Prof Nur: Perkara Cen Liang vs Teguh Kinarto, Murni Pidana!

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 23 Okt 2018 09:21 WIB

Prof Nur: Perkara Cen Liang vs Teguh Kinarto, Murni Pidana!

SURABAYAPAGI.com, Surabaya Kasus penipuan terhadap kongsi pasar turi yang diduga dilakukan oleh Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry Jocosity Gunawan alias Cen Liang, pada persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri (PN), Senin (22/10/2018), dibongkar oleh Guru Besar Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Guru Besar FH Unair itu adalah Prof. Dr. Nur Basuki SH, M.Hum yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya Darwis dan Harwaedi sebagai ahli pidana. Prof Nur Basuki membeberkan unsur-unsur pidana penipuan yang dilakukan oleh Cen Liang untuk melakukan penipuan terhadap tiga kongsinya Teguh Kinarto, Heng Hok Soei alias Asoei dan Widji. Dalam keterangannya di depan majelis hakim yang diketuai Anne Rusiana, Prof Nur Basuki membedah unsur pidana penipuan yang dilakukan terdakwa Cen Liang melalui contoh kasus yang berkaitan dengan perkara ini. Menurut Nur Basuki, Tindak pidana penipuan memiliki dua unsur, yakni objektif dan subjektif. Dari keterangan secara abstrak, ahli pidana ini menyimpulkan adanya perbuatan pidana penipuan yang dilakukan terdakwa Cen Liang. Menurutnya, tiga pengusaha asal Surabaya itu menjadi korban rangkaian kata bohong, tipu muslihat dengan menggunakan nama palsu dan martabat palsu, sehingga para korban tergerak untuk menyerahkan modal dengan janji mendapatkan saham dan keuntungan. "Jadi saat ada kata bohong yang sebenarnya tidak ada dan tidak sesuai fakta, kemudian menyebabkan seseorang tergerak hatinya untuk menyerahkan uang, maka itu sudah termasuk penipuan," terang Nur Basuki menjawab pertanyaan jaksa Darwis pada persidangan diruang Cakra, PN Surabaya, Senin (22/10/2018). Tipu Muslihat Nur Basuki juga menjawab secara tegas terkait pertanyaan yang diajukan Agus Dwi Warsono selaku tim pembela terdakwa Henry yang menanyakan apakah ada rangkaian kata bohong yang dilakukan kliennya, terkait ajakannya pada para kongsi untuk menyetorkan modal saham ke perusahaan terdakwa dan selanjutnya dibuatkan akte kesepakatan Nomor 18 Tahun 2010 untuk menegaskan bagian sahamnya. "Perlu untuk diuji apakah dalam kasus jual beli saham ini apakah terdakwa benar benar memiliki saham di perseroan itu. Jika bukan sebagai pemilik dan pemegang saham maka itulah tipu muslihatnya, yakni bukan pemilik dan pemegang saham tetapi mengaku pemegang saham seperti yg ditunjukkan di Akte Nomor 18 itu," tegas Nur Basuki menjawab pertanyaan tim pembela terdakwa Cen Liang. Kasus Perdata Dimentahkan Pertanyaan tim pembela Cen Liang pun menyoal kasus pidana yang disidangkan ini berdasarkan bukti-bukti dalam perkara perdata yang sudah dimenangkannya dimentahkan oleh Nur Basuki. Guru besar FH Hukum Unair ini menerangkan, bukti berupa Bilyet Giro (BG) yang diserahkan terdakwa Henry dan kesepakatan penyelesaian tahun 2013 yang dipakai sebagai alat bukti di perkara perdata tidak ada pengaruhnya dengan perkara pidana yang saat ini sedang disidangkan. "BG itu adalah salah satu bentuk jaminan saja dan diberikan atas prestasi yang belum diserahkan oleh terdakwa di Akta Nomor 18. BG disini adalah jaminan dan bukan alat pembayaran dan jika ada tipu muslihat sebelum Akte 18 tahun 2010 itu, maka kesepakatan penyelesaian termasuk adanya BG tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap pidana nya," terang Nur Basuki. Harus Melalui RUPS Sementara terkait dengan realisasi saham yang dijanjikan kepada korban diperusahaan terdakwa dianggap Ahli tidak sah. Dimana saat melakukan perubahan kepemilikan saham, harus dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang selanjutnya harus dilaporkan ke Ditjen AHU Kementerian Hukum & HAM. "Perubahan kepemilikan saham itu bisa dilihat dari keputusan RUPS dan harus ada disetujui oleh ditjen AHU baru sah namanya," ungkap Nur Basuki menjawab pertanyaan dari terdakwa Henry. Klaim Cen Liang Dimentahkan Tak puas dengan jawaban Ahli pidana ini, Bos PT.GBP kembali mengelak dengan menyebut jika kesepakatan yang dibuat sudah terpenuhi dengan bukti adanya realisasi dimasukannya para kongsi ke dalam manajemen PT.GBP. Namun pertanyaan Cen Liang itu kembali dimentahkan Prof Nur Basuki. "Pak Henry, manajemen dan pemegang saham itu hal yg berbeda, jadi manajemen belum tentu pemegang saham begitu juga sebaliknya. Dan lagi jika itu sudah dipenuhi sesuai akte no.18 maka tentunya tidak perlu lagi kan notulen penyelesaian yang sampai sekarang tidak diterima," ucap Nur Basuki yang seolah mengajari hukum yang benar kepada Cen Liang, yang sontak disambut anggukan kepala Cen Liang, sebagai tanda kata sepakat atas jawaban ahli pidana tersebut. Murni Pidana Terpisah saat ditemui setelah persidangan, kuasa hukum pelapor Tonic Tangkau menyatakan bahwa perkara ini sudah jelas memiliki delik pidana penipuan dan bukan perdata. Karena sejak awal terdakwa berusaha meyakinkan korban agar memberikan modal dengan menggunakan rangkaian kata bohong dimana terdakwa mengatakan adalah owner / pemilik PT.Gala Bumi Perkasa. "Faktanya pada saat kesepakatan awal permodalan ini dibuat tanggal 23 maret 2010 terdakwa tidak memiliki kapasitas baik selalu pengurus, pemilik atau pemegang saham di PT.GBP", ujar nya. Hal ini menurut Tonic adalah perbuatan dengan menggunakan title palsu melawan hukum untuk menguntungkan diri sendiri. Sedangkan mengenai pengakuan terdakwa sudah melakukan prestasi yang dijanjikan nya itu dalam berbagai akte dan kesepakatan lanjutan menurut Tonic adalah juga janji janji lagi yang tidak ada realisasinya. "Prestasi yang mana yang dipenuhi, justru laporan pidana kepada terdakwa ini karena tidak terpenuhi nya janji yang dituangkan nya di dalam kesepakatan di 23 maret 2010 itu sampai saat ini, baik saham maupun gudang nya," pungkas Tonic Persidangan perkara ini akan dilanjutkan, Rabu (24/10/2018) esok dengan agenda kesaksian dari JPU. Seperti diketahui kasus penipuan dan penggelapan oleh Henry J Gunawan bos PT.Gala Bumi Perkasa ini dilaporkan oleh 3 orang kongsi nya yang dirugikan senilai 240 miliar lebih. Henry didakwa dengan pasal 378 dan 372 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Sebelumnya Henry juga telah diputus bersalah dalam kasus penipuan terhadap pedagang pasar turi dan divonis 2,5 tahun dan juga divonis 2 tahun pada putusan banding nya pada kasus penipuan tanah di Claket Malang. bd

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU