Risma Manut Khofifah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 07 Jun 2020 20:58 WIB

Risma Manut Khofifah

i

Ilustrasi karikatur

Walikota Surabaya inginkan pelaksanaan PSBB dihentikan. Usul Risma kepada Gubernur Jatim Khofifah ini disampaikan Semalam Setelah Ia Menyerap Aspirasi Pengusaha dan Karyawan yang Butuh Sandang-Pangan

 

Baca Juga: Pemprov Jatim Buka Rekrutmen CASN, 5.200 Formasi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Senin (8/6/2020) hari ini, hari terakhir masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kawasan Surabaya Raya. Pelaksanaan PSBB ini, ternyata masih belum diimbangi dengan perilaku warga masyarakat yang ada di Surabaya Raya. Hingga Minggu (7/6/2020) jumlah di Kawasan Surabaya Raya (Surabaya, Gresik dan Sidoarjo) mencapai 3.840 kasus positif Covid-19. Namun disatu sisi, pelaksanaan PSBB sejak tanggal 28 April 2020 hingga 8 Juni 2020, membuat sejumlah sektor ekonomi masyarakat terganggu. Tak heran, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menginginkan pelaksanaan PSBB dihentikan, dan akan dilakukan pelonggaran masa transisi menuju tatanan hidup baru (new normal).

 Hingga Minggu (7/6/2020), data pasien positif di Surabaya sudah mencapai angka 2.918 kasus positif Covid-19. Dari data tersebut, 766 orang berhasil sembuh, 282 orang terkonfirmasi meninggal dunia. Sementara, 1.870 orang masih dalam perawatan yang hingga Minggu kemarin, masih dirawat di sejumlah rumah sakit rujukan di Surabaya. Sementara, pasien yang masuk dalam pemantauan (ODP) di Surabaya mencapai 3.906 kasus, diantaranya 548 orang masih dalam pemantauan, sementara 3.358 sudah selesai. Sedangkan, pasien yang masuk dalam pengawasan (PDP) mencapai 3.303, dimana yang masih dalam pengawasan 2.056 orang dan 1.244 orang dianggap sudah selesai. Sementara 3 orang berstatus PDP dinyatakan meninggal dunia.

 Meski begitu, hingga Minggu (7/6/2020) malam, Tri Rismaharini, masih mencoba mengusulkan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, untuk tidak memperpanjang PSBB menjadi PSBB jilid 4. Salah satu faktor utama yakni kendala ekonomi di kota Surabaya.

"Karena kita tidak bisa nahan, karena ada permasalahan ekonomi dan sebagainya. Mereka harus bisa cari makan, cuman terus terang protokolnya saya dobel kan dan lebih kita detail kan. Nantinya kalo semisal dilonggarkan atau PSBB dicabut, protokolnya justru akan saya buat lebih ketat. Karena supaya kita semua disiplin, karena kita belum bebas 100% artinya kita harus lakukan protokol-protokol yang ketat," ungkap Wali Kota Tri Rismaharini, saat ditemui di sela-sela peninjauan pembangunan Stadion Gelora Bung Tomo, Minggu (7/6/2020).

Sektor ekonomi yang menjadi perhatian khusus ini, karena banyak masyarakat dan pengusaha bahkan karyawan-karyawannya yang mengeluh, ada yang tidak bisa bayar pegawai, hingga ada yang menjadi pengangguran. "Ya itu, banyak yang mengadu ke saya juga. Makanya saya khawatir sama hotel, restoran, mall. Kalau gak bisa mulai dihidupkan, mereka nanti pegawainya bisa diberhentikan. Kan gak mungkin membayar orang tapi nganggur, sedangkan tidak punya income," jelasnya.

 

Manut Keputusan Gubernur

Meski Wali Kota Risma akan mengusulkan untuk tidak dilanjutkannya PSBB jilid 4, namun, Pemkot Surabaya sendiri terkesan manut terhadap keputusan dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Hal itu diungkapkan Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser. Menurut Fikser, pihak Pemerintah Kota Surabaya tetap masih menunggu arahan dan keputusan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

"Selama ini PSBB kami manut Provinsi, jadi Pronvinsi mau bagaimana kita manut. Provinsi mau kemana kita manut," ungkapnya kepada Surabaya Pagi (7/6/2020).

 

Selama Ini Masih Longgar

Baca Juga: Cegah Inflasi di Surabaya , BLT Rencana Dicairkan untuk Keluarga Miskin

Terpisah, Arief Bakhtiar,dr.SpP(K),FAPSR Dokter Spesialis Paru-Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya menyampaikan bila PSBB sebaiknya harus diberlakukan secara ketat, sebab ia menilai bila program tersebut terkesan longgar.

"Secara sudut pandang Nakes, PSBB kita sejak awal terkesan longgar, jadi kalau pun dihentikan, saya sulit melihat bedanya. Pandangan kami, jika belum ada penurunan kurva kasus positif, jangan dilonggarkan dulu. PSBB harus diberlakukan ketat dulu" ujar Arief Bakhtiar, saat dihubungi Minggu (7/6/2020).

 

Perlu Strategi Jitu Pemerintah

Sementara itu, pantas tidaknya PSBB dilanjutkan ke jilid 4, menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, Sutrisno masih harus perlu ada kajian epidemologi untuk menentukan hal tersebut. Meski begitu, Sutrisno secara tersirat agar PSBB tidak diperpanjang tetapi perlu ada strategi jitu dari pemerintah untuk menjalankan di fase berikutnya.

"Memang pemerintah harus punya strategi jitu untuk menerapkan fase berikutnya. Terlepas itu memperpanjang atau tidak. Seperti yang beberapa akhir ini, menggalakkan tes massal. Juga harus libatkan masyarakat hingga RT RW. Makanya itu juga tergantung pada jumlah penambahan pasien dan perilaku masyarakatnya,” ujar Sutrisno, kepada Surabaya Pagi, Minggu (7/6/2020).

Selain dari masyarakat hingga RT RW, pemerintah juga melibatkan semua pihak di fase berikutnya. Contohnya seperti pengusaha pemilik mall, pemilik pabrik, dan masih banyak lagi. "Pemilik mall, pemilik pabrik, dan lain sebagainya ini juga mempunyai peran sebagai pionir pelaksanaan protokol kesehatan. Jika mereka dapat menerapkan protokol kesehatan dan mengatur jadwal kegiatan, mungkin bisa mengurangi jumlah penularan," kata Sutrisno.

Baca Juga: 217 Pos Kesehatan Tersebar di 35 Kabupaten/Kota Jatim Selama Musim Mudik Lebaran

 

Dukung Masa Transisi

Sepertinya dukungan untuk tidak memperpanjang PSBB sendiri juga datang dari orang dekat Gubernur Khofifah yakni KH Zahrul Azhar Asad alias Gus Hans. Gus Hans justru setuju untuk pemerintah memberlakukan masa transisi PSBB.

"Jika dilihat dari sisi epidemiologi, memang masih layak. Tapi pemerintah juga harus memikirkan sisi perekonomian juga. Jadi solusinya mungkin dengan masa transisi PSBB," ujar Gus Hans, saat dihubungi Surabaya Pagi pada Minggu (7/6/2020).

Bahkan, Gus Hans mengapresiasi kesembuhan pasien di Surabaya yang mengalami peningkatan drastis. Namun, dirinya juga menyebutkan jika Surabaya belum layak untuk menerapkan new normal. Maka dari itu Gus Hans menyarankan untuk melalui masa transisi PSBB. "Lebih baik sekarang pemerintah memikirkan bagaimana caranya membuat regulasi untuk masa transisi menggunakan sistem disiplin masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan," jelasnya yang lebih memilih masa transisi ketimbang dilanjutkan PSBB.

Gus Hans juga menambahkan bahwa pemerintah dapat melakukan strategi kuratif, berupa memastikan lagi seluruh aspek kesiapan dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan di seluruh wilayah.

Senada dengan Gus Hans, M. Arif An Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya yang juga Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Surabaya memilih tidak dilanjutkan PSBB karnea program yang digulirkan sejak 28 April 2020 lalu itu tidak berjalan dengan semestinya. "PSBB tidak berjalan dengan semestinya. Lebih baik PSBB tidak dilanjutkan. Apapun bentuknya program harus jelas dan penanganannya, sehingga masyarakat tidak bingung, harus ada schedule yang jelas" urainya. adt/arf/alq/byt/cr1/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU