Home / Hukum & Pengadilan : Pria Tua Teman mantan Gubernur Alm M. Noer, Putusk

Rumah Jl. Biliton, 18 Tahun Dalam Sengketa

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 02 Mei 2019 05:05 WIB

Rumah Jl. Biliton, 18 Tahun Dalam Sengketa

Laporan Tim Investigasi Wartawan Surabaya Pagi SENGKETA tanah di Jalan Biliton 16-18 Surabaya, yang terletak dalam posisi hook di perempatan Jl. Jawa-Jl. Biliton, sampai awal Mei 2019 telah memasuki tahun ke 18. Tjahyono Suhardi, pria tua berusia 77 tahun, asal Jl. Anwari Surabaya, terus berjuang merebut bangunan seluas hampir 1.800 meterpersegi. Saat ini sengketa ini memasuki gugatan perlawanan atas nama Sugeng Purnomo Sutandi, warga Jl Simpang Graha Famili R-163 Surabaya. Sugeng menggugat Advokat Budi Soesetyo, yang mendaftarkan rumah Jl. Biliton 16-18 Surabaya, untuk dilelang secara terbuka melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surabaya. Melalui kantor hukum Adil Pranadjaja, Sugeng Purnomo, minta lelang yang diajukan Budi Soesetyo, dinyatakan tidak sah. Advokat Adil, juga mohon kepada Majelis Hakim pimpinan Dwi Purwanto, SH, MH, untuk mencabut sita Eksekusi atas bangunan di Jl. Biliton No 16-18 Surabaya, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, tanggal 15 Juni 2017 No: 12/Eks/2014/PN.Sby Jo 657/Pdt.G/2008/PN.Sby. Sekaligus menyatakan penetapan Ketua PN Surabaya tanggal 09 Agustus 2017 No 12/Eks/2014/PN.Sby jo No. 657/Pdt.G/2008/PN. Sby, batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sugeng mengajukan perlawanan atas pengumuman lelang yang dibuat KPKNL Surabaya, karena kini ia merasa sebagai pemilik sah bangunan di Jalan Biliton 16-18 Surabaya. Dasar Gugatan perlawanan Sugeng, Akta Perikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) No 117 dan 118 tertanggal 27 Februari 2013 di hadapan notaris Kediri, Soewito Widakdo SH. Akte PPJB ini dibuat bersama Tjahyono Suhardi, pemilik bangunan jl. Biliton No. 16-18 Surabaya. **foto** Memang Dijual Sementara itu Advokat Raditya Mohammer Khadaffi, SH, kuasa hukum Tjahjono Suhardi, membenarkan lahan yang disengketakan di Jl. Biliton No. 16-18 Surabaya, sudah dijual ke Sugeng. Secara hukum, kepemilikan rumah Jl. Biliton 16-18, sudah beralih ke saudara Sugeng, bukan Pak Suhardi, klien saya, jelas advokat muda lulusan Fakultas Hukum Unair Surabaya. Sebelumnya, Tjahjono Suhardi, saat dihubungi Surabaya Pagi, bertekad tidak akan menjual lahan yang dibeli dari PT Bamaindo Foodstuff. Lahan berstatus bekas Hak Eigendom Verponding No 13225 seluas 1.777 m2 diikat melalui surat perjanjian tanggal 19 Desember 1981 jo Akte Pernyataan No 9, tanggal 31 Juli 2001 dibuat notaris Djirin Abdullah SH, pensiunan reserse Polrestabes Surabaya. Menurut Suhardi, setelah beli dari PT Bamaindo Foodstuff, rumah disuruh menjaga kepada Ir. Haryatmo, stafnya secara cuma-cuma. Ir. Haryatmo, dibujuk pihak ketiga, yang mengaku-ngaku penghuni sah. Bersama Ir. Haryatmo, menghubungi pejabat BPN, dengan merekayasa administrasi seolah-olah rumah itu obyek P3MB atau Prk5/1965. Pihak ketiga mendaftarkan ke BPN atas nama Ir. Haryatmo dan Japari Purnomo. Akhirnya keluar sertifikat atas nama Ny. Grace Perdana, istri pengusaha Surabaya. Beberapa tahun kemudian sertifikat atas nama Ny. Grace, dibatalkan. Klien saya saat melawan Ny. Grace, minta bantuan Pak Budi Soesetyo. Dan semuanya dimenangkan klien saya atas jasa hukum advokat Budi, ungkap Raditya. Menurut Soehardi, selama berperkara dengan Grace, baik di PTUN Jakarta maupun gugatan di PN Surabaya, dirinya sudah habiskan dana yang tak ternilai, selain waktu yang melelahkan. Melihat sejarah perjuangan saya melawan Grace yang penuh liku, saya bersumpah tak mau menjual rumah Biliton. Biar saya misal meninggal, rumah Biliton tak boleh dijual, meski dengan harga mahal. Saya ingin anak cucu saya yang kelola rumah Biliton yang bersejarah bagi keluarga saya, tegas Suhardi, saat ditemui Surabaya Pagi, di resto Pujasera jl. Kartini Surabaya, awal April 2019. Tapi tahun 2013, Suhardi, membuat akte Perikatan Perjanjian Jual beli dengan Sugeng Purnomo. Klien saya mengakui tanah itu memang dijual kepada Sugeng Purnomo, dan bukan kepada orang lain, tambah Raditya, advokat muda Surabaya. **foto** Jual Beli Akal-akalan Advokat Budi Soesetyo, yang kini digugat perlawanan oleh Sugeng Purnomo, saat ditanya, materi gugatan Sugeng, menjawab dengan tertawa. Saya ini sudah jadi advokat lebih 45 tahun. Dari dokumen dan fakta hukum, jual beli rumah Jl. Biliton antara Suhardi dengan Sugeng, indikasi akal-akalan. Notarisnya teman kuliah Pak Sugianto, SH, MH, kuasa hukum saya, ungkap Budi, saat ditemui Surabaya Pagi, di ruang tunggu PN Surabaya, akhir April lalu. Budi menyebut jual beli akal-akalan antara lain, Sugeng ini menantu Suhardi. Jual beli diduga dibuat tanggal mundur. Mengingat, saat sidang di tempat memeriksa kondisi gedung, tahun 2017, Sugeng tidak hadir. Dan tidak mengajukan keberatan. Sugeng, baru ajukan perlawanan akhir 2018. Padahal akte Perikatan Perjanjian Jual Beli antara Suhardi dan Sugeng, dibuat tahun 2013. Kejanggalan lain, mengapa obyeknya di Surabaya, buat akte di Pare Kediri. Ini memang tidak dilarang, tapi ada apa? Sebab di Surabaya, banyak notaris, tambah Budi. Menurut Advokat Budi, dirinya mengajukan lelang eksekusi, ada landasan hukumnya. Saya ini advokat senior, tahu aturan lelang lewat KPKNL, tambahnya. Advokat Sugianto, SH,MH, yang pensiunan BPN Kanwil Jatim menilai, gugatan perlawanan Sugeng atas Budi, cenderung akal-akalan. Saya akan buka di persidangan. Klien saya ajukan lelang eksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung sampai PK. Masak putusan berkekuatan hukum mengikat mau dipersoalkan? kata Sugianto, bernada tanya. Ada 3 Calon Pembeli Lelang Sementara Budi Soesetya menegaskan pertimbangannya ajukan lelang eksekusi, terkait hak tagih atas success fee yang tidak dibayar Pak Suhardi. Soal hak tagih saya ini juga dirinci dalam putusan banding, kasasi dan PK, tambahnya. Nilai hak tagih atas success fee beserta ganti rugi dan denda sampai April 2019 mencapai Rp 25 miliar. Bila ada pembeli lelang Rp 30-35 miliar sesuai apprasial yang disetujui Pengadilan, saya hanya ambil hak tagih saya Rp 25 miliar, sisanya saya kembalikan ke Pak Suhardi, janji Budi. Menurut Budi, pengumuman lelang eksekusi rumah Jl. Biliton No 16-18, ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Surabaya. Pengumuman Lelang pertama, Februari 2017 ditawarkan Rp 35 miliar. Baru pengumuman lelang ke 3 dan 4, ada tiga peminat dari Jakarta dan Surabaya. Satu nawar Rp 20 m dan satu Rp 23,5 m. Saya minta sesuai hak tagih saya ke Pak Suhardi, Rp 25 miliar. Kini ada yang nawar Rp 25 miliar, saya lepas, ungkap advokat bertubuh subur. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU