Home / Hukum & Pengadilan : Tanah dan Bangunan Jalan Biliton No. 16-18 Surabay

Rumah Jalan Biliton, Dikuasai Arif Samator tanpa Surat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 08 Jan 2019 21:56 WIB

Rumah Jalan Biliton, Dikuasai Arif Samator tanpa Surat

BANGUNAN Jalan Biliton No. 16-18 Surabaya yang secara yuridis milik Tjahjono Suhardi, sampai Selasa (8/1/2019) sore kemarin, masih dikuasai Bos Samator, Arief Harsono. Saya naruh orang satpam jaga rumah atas nama Grace, istri saya, kata Arif Harsono, saat ditemui suatu malam di ruang café Novotel Hotel Rungkut, miliknya. Tjahjono Suhardi, protes dan akan protes terus sampai ke Presiden. Kok ada orang yang sudah kaya mau merebut bangunan rumah milik orang kecil seperti saya, kata pria kurus yang tinggal di rumah Jl. Ir. Anwari Surabaya, Minggu (6/1/2019) malam. Pria pensiunan ini akan all out mengambil alih bangunan miliknya dari kekuasaan Arif Harsono dan Grace. Mengingat, sekarang ini, baik Arief maupun Grace, sudah tak memiliki surat kepemilikan, karena dua sertifikat yang dibeli dari Widjiono Nurhadi, sudah dicabut oleh BPN. Masuk Memutar Jl Jawa Rumah dan tanah di Jalan Biliton nomor 16-18 Surabaya, ini sore kemarin, saat didatangi wartawan Surabaya Pagi, terlihat sepi. Penjaga yang diklaim suruhan Arief Samator, sudah tidak ada. Padahal jam belum menunjukkan pukul 17.00. Lokasi ini, kata tetangga rumah di Jl. Jawa, sudah puluhan tahun tak berpenghuni. Sekarang, dari luar, bangunan peninggalan perusahaan gas Belanda itu hampir tak terlihat fisiknya, karena sekarang telah dikelilingi pagar seng setinggi dua meter. Untuk masuk ke dalam lokasi, Surabaya Pagi harus masuk memutar lewat Jalan Jawa. Di dalamnya terlihat sudah dipenuhi beberapa rumput liar, meski terkesan tidak liar. Bila merujuk pada data lelang tahun 2017, luasan bangunan mencapai 1777 Meterpersegi dan terdiri dari tiga bangunan. Tiga bangunan ini terdiri satu bangunan utama dan dua bangunan tambahan. Meski, kondisi rumah tak terawatt, bangunannya masih berdiri kokoh. Disana-sini mulai berjamur dan keropos terutama di daun pintu dan jendela. Meski demikian kualitas bangunan peninggalan Belanda, tidak diragukan lagi. Bangunan Belanda Cukup Angker Bangunan utamanya ada di nomor 16. Sedang bangunan tambahan sepanjang 8x20 Meterpersegi itu berada disamping. Ada juga bangunan tambahan sekitar 5x5 Meterpersegi. Bangunan tambahan ini berada di sisi barat bangunan utama. Untuk bangunan utama, terdiri dari dua lantai berisi sekitar lima ruangan di bawah. Sementara tinggi plafon mencapai 4-5 meter. Sedangkan tangganya terbuat dari kayu jati yang masih kokoh. Tangga dari kayu jati itu terlihat juga tak keropos. Meski ada penjaga, hampir seluruh halaman dipenuhi tumbuhan belukar. Beberapa pohon di lokasi yang terletak di perempatan Jl. Jawa-Jl. Beliton, menambah kesan bangunan Belanda yang cukup angker. **foto** Dibeli Suhardi Tahun 1981 Data yang dihimpun Surabaya Pagi dari kantor notaris Djirin Abdullah SH, rumah dan tanah di Jl. Biliton No. 16-18 Surabaya ini dibeli oleh Tjahjono Suhardi, pada Tanggal 19 Desember 1981 dari PT Bamaindo Foodstuff. Jual beli dilakukan di Notaris Soetjipto SH. Menurut sumber di PT Perusahaan Gas Negara, tanah dan bangunan di Jalan Biliton No. 16-18 Surabaya adalah bekas asset PT Perusahaan Gas Negara (Persero) dalam rangka nasionalisasi. Dijelaskan, nasionalisasi ini terhadap Overzeesche Gas & Electriciteit Maatschappij (NV OGEM) yang sebelumnya bernama Nederlandch Indiesche Gas Maatschappij (NV NIGM). Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara, Drs. Sutikno MSi menegaskan, surat kepemilikan tanah dan bangunan di Jl. Biliton No. 16-18 Surabaya, tercantum dalam Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang dikeluarkan oleh kepala Sub Direktorat Agraria Kotamadya Surabaya No. 1354/1975, tanggal 29 Oktober 1975. SKPT diajukan oleh PN Gas atas tanah bekas eogendim perponding No. 13225, Surat Hak Tanah tanggal 30 Januari 1931, No. 126, Surat Ukur tanggal 31 Oktober No. 621, tertulis atas nama NV Ned Indische Gas Maatshappij. Dalam penelusuran tim Surabaya Pagi, jual beli tanah dan bangunan Jl. Biliton No. 16-18 Surabaya itu, melibatkan mantan Gubernur Jatim, Raden Panji Moehammad Noer, yang juga bertempat tinggal di Jl. Ir. Anwari Surabaya, tetangga Tjahjono Suhardi. **foto** Widji Nurhadi, Jual Tahun 2001 Tjahjono Suhardi, terkejut ternyata tanah dan bangunan miliknya, muncul sertifikat baru yang menggunakan SKPT atas nama Widji Nurhadi, tahun 2001. Saat itu, Wie Djie, nama Tionghoa,Widji Nurhadi, menulis bertempat tinggal di Jl. Dupak Surabaya. Dijelaskan oleh Suhardi, dua sertifikat yang diterbitkan di tanah dan bangunan miliknya, menggunakan atas nama Ir. Haryatmo dan Ngei Andrianto Gunawan, warga Jl. Kelud Surabaya, bukan atas nama Widji Nurhadi. Menurut pengakuan Ir. Haryatmo, dua sertifikat itu dijual kepada Arif Harsono alias Tjen Bing. Saya beli Rp 4,5 miliar dari Widji, tahun 2001, aku Tjen Bing. **foto** Suhardi mengakui di lokasi Jl. Biliton no. 16-18 Surabaya, ditemukan dua SKPT. Pertama tahun 1975 atas nama PN Gas dan SKPT kedua, diajukan tahun 2001 oleh Widji Nurhadi. Ini yang saya minta diusut. Memang kalau menggunakan hukum pidana biasa bisa dianggap kadaluarsa. Tapi dugaan penipuan, keterangan palsu dan penyerobotan baru diketahui tahun 2006. Saya akan minta saksi ahli agar kasus saya ini ditangani secara extraordinary, karena pelakunya orang luar biasa kaya yaitu Bos Samator dan Bos Surabaya Carnival, ungkap Suhardi. Dua sertifikat yang menggunakan SKPT atas nama Widji Nurhadi dan dijual ke Arif Samator, telah dimintakan pembatalan oleh Tjahjono Suhardi. Dan permohonan Suhardi ini dikabulkan oleh BPN Pusat. Dengan pembatalan ini, baik Arif Harsono, maupun Ny. Grace, kini sudah tidak memiliki legalitas resmi untuk menguasai tanah dan bangunan di Jl. Biliton No. 16-18 Surabaya. Ini orang kaya tidak tahu malu. Apalagi Widji, yang merayu minta damai. Apa yang mesti saya mintakan damai, wong tanah dan bangunan milik saya dikuasai secara melawan hukum, tegas Tjahjono Suhardi. n tim Surabaya Pagi **foto**

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU