SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Program Tri Rismaharini untuk mengembangkan aspek pariwisata di kawasan Kenjeran adalah dengan membangun Jembatan Suroboyo.
Jembatan yang dibuka pada tahun 2016 ini menarik perhatian masyarakat karena menyediakan pemandangan laut sekaligus adanya air mancur menari. Namun, ternyata Jembatan Suroboyo ini ternyata secara operasionalnya tidak optimal.
Saya sempat memiliki ekspektasi bahwa jalanan yang dulu sempit di kawasan Kenjeran menjadi lebih lebar karena pembangunan Jembatan Suroboyo. Namun, ternyata jembatan tersebut jam operasinya terbatas dan tidak terlalu berguna Ujar Claudia ketika ditemui di UNAIR pada Kamis (13/12).
Tidak hanya Claudia yang berpendapat bahwa Jembatan Suroboyo kurang berguna, Lala, seorang mahasiswi UNAIR tingkat akhir juga merasakan hal serupa.
Saya mengira awalnya Jembatan Suroboyo digunakan untuk lalu lintas namun ternyata hanya aspek pariwisata. Untuk apa membuat jembatan bila tidak bisa membantu transportasi sekitar?
Jembatan Suroboyo menekankan pada aspek pariwisata bukan fungsional yang memunculkan kritik dari masyarakat. Maka dari itu, Yusuf, sebagai salah satu mahasiswa UNAIR yang pernah berkunjung juga menyampaikan pendapatnya. Jembatan Suroboyo, bila dilihat secara fungsional maka tidak berguna. Namun, bila secara estetika lebih masuk diakal dengan adanya air mancur menari dan pemandangan indahnya.
Tujuan awal untuk meningkatkan ekonomi di kawasan Kenjeran melalui Jembatan Suroboyo ternyata tidak maksimal. Saya sebagai warga Kenjeran melihat dulu banyaknya para pedagang berjualan di dekat jembatan. Ketika dibangunnya jembatan tersebut, para pedagang direlokasikan ke pasar terdekat. Permasalahannya, harga sewa di pasar cukup tinggi sehingga tidak semua pedagang dapat berpindah. Hal ini berujung pada peningkatan angka pengangguran. Tambah Claudia dengan melihat dari segi pandang ekonomi. Pr
