen penduduk harus divaksin. Artinya, 182 juta yang harus divaksin," kata Jokowi saat menyerahkan Bantuan Modal Kerja di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (16/12/2020).

 

Dokter-dokter IDI Juga Siap

Bukan cuma Presiden Jokowi yang siap menjadi target pertama penerima vaksin Covid-19. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih, Senin (14/2) juga menyatakan dokter-dokter anggota IDI siap menjadi target pertama vaksinasi Covid-19. "Kalau Bapak Presiden menyampaikan sudah bersiap menjadi bagian yang pertama disuntik, IDI juga bersedia menjadi salah satu yang siap pertama dilakukan penyuntikan," kata Daeng.

Ia mengatakan bahwa IDI mendukung program vaksinasi yang akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengendalikan penularan SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-19. Dokter-dokter anggota IDI, ia mengatakan, siap menjadi penerima pertama suntikan vaksin Covid-19 yang penggunaannya sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Daeng mengklarifikasi berita yang menyebutkan bahwa organisasinya menolak vaksinasi Covid-19. Ia mengatakan pemberitaan itu bisa mempengaruhi kepercayaan publik terhadap program vaksinasi pemerintah

 

Teknologi untuk Vaksinasi

Pemerintah menargetkan bisa memberikan vaksin kepada 107 juta rakyat Indonesia. Belum ada kepastikan dari jumlah tersebut berapa banyak vaksin yang akan nantinya akan digratiskan dan bagaimana dengan kelanjutan vaksin mandiri atau bayar sendiri oleh masyarakat.

Meski sudah memiliki kemampuan dan pengalaman menggelar program vaksin nasional, vaksin bagi ratusan juta orang bukan perkara mudah. Bahkan untuk mencapai herd immunity dengan memvaksin 70 persen populasi atau sekitar 170-180 juta orang dibutuhkan bantuan teknologi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah membutuhkan teknologi yang memadai untuk dapat melakukan vaksinasi kepada 180 juta penduduk Indonesia. Sri Mulyani menyatakan keberadaan teknologi yang memadai dibutuhkan dalam rangka memastikan vaksinasi yang dilakukan telah sesuai dengan target pemerintah.

Baca Juga: Menkes Tertawa, Jokowi Pilih Ketua Indonesia, Bukan Ketum Golkar

“Bayangkan kalau lebih dari 180 juta orang akan divaksin dan mereka divaksinnya tidak sekali berarti kita akan membutuhkan sebuah teknologi,” katanya dalam acara virtual Indonesia Digital Conference.

Sri Mulyani menjelaskan nantinya teknologi tersebut digunakan untuk melalukan tracking terhadap orang yang akan dilakukan vaksinasi sebanyak dua kali melalui ketersediaan data. “Untuk tracking mereka yang divaksin selama dua kali dalam periode tertentu dan mengetahui keberadaannya by name, by NIK, by number supaya kita tahu,” ujarnya.

 

Kalkulasi Anggaran Vaksinasi

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, pihaknya masih terus melakukan kalkulasi mengenai anggaran vaksinasi di tahun depan. Menurutnya, hal ini dilakukan agar perhitungannya lebih tepat.

“Masih akan terus direview dan update perhitungannya berdasarkan perkembangan terbaru dan dinamis oleh Kemenkes,” ujar Askolani di Jakarta, Rabu (16/12).

Dalam APBN tahun 2021, alokasi anggaran untuk pengadaan vaksin sebesar Rp 18 triliun, program vaksinasi Rp 3,7 triliun, dan pengadaan sarana dan prasana penunjang sebesar Rp 1,3 triliun. Sehingga totalnya sebesar Rp 23 triliun.

Tapi untuk anggaran program vaksinasi secara gratis bagi seluruh masyarakat diprakirakan mencapai sebesar Rp 104 triliun.

 

Kemenkeu Koordinasi Kemenkes

Namun menurut Askolani, bisa saja dilakukan realokasi jika memang anggaran tersebut dirasa kurang mencukupi. Namun hal ini dilakukan berdasarkan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan. “Nanti akan kami antisipasi berdasarkan kebutuhan update yang akan dikoordinasikan oleh Kemenkes,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menjelaskan, pemerintah masih memiliki potensi penambahan anggaran sebesar Rp 10 triliun untuk anggaran vaksin COVID-19. Dana ini berasal dari cadangan di bendahara umum negara.

“Sehingga pada tahun 2021 kita bisa anggaran sebesar Rp 33 triliun,” kata Said.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Anggarkan Bantuan Beras Rp 8 Triliun di Kuartal I 2024

Berdasarkan perhitungannya, Said memperkirakan anggaran program vaksinasi secara gratis bagi seluruh masyarakat sebesar Rp 104 triliun. Nah untuk memenuhi anggaran ini, menurutnya pemerintah perlu melakukan realokasi anggaran dari belanja barang kementerian/lembaga ataupun dana transfer ke daerah.

“Terhadap kebutuhan anggaran Rp 104 triliun tersebut saya minta pemerintah melakukan realokasi n refocusing terhadap belanja barang K/L dan dana transfer ke daerah,” jelas dia.

“Beberapa alternatif anggaran yang bisa direalokasi adalah biaya biaya pertemuan/seminar atau perjalanan dinas, mengingat kita masih menjalani masa PSBB transisi di beberapa wilayah sebagai upaya pengendalian COVID-19,” tambahnya.

 

Vaksinasi di Surabaya

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini memastikan bahwa pengadaan vaksin akan dilakukan di Kota Surabaya tidak berbayar alias gratis. Hal itu disampaikan ketika menerima kunjungan dari Kantor Staf Presiden pada, Rabu (16/12/20). "Tadi (kemarin, red) sudah disampaikan oleh KSP, bahwa Presiden Indonesia, Pak Joko Widodo sudah memastikan bahwa pengadaan vaksin gratis untuk seluruh penduduk Indonesia," ungkapnya.

Risma memaparkan bahwa Pemerintah Pusat sudah memiliki peraturan soal skala prioritas penerima, artinya Pemkot Surabaya tidak akan menggunakan dana APBD. "Kita nggak menggunakan uang dari APBD. Nanti ada pengaturan dari Pemerintah Pusat, misal yang didahulukan tenaga kesehatan, dan seterusnya," terangnya.

Lanjutnya, Risma menjelaskan bahwa Pemerintah Pusat sudah meluncurkan data tentang siapa saja yang akan diutamakan. Penentuan tersebut didasarkan pada berbagai hal, salah satunya dari segi usia. "Jadi sudah dijelaskan siapa saja yang akan menerima. Tetap diutamakan tenaga kesehatan," ungkapnya.

Atas keputusan vaksin tidak berbayar tersebut, Risma mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengatur pendanaan lagi dan  mengaku sudah memiliki pengaturan pendanaan dari CSR.

"Dari segi CSR pendanaan juga sudah. Tinggal diarahkan dan dikeluarkan. Bisa hemat. Masih banyak yang harus dipikirkan," jelasnya.

 

Namun, Risma menegaskan meski vaksin sudah ada, namun pandemi belum berakhir. Sehingga ia meminta warga untuk tetap disiplin dan menjaga protokol kesehatan. "Harus seperti biasa, Jaga jarak, pakai masker, cuci tangan. Aku lihat di beberapa negara, aku baca setelah vaksin mereka tetap 3M, cuci tangan, masker dan jaga jarak tetap dilakukan. Jadi bisa menurun," pungkasnya n erc/jk/byt/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU