Reklame Semerawut, Pajaknya Rp 133 M

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 31 Jan 2019 14:26 WIB

Reklame Semerawut, Pajaknya Rp 133 M

Findia, Wartawan Surabaya Pagi SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Meski penataan reklame di kota Surabaya semakin semerawut, namun pendapatan Pemkot Surabaya dari sektor ini cukup banyak. Selama 2018, pajak dari reklame mendapatkan Rp 133 miliar. Lantaran dianggap berpotensi, target pajak reklame dinaikkan menjadi Rp 141 miliar. "Tahun 2018, 133 miliar, dan 2019 targetnya sebesar Rp 141 milyar," kata Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya, Yusron Sumartono, dikonfirmasi Surabaya Pagi, Rabu (30/1/2019). Disinggung soal reklame yang semrawut, Yusron mengatakan pihaknya tidak tinggal diam. Justru DPPK mengawasi biro reklame secara ketat. Pembayaran pajak oleh biro reklame harus sesuai kententuan. Sanksi yang diberikanpun tak main- main. Mulai dari penurunan iklan, hingga pembongkaran reklame. "Biro kalau nakal sudah langsung diberi tanda silang. Disuruh bayar pajak. Kalau gak bayar diturunkan. Dan kalau mengajukan perpanjangan syaratnya bayar pajak, karena kalau tidak mengajukan perpanjangan ya harus dibongkar," tambah Yusron. Meski pengawasan pajak reklame makin ketat. Namun banyak reklame yang dipasang semerawut. Seperti berada di sekitar flyover Pasar Kembang. Di kawasan ini, banyak reklame yang terpasang secara tak beraturan. Selain itu, beberapa reklame kontruksinya menancap pada bangunan warga. Bahkan, merobos atap rumah, sehingga keselamatan warga menjadi terancam. Mengetahui hal tersebut, Agus Winoto, Sekretaris Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur membantah. "Mana ada yang semrawut? Semua sudah tertata. Bahkan Surabaya jauh lebih baik daripada kota lain kok," ungkap Agus dikonfirmasi secara terpisah, Rabu (30/1) kemarin. Agus menilai jika reklame yang terpasang semuanya sudah berijin. Dan mengenai lokasi yang berada di pemukiman warga, Agus mengatakan pihaknya terpaksa. "Karena Pemkot sudah tidak memberi lahan untuk bisa bangun reklame lagi. Terpaksa kami sewa lahan warga meskipun lebih mahal dan beresiko," jelas Agus. Agus mengeluhkan biaya yang dikeluarkan dengan keuntungannya tidak sesuai. Biaya pendirian reklame cukup tinggi, di kisaran Rp 250 hingga Rp 750 juta. Ditambah dengan tingginya pajak yang dibayarkan sekitar Rp 50 hingga 150 juta. Dengan tingginya pajak yang dibayarkan, Agus berharap agar Pemkot dapat mempermudah persyaratan pembuatan reklame baru. Selain itu juga mempercepat proses perijinannya. "Industri ini gak seperti dulu, yang bisa ambil untung sampai ratusan juta. Jadi paling tidak Pemkot membantu meringankan persyaratan kita lah. sama mempercepat proses perijinan. Kalau begini terus, bisa bisa semua reklame tutup," jelas Agus. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU