Home / Hukum & Pengadilan : Banyak Kasus Sengketa Tanah di Jawa Timur

Satgas Mafia Tanah, Jangan Diam

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 16 Mei 2019 13:24 WIB

Satgas Mafia Tanah, Jangan Diam

Hermi-Rangga Putra, Tim Wartawan Surabaya Pagi Para mafia tanah masih membayangi tata kelola pertanahan di Indonesia. Termasuk di Jawa Timur dan Surabaya khususnya. Persoalannya pun cukup rumit. Seperti sertifikat ganda yang justru menguntungkan cukong-cukong tanah meski dokumennya ditengarai tidak valid. Bahkan, jaringan mafia tanah itu berani melakukan pemalsuan dokumen kepemilikan tanah. Seperti kasus sengketa tanah milik petani tambak di Manyar, Gresik yang melibatkan oknum politisi Partai Nasdem, PT Bangun Baja Bersama (BBB) dan AKR Land. Begitu juga dengan banyaknya sengketa tanah di Surabaya. Mulai sengkarut kasus tanah Grand City, sejumlah aset Pemkot yang dikuasai korporasi atau swasta, hingga warga Gunungsari yang bertahun-tahun tak bisa mengurus sertifikat tanah di BPN karena bersengketa dengan PT Pertamina. Ada apa di balik ini? Sementara Satgas Mafia Tanah, bentukan Polda Jatim dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil Jatim, belum bisa diharapkan banyak. ------------- Ahli Hukum Pertanahan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Agus Sekarmadji menerangkan istilah makelar tanah dan mafia tanah. Istilah kedua tersebut tidak ada dalam yuridis, namun istilah itu muncul dari sisi sosiologis. Dia menjelaskan makelar tanah sebagai penghubung dalam jual beli, sedangkan mafia tanah orang yang ingin menguasai tanah dengan segala cara. "Makelar tanah orang yang sebagai perantara yang dalam proses jual beli tanah. Sedangkan mafia tanah orang yang ingin mendapatkan tanah sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi dengan berbagai cara," jelas Agus Sekarmadji kepada Surabaya Pagi, kemarin. Selain itu, lanjut Agus, mafia tanah itu ada niat jahat dalam melakukan tindakannya agar aksinya dalam menguasai tanah berjalan dengan mudah. Meski hal itu ada risiko yang menerpanya. "Mafia tanah itu sudah ada niat jahat, artinya orang ingin menguasai tanah dengan cara apapun seperti memalsukan dokumen. Agar tindakannya berjalan mulus dan mendapatkan keuntungan besar," papar Agus. Agus juga menyoroti kasus sengketa tanah yang melibatkan M.Mahmud, caleg Partai Nasdem dan mantan Kepala Desa Banyuwangi Kec. Manyar Gresik, PT BBB dan AKR Land. Menurut Agus yang berhak menjual belikan tanah itu adalah orang yang mempunyai tanah tersebut. Dalam hal ini, Aunul Hadi, apabila tanahnya itu memang miliknya. "Oranglain tidak boleh menjual, melakukan jual beli dengan siapapun karena dia bukan orang yang berhak. Jadi apabila bukan pemiliknya, maka tidak sah," tutur dia. Ditanya ada tidaknya indikasi mafia tanah dalam sengketa itu, Agus menjawab bahwa penegak hukum yang berkapasitas menjawab hal itu. Sedang mengenai IJB (Ikatan Jual Beli) yang dilakukan oleh para pihak dalam kasus tersebut, menurut Agus hal itu menandakan belum terjadi transaksi jual beli. Karena transkasi jual beli itu harus AJB (Akta Jual Beli) yang dibuat oleh PPAT. "Kalau IJB belum terjadi peralihan hak, IJB yang buat notaris. Yang sudah itu harus AJB yang dibuat oleh PPAT," terang Agus. Efektivitas Satgas Di sisi lain, Satgas Anti Mafia Tanah yang dibentuk Polda Jatim dan BPN Jatim, dipertanyakah efektifitasnya. Pasalnya, menurut Agus, saat ini ditengarai masih banyak mafia tanah yang gentayangan dengan maraknya sengketa tanah di Jatim maupun Surabaya. Padahal, dari segi aturan sudah jelas. Tapi masalah keefektifan perlu di kaji penelitiannya. "Selama ini berapa banyak jumlah yang berhasil ditemukan dan berapa banyak yang ditangani Satgas? Itu harus ada penelitian. Tapi yang jelas melihat kasus yang begitu banyak bermunculan, jadi nilai sendiri efektif tidaknya," tanyanya. Padahal saat Satgas Mafia Tanah dibentuk Agustus 2017, menargetkan pengungkapan 10 target operasi (TO) mafia tanah kelas kakap. Setahun kemudian, Polda dan BPN Jatim kembali melakukan kerja sama sebagai tindak lanjut tahun 2017. Intinya, Satgas tetap akan memburu para mafioso tanah tersebut. "Insya Allah dengan adanya MoU ini kami akan lebih mudah dalam melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, penanganan-penanganan masalah, kasusus-kasus tanah yang mana di Jawa Timur ini," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan usai MoU dengan BPN, Selasa (23/10/2018). Kasus-kasus tanah ini, lanjutnya, cukup rumit dan praktik mafia tanah di Jatim jumlahnya sangat banyak. "Dengan menggelar MoU ini, Polda dan BPN Kanwil Jawa Timur sepakat untuk bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan tanah yang ada di Jawa Timur ini," tegas Luki kala itu. Tanah Masalah dibisniskan Pengamat Pertanahan Benny Oewes mengatakan mafia tanah itu terkadang bekerjasama dengan oknum pemerintah daerah setempat untuk mengambil keuntungan. "Ulah mereka itu tentu saja akan menghambat investor yang akan membangun daerahnya. Seharusnya investor itu dipermudah tapi malah menjadi rumit karena ulah mafia tanah dan juga oknum Pemda," ujar Benny Oewes yang juga mantan kepala BPN Jawa Barat. Secara umum, Benny Oewes menyatakan memang masalah tanah sekarang ini menjadi tren, banyak pemain tanah mencari tanah bermasalah, tujuannya mencari nilai lebih. "Mereka terkadang mencari keuntungan, kalau tidak jalan dia masuk ke ranah hukum dengan cara gugat menggugat, kadang sudah mensetting. Itulah yang dilakukan mafia tanah," ujarnya. Benny Oewes mengusulkan agar pemerintah membuat aturan mengenai perlindungan hukum atas tanah. "Saat ini undang-undang agraria kita menganut negatif tendensi positif artinya apabila sertifikat itu dapat dibuktikan milik orang lain maka sertifikat kita bisa dibatalkan sehingga ini menjadi ketidakpastian pemilik sertifikat atau pun investor. Jadi harusnya dibenahi undang undang," tandasnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU