Home / Surabaya : Kebijakan Walikota Tri Rismaharini itu Dinilai tak

Revitalisasi Tunjungan Dikeluhkan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 03 Jan 2019 08:34 WIB

Revitalisasi Tunjungan Dikeluhkan

Prila Sherly, Noviyanti Tri, Tim Wartawan Surabaya Pagi Revitalisasi Jalan Tunjungan yang dilakukan Walikota Surabaya Tri Rismaharini, mulai dipertanyakan publik. Pasalnya, kebijakan itu dinilai tak memberi dampak ekonomi bagi warga. Padahal kawasan ini merupakan segitiga emas pusat perdagangan kota Surabaya, mulai dari Jalan Embong Malang, Blauran dan Tunjungan. Justru yang terjadi, pelaku usaha di sana mengeluhkan penurunan omzet penjualannya. Bahkan, sejumlah toko terpaksa tutup. Sementara kegiatan Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang dibanggakan Walikota, dirasakan cukup mengganggu kegiatan usaha di sana. ------- Upaya Pemkot Surabaya menghidupkan jalan Tunjungan seperti kawasan Maliboro di Jogjakarta atau Jalan Braga di Bandung, tampaknya masih sebatas mimpi. Faktanya, Tunjungan hanya jadi tempat foto-foto atau selfie dan tempat cangkruk. Ini ironis, padahal kawasan ini banyak toko, perkantoran hingga hotel. Ketika menelusuri Jalan Tunjungan, Rabu (2/1/2019), tidak tampak geliat keramaian usaha di sana. Hanya kendaraan berlalu lalang, memenuhi jalan itu. Apalagi jalan Tunjungan makin sempit, lantaran pedestrian diperlebar hingga sekitar 5 meter. Salah satu toko yang telah ada sejak 1960 di Jalan Tunjungan adalah PT Gading Murni, yang menjual berbagai peralatan tulis dan kantor. Toko ini menjadi saksi perubahan yang terjadi di Jalan Tunjungan selama bertahun tahun lamanya, termasuk setelah Walikota Risma melakukan revitalisasi. Akibat revitalisasi membuat tempat parkir kami dipindah ke belakang, semakin membuat omzet penjualan menurun. Masyarakat tidak mau ribet harus parkir ke belakang. Berbeda dengan dulu yang cukup di depan. Apalagi ketika ada acara Mlaku Mlaku Nang Tunjungan. Benar meningkatkan jumlah pengunjung, namun omzet malah menurun hingga 50-60 persen, beber Olfi, customer service PT. Gading Murni yang telah bekerja sejak lima tahun lalu ketika ditemui Surabaya Pagi, Rabu (2/1) kemarin. Tidak hanya PT. Gading Murni. Di Jalan Tunjungan juga terdapat Tunjungan Electronic Centre (TEC) yang sering menjadi jujukan warga Surabaya, bila ingin melakukan pembelian dan servis barang elektroniknya. Revitalisasi kawasan di Jalan Tunjungan dinilai tidak memiliki dampak signifikan, khususnya bagi penjualan maupun penawaran jasa perbaikan di tempat tersebut. Opang, seorang karyawan toko Dho-Van yang telah bekerja sekitar setahun lamanya mengaku tidak ada perubahan. Kini pengunjung bertambah ramai apalagi ketika ada acara Mlaku Mlaku Nang Tunjungan, tetapi untuk penjualan tidak ada bedanya, ujarnya. **foto** Terpaksa Tutup Segitiga Emas tidak hanya berpusat pada Jalan Tunjungan. Namun juga Jalan Praban yang mana menjadi satu jalur. Tempat yang dahulu kala dikenal sebagai pusatnya sepatu di kawasan Surabaya, kini mulai kehilangan jati dirinya. Beberapa toko mulai berganti menjadi tempat berjualan alat musik, bahkan ada yang gulung tikar (tutup) karena tidak lagi mendapatkan keuntungan. Salah satu tukang parkir toko sepatu Micro di kawasan Praban bernama Abdul yang telah mengabdi selama lima tahun menyayangkan atas tutupnya berbagai toko. "Toko Micro sendiri ini sudah ada sejak tahun 70an tapi sekarang sepi bahkan di sekitar Praban banyak yang sudah ditutup. Salah satunya, toko Fair Lady ini yang ditutup sejak 1999 padahal dulu paling terkenal di kawasan. Sekarang tokonya dibiarkan kosong seperti ini tanpa ada kegiatan apa apa. Ungkap Abdul. Selain toko sepatu, terdapat juga toko Kurnia yang berjualan berbagai macam tas mulai dari koper hingga tas jinjing. Seperti berbagai kios maupun toko di sekitar kawasan Segitiga Emas, tidak ada pengunjung yang sekedar melihat-lihat. Meskipun telah berdiri berpuluh-puluh tahun ternyata Toko Kurnia hanya menggantungkan diri pada para pelanggan yang ada sejak dulu. Toko ini telah ada sejak 20 tahun lalu, dibandingkan sekarang ya ramai dulu. Apalagi ketika ada Mlaku Mlaku Nang Tunjungan yang membuat semakin sepinya bahkan tidak ada pembeli karena jalanan ditutup, papar Rinawati, pemilik toko Kurnia. Pedagang Mengeluh Setelah menelusuri Jalan Praban, tidak bisa melewatkan pusat emas di kawasan Blauran yang berdampingan satu sama lain. Tidak merata, itulah yang terlihat, ada beberapa toko emas memang ramai dengan pengunjung, namun ada juga yang sepi. Salah satu toko yang terletak dekat dengan lampu merah arah ke BG Junction dan Jalan Praban adalah Kendi Mas. Sepi, itulah kesan pertama yang dirasakan meskipun toko tersebut telah ada berpuluh puluh tahun lamanya. Kalau ada Mlaku Mlaku Nang Tunjungan, toko ini makin sepi apalagi karena jalan ke arah Praban dan Tunjungan ditutup. Padahal biasanya juga sepi sebenarnya bila dibandingkan dulu, apalagi sekarang toko emas ada dimana dimana, tutur Tatik, salah seorang pegawai Kendi Mas. Trem Gagal Revitalisasi Jalan Tunjungan sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemkot Surabaya 2016-2021. Termasuk mewujudkan moda transportasi jenis Trem. Namun ironis, Walikota Tri Rismaharini gagal membangun Trem di Surabaya, yang rutenya mulai dari Tunjungan hingga Joyoboyo. Padahal, trem ini disebut-sebut sebagai pemicu dilakukan revitalisasi Tunjungan. Belum lagi gagalnya Pemkot melakukan revitalisasi Pasar Tunjungan yang berada di Jl Embong Malang. Justru dana revitalisasi pasar menjadi ajang korupsi di lingkungan PD Pasar Surya, BUMD milik Pemkot Surabaya. Melihat itu, Pakar Tata Kota Ir. Putu Rudy Setiawan, M.Sc mengakui bahwa revitalisasi Jl Tunjungan untuk meningkatkan produktivitas ruang dan menghidupkan kembali perekonomian kawasan ini dapat berkembang. Menurutnya Jl Tunjungan juga diciptakan untuk ruang sosial, seperti digunakan untuk ajang selfi. Ekonomi di Jl Tunjungan tidak dapat dikatakan berhenti karena masih dibangun hotel di sana, meski ada beberapa toko yang tutup," cetus Rudy dihubungi Surabaya Pagi, kemarin (2/1/2019). Mengenai tak terwujudnya Trem di Jl Tunjungan, Rudy mengungkapkan awalnya Pemkot berasumsi jika transportasi missal itu akan menambah ruang ekonomi dan sosial. Namun akhirnya tidak dapat terlaksana. "Sebenarnya bukan permasalahan anggaran untuk trem atau proyek besar lainnya, namun pasca kemerdekaan kurangnya peraturan yang masih membatasi pemkot dalam merealisasikan proyek yang direncanakan," papar dosen perencanaan wilayah dan kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU