Risma Disebut Sok Jagoan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 02 Agu 2019 07:14 WIB

Risma Disebut Sok Jagoan

Dilontarkan Ketua DPP Partai Demokrat Terkait Tawaran kepada Tri Rismaharini Maju ke DKI Jakarta. Kini Suhu Politik Surabaya-Jakarta pun Memanas Jaka Sutrisna, Alqomar, Miftahul Ilmi, Tim Wartawan Surabaya Pagi Tawaran Partai Nadem terhadap Walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2022 mendatang, masih menjadi perbincangan publik. Bahkan, membuat suhu politik Jakarta-Surabaya memanas. Ini setelah Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, menyebut Risma jangan sok jagoan. Pasalnya, Jakarta dan Surabaya dinilai sebagai dua kota yang berbeda dan tidak bisa dibandingkan. Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengingatkan Partai Nasdem agar tak mengusung kepala daerah dengan cara mengambil kadernya. ---------- **foto** Jansen Sitindaon melalui akun Twitternya @jansen_jsp, mengingatkan Tri Rismaharini tidak sok jago terkait penanganan sampah. Ia juga mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk terbuka jika ada masukan. "Bagus juga sampah ini jadi bahasan publik agar segera ditangani karena faktanya memang ada masalah. Tapi membandingkan Jakarta Surabaya berhadap-hadapan juga tidak pas. Karena dua kota ini jauh sekali bedanya. Bu Risma juga tidak usah sok jago, mas Anies juga mau terbuka nerima masukan. #AkuArekSuroboyo," tulis Jansen yang terlihat, Kamis (1/8/2019). Jansen kemudian menyebutkan beberapa perbedaan antara Jakarta dan Surabaya. Menurut dia, Jakarta dan Surabaya berbeda dalam luas wilayah, berbeda jumlah penduduk, hingga komplikasi masalah yang juga berbeda di masing-masing kota. "Walau di sisi lain pendapatan dan APBD DKI juga bedanya besar banget dibanding Surabaya dengan uang itu harusnya Jakarta bisa lebih baik," kata Jansen. Jansen kemudian juga membahas perbedaan biaya hidup yang pernah ia alami di dua kota, Jakarta dan Surabaya. "Biaya hidup Surabaya Jakarta ini juga jauh sekali bedanya. Tahun 2005 saya kos di Gubeng, Surabaya ukuran 2x3 tanpa AC Rp 150 ribu. Pertengahan 2005 saya pindah Jakarta kos ukuran sama di Cideng harganya Rp 600 ribu. Jangan-jangan beban Gubernur DKI juga 4 kali lipat lebih berat dibanding Walkot Surabaya," papar Jansen. Karena banyak perbedaan itu, Jansen memita Risma lebih mengajari Wali Kota Medan yang notabenenya lebih punya banyak kesamaan dengan Surabaya ketimbang Jakarta. Jansen menilai Kota Medan juga perlu penataan karena sudah saking semrawutnya. "Saya lebih suka sebenarnya bu Risma ngajari Wali Kota Medan karena Medan Surabaya ini size-nya hampir sama, APBD juga hampir sama. Tapi semrawutnya beda, hancur benar Kota Medan, sudah mirip Gotham City dari masalah sosial, tata kota, jalan lobang semua himpun jadi satu," ungkapnya. Sebelumnya, Ketua Fraksi DPRD DKI dari Partai Nadem Bestari Barus berniat untuk mengusung Tri Rismaharini sebagai calon gubernur DKI pada Pilkada 2022. Ia menyampaikan hal itu ketika anggota DPRD DKI itu melakukan studi banding ke Surabaya, Senin (29/7) lalu, untuk mengkaji persoalan sampah di DKI. Apakah Ibu Risma mau kita boyong ke Jakarta dalam waktu dekat? Masalah sampah ini bisa terselesaikan kalau pada pilkada yang akan datang Bu Risma pindah ke Jakarta, ujar Bestari kala itu, yang kemudian disambut tepuk tangan oleh peserta studi banding, termasuk beberapa pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov DKI Jakarta. Saat dikonfirmasi wartawan, Risma mengaku saat ini masih fokus mengurus dan membenahi Kota Surabaya. "Kurang tahu, masih lama kok," kata Risma saat meninjau bayi gajah di Kebun Binatang Surabaya (KBS), Selasa (30/7). Pemkot Meradang Sementara itu, Kabag Humas Pemkot M Fikser meradang, mengetahui elit Demokrat menyebut Walikota Surabaya, Tri Rismaharini sok jagoan. Kata Fikser, Risma hanya memberikan masukan saat ditanya persoalan sampah. "Kan ibu hanya membeberkan apa yang terjadi, tidak ada niatan lainnya. Bahkan tak ada menyinggung personal," ujar Fikser, Kamis (1/9/2019). Fikser tampak tak berkenan dengan kata-kata Sok Jagoan yang dialamatkan ke Walikota Surabaya dua periode itu. "Dari awal ibu (Tri Rismaharini, red) kan tidak ada niatan sesuatu, tidak ada intervensi pada daerah lain. Ibu enggak ada urusan dengan yang lain (personal)," ungkapnya. Disikapi DPP PDIP Manuver Nasdem yang menawari Risma maju ke Pilkada DKI 2022, membuat pengurus DPP PDIP meradang juga. Partai banteng moncong putih ini mengingatkan Partai Nasdem agar tidak mengusung Tri Rismaharini untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada 2022. PDIP menegaskan bahwa selama pilkada tidak pernah mengusung kepala daerah dengan cara mengambil kader dari parpol lain. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan PDIP telah membina kader-kadernya untuk menjadi kepala daerah sebagai proses kelembagaan yang sistemik. Ia menegaskan, PDIP tidak pernah mengusung kepala daerah dengan cara mengambil kader dari partai lain. Kami memprioritaskan untuk mengusung kepala daerah dari kader kami sendiri dan membina mereka melalui sekolah partai. Bukan dengan cara mengambil dari kader lain, katanya di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (1/8) kemarin. Terpisah, Sekjen Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan, partainya masih belum membahas sosok calon kepala daerah yang akan diusung pada Pilkada 2022. Saat ini kami fokus untuk memikirkan Pilkada 2020, jadi kami belum membahas soal kemungkinan Risma untuk maju sebagai cagub DKI, ucapnya. Menurut Johnny, Risma memiliki kinerja yang baik sebagai Wali Kota Surabaya sehingga perlu didukung agar bisa menjadi contoh bagi kepala daerah lainnya. Selain itu, Nasdem tidak pernah segan untuk mendukung calon kepala daerah yang berasal dari kader parpol lain selama mereka memang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan daerah, tandasnya. Peluang Risma Terlepas dari polemik itu, Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Mochtar W. Oetomo menilai tawaran terhadap Risma untuk maju di Pilkada DKI dapat memberikan alternatif bagi warga Jakarta. "Menarik tentu, karena akan melahirkan kompetisi politik yang liar, cerdas dan visioner di Pilkada DKI 2022. Jika benar Risma running, bisa saja Risma membuat kejutan yang akan sulit dibendung," kata Mochtar. Hal itu, lanjut Mochtar, lantaran pemilih di kota metropolitan seperti Jakarta relatif lebih rasional dan punya kecenderungan melihat rekam jejak dan kinerja sebagai pertimbangan utama. Risma pun dianggap punya kans untuk melenggang ke ibu kota. "Risma punya nilai plus sebagai pekerja keras dan lugas. Kadang tanpa kompromi untuk hal-hal yang kritis, itu diperlukan untuk Jakarta. Track record-nya pun sejauh ini cukup bagus dan diakui oleh berbagai kalangan dalam berbagai hal," kata pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini. Namun, kata Mochtar, keberhasilan Risma di Surabaya memang tidak begitu saja diharapkan bisa menjawab berbagai persoalan di Jakarta. Ia mengatakan Jakarta memang beda dengan Surabaya. Ibu kota tentu memiliki tantangan yang lebih kompleks. "Jakarta relatif lebih kompleks tantangannya, pemimpin dengan tipikal pekerja keras, lugas, bervisi lingkungan dan equal dalam layanan publik cocok untuk kebutuhan Jakarta. Setidakya Risma relatif menonjol dalam penangganan lingkungan itu tentu amat dibutuhkan Jakarta," katanya. Mochtar menambahkan, nama Risma sebenarnya pernah mencuat dalam Pilgub DKI 2017 lalu. Nama Risma, oleh beberapa pihak bahkan sempat dibandingkan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang masih aktif menjabat kala itu. Namun Risma menolak maju. Ia belum bersedia, karena masih terikat janji jabatan 5 tahun memimpin Surabaya yang belum selesai. Kondisi ini, menurut Mochtar akan berbeda setelah 2020 nanti, saat janji jabatan Risma di Kota Pahlawan sudah usai. Maka perkiraan besar Risma akan melaju di Pilgub DKI 2022. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU