Home / Surabaya : Soal Kengototan Ambil Alih Pengelolaan SMA/SMK, DP

“Risma Buang Energi Saja…”

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 05 Mar 2019 10:15 WIB

“Risma Buang Energi Saja…”

Alqomar Riko Abdiono, Tim Wartawan Surabaya Pagi Kengototan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk mengambil alih pengelolaan SMA/SMK dengan alasan bisa membebaskan segala biaya sekolah, tidak hanya dana sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), justru kini disorot anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Surabaya. Anggota dewan kota Surabaya itu jangan berharap lebih hanya karena pengelolaan SMA/SMK ditarik Pemkot Surabaya. Padahal, kewenangan pengelolaan SMA/SMK oleh Pemprov Jatim sesuai Undang-Undang 23 Tahun 2014 sudah final. Salah satunya, anggota Komisi D DPRD Surabaya BF Sutadi. Politisi asal Partai Gerindra, meminta agar Pemkot Surabaya untuk tidak terlalu berharap lebih bisa kembali mengelola SMA/SMK dengan dalih bisa menggratiskan seluruh biaya kepada siswanya. Saya pikir Risma gak perlu membuang energi untuk menarik kembali pengelolaan SMA/SMK. Karena di dalam Undang-undang (UU No 23 / 2014) sudah jelas menyebutkan bahwa wewenang pengelolaannya diserahkan Provinsi. Karena solusinya mudah. Ketika Khofifah menjabat Gubernur dan melaksanakan program pendidikan gratis, maka persoalannya selesai, sindir tegas Sutadi kepada Surabaya Pagi, Senin (4/3/2019). Politisi asal Partai Gerindra ini menyarankan kepada Risma Wali Kota untuk menyalurkan energinya ke program lain yang jauh lebih urgen ketimbang harus terus memikirkan soal pengelolaan SMA/SMK Alokasikan untuk Gaji Guru Anggaran yang telah disiapkan untuk pengelolaan SMA/SMK kan bisa dialokasikan ke program-program lain, salah satunya untuk gaji guru-guru sekolah swasta yang akan disetarakan UMK, kan sampai hari ini belum, itu yang mestinya harus diselesaikan dengan segera, tandasnya. Mantan birokrat dengan jabatan terakhir Asisten 1 Pemkot Surabaya ini, menegaskan jika soal pendidikan gratis di seluruh negeri seharusnya sudah terlaksana, karena hal ini juga menjadi kewajiban Presiden, Gubernur dan Bupati maupun Wali Kota. Jadi untuk apa Pemkot Surabaya ngotot mengambil alih pengelolaan SMA/SMK jika program pendidikan gratis juga akan dilaksanakan oleh Gubenur, pungkasnya. Dalih untuk Penunjang Pendidikan Sebelumnya, Kepada wartawan, Tri Rismaharini mengatakan dulu ketika SMA/SMK dikelola Pemkot Surabaya, tidak hanya menggratiskan SPP. Namun, ada beberapa poin penunjang pendidikan yang juga ditanggung Pemkot Surabaya. Seperti infrastruktur yang mewadahi, laboratorium, praktikum, hingga berbagai kompetensi gratis untuk mendukung pendidikan para pelajar. Pendidikan itu bukan hanya (tentang) SPP saja. Kalau di Surabaya, listrik, air, internet sekolah itu kita bayar semua, papar Risma di Balaikota Surabaya, Jumat (1/3/2019). Risma menuturkan pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam stimulus penunjang perubahan masa depan. Melalui pendidikan, seseorang bisa merubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, juga harus ditopang dengan sistem pengelolaan pendidikan yang baik pada suatu daerah. Kalau dulu SMK itu kita kasih makan siang, uang praktikum, insentif untuk guru, bahkan seragam, ujarnya. Menurutnya, hal itu sebagai komitmen dari Pemkot Surabaya dalam mewujudkan sistem pengelolaan pendidikan yang komprehensif di Surabaya. Sehingga dulu pelajar SMA/MA/SMK di Surabaya hanya dituntut untuk fokus belajar, tanpa perlu memikirkan kebutuhan biaya untuk pendidikan mereka. Sebab, Pemkot Surabaya sudah memberikan berbagai fasilitas gratis untuk menunjang mereka agar hanya fokus mengenyam pendidikan. Karena di Surabaya itu semua kita bayar, pemeliharaan gedung itu semua kita. Misal lapangan rusak, tinggal dia (pihak sekolah) kirim surat saja. Jadi kebutuhan sekolah itu memang mahal, klaim Risma. Gubernur Khofifah Tegas Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan tegas menyatakan kewenangan pengelolaan SMA/SMK oleh Provinsi Jatim sesuai Undang-Undang 23 Tahun 2014, sudah final. Sehingga, apabila Pemkot/Pemkab ingin mengelola SMA/SMK harus melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Undang-Undang itu ojok takon aku (jangan tanya saya, red). Tanyanya adalah bisa nggak ini di Judicial Review ke MK. Sampean salah nek tanyanya ke aku," ujar Khofifah dikonfirmasi terpisah, Jumat (1/3/2019). Khofifah kembali menegaskan, sebagai Gubernur, pihaknya tidak memiliki otoritas untuk menyerahkan kewenangan pengelolaan SMA/SMK ke Pemerintah Kabupaten/Kota. "Undang-Undang No. 23 tahun 2014 itu, kewenangannya ada di DPR, kemudian sekarang kalau mau lakukan Judicial Review ke MK. Jadi bukan ke Gubernur. Nggeh...suwun (iya terima kasih,red)," cetus Khofifah. Sebelumnya, di masa Soekarwo menjabat Gubernur Jatim, Risma terus bersikukuh agar bisa kembali mengelola SMA/SMK, tapi tetap saja gagal karena membentur Undang-Undang. Saat itu upaya penolakan Risma tidak diikuti kepala daerah lain di Jawa Timur. Hanya Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar yang melakukan hal sama. Keduanya kemudian mengajukan Judicial Review ke MK. Namun, upaya keduanya pupus ditingkat Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab MK memutuskan menolak uji materi terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi, Rabu, 19 Juli 2017, Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Arief Hidayat kala itu menolak permintaan pemohon. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU