Home / Korban Ketidak Adilan : Pinjaman Online, Hantui Masyarakat Surabaya. Mulai

Sudah 59 Nasabah yang jadi Korban Fintech Abal-abal

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 16 Feb 2019 08:40 WIB

Sudah 59 Nasabah yang jadi Korban Fintech Abal-abal

Firman Rachmanudin - Alqomar, Tim Wartawan Surabaya Pagi. Kehadiran teknologi dalam perkembangan sosial masyarakat dirasa sangat bermanfaat. Namun, disisi lain, tentu perkembangan tersebut memiliki kelemahan yang justru dapat merugikan. Salah satu inovasi dunia perbankan yang mengkomparasikan antara keuangan dengan teknologi yang berkembang saat ini adalah hadirnya Financial Technology atau Fintech yang kian marak beberapa tahun terakhir. Puluhan hingga ratusan Fintech berbasis aplikasi kian bertumbuh. Kemudahan syarat dan kecepatan pencairan dana menjadi keunggulan Fintech. Bahkan, hanya butuh waktu sekitar lima menit dari pengajuan untuk proses pencairan pinjaman jangka pendek dengan tenor tiga puluh hari. Limitnya pun beraneka ragam, mulai Rp 500.000 hingga puluhan jutaan rupiah. Proses Super Cepat Salah satu nasabah Fintech asal Surabaya, Rachman menyebut jika sebagian produk pinjaman jangka pendek baginya sangat membantu. Salah satunya ketika ia menggunakan aplikasi Akulaku yang menyediakan loan cash dengan tiga pilihan yakni limit Rp 600 ribu, Rp 900 ribu sampai Rp 1,2 juta dengan tenor 15 sampai 22 hari. Bunganya pun beragam, mulai paling rendah 15-20%. "Nilai tersebut terbilang sangat tinggi dengan tenor yang cepat mas. Tapi mau gimana lagi, memang sedang butuh," ujarnya kepada Surabaya Pagi, Jumat (15/2/2019). Tak hanya menggunakan aplikasi Akulaku, ia juga pernah mencoba tawaran pembiayaan multiguna melalui aplikasi Home Kredit. Syaratnya pun sangat mudah, mengisi formulir yang disediakan, foto KTP asli dan Foto KTP beserta wajah calon nasabah. Jika disetujui kontrak yang hanya diproses 30 menit, dana akan langsung cair paling lambat 3 hari dari persetujuan. "Cepat sih mas, waktu itu saya tunggu sekitar 20 menitan setelah proses persetujuan, dana langsung cair," tambahnya. Saat itu Rachman meminta pinjaman Rp 3 juta dengan tenor 12 bulan. Perbulan ia harus membayarkan sebesar Rp 374.700. Artinya, jika di total, bunga perbulan mencapai sekitar 45 persen. "Saya tidak sampai menghitung mas, cuma kok pas udah lunas, bunganya tinggi sekali. Karena tidak pernah terlambat bayar, saya ditawari dengan limit yang besar, sampai 15 juta dengan tenor 35 bulan, angsuran 960 ribu. ngeri gak sih," tandasnya. LBH Buka Posko Pengaduan Fintech Akan tetapi, masih ada fintech atau pinjaman online abal-abal dengan bunga tinggi dan intimidasi saat penagihan hingga kerahasiaan data nasabah. Bahkan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya sudah menerima laporan 59 nasabah fintech yang menjadi korban. Hal itu diungkapkan LBH Surabaya, saat launching Posko Pengaduan Pinjaman Online di Kantor LBH Jatim Jalal Kidal No 6, Surabaya, Jumat (15/2/2019). Pinjaman online atau Fintech, merupakan terobosan layanan yang memudahkan masyarakat melakukan pinjaman dana cukup dengan menggunakan aplikasi ponsel pintar. Namun dibalik kemudahan fasilitas pinjaman online itu, ternyata muncul beberapa masalah yang berpotensi mengancam kerahasiaan data nasabah. Bahkan pada beberapa kasus yang ditangani LBH Surabaya, nasabah mengalami penagihan biaya yang disertai intimidasi. 59 Nasabah Korban Fintech Sahura Kabid Riset dan Pengembangan Kerja Sama LBH Surabaya menuturkan, terdapat sembilan pengaduan yang masuk ke LBH Surabaya. Dari sembilan pengaduan itu terdapat sedikitnya 59 nasabah yang menjadi korban pinjaman online. "Ada beberapa poin masalah yang dialami oleh klien kami yang mengadu, ini yang membuat kami harus membuat posko ini," katanya. Ia menyebut, masalah yang dialami oleh para pengadu meliputi penagihan secara intimidatif, besaran tagihan yang tidak jelas, dan penyebaran data pribadi. "Ada yang diancam setiap ditagih, bahkan ada yang diancam datanya akan disebarkan data pribadinya. Bagi kami ini sudah melanggar hukum," lanjutnya. Polisi Siap Fasilitasi Korban Fintech Melihat kecenderungan itu, Satreskrim Polrestabes Surabaya siap memfasilitasi masyarakat yang resah terhadap aktifitas perusahaan Fintech pada saat proses penagihan, terutama yang berpotensi tindak kriminal. Meski, hingga saat ini, data kepolisian belum pernah meberbitkan LP terkait kejahatan yang bersinggungan dengan Fintech. "Dari data kami belum pernah ada laporan. Tapi jika memang ada masyarakat yang nerasa dirugikan, silahkan melapor. Nanti kedepan kami juga akan berkoordinasi dengan pihak OJK," singkat Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Sudamiran, kepada Surabaya Pagi, Jumat (15/2/2019). Pemkot akan Batasi Fintech di Surabaya Sementara itu, Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya melakukan sosialiasi sekaligus imbauan kepada Masyarakat Surabaya, soal Financial Technology (fintech). Yusron Sumartono, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Kota Surabaya mengatakan, banyak masyarakat yang menjadi korban lembaga fintech yang belum jelas legalitasnya. Yusron menceritakan biasanya jasa fintech yang belum jelas legalitasnya akan memberikan kemudahan-kemudahan syarat pinjaman. Seperti tanpa biaya pendaftaran dan status bunga yang tidak jelas bagi pemohon, sehingga berakibat membengkaknya tagihan-tagihan di belakang. Karena menggunakan aplikasi berbasis online, dimungkinkan saja mereka juga bisa menarik data-data pribadi kita. Kadang juga mau bayar sulit, sehingga lambat laun timbul bunga tinggi, akhirnya membengkak bunganya, kata Yusron, kemarin. OJK Himbau Masyarkat Cerdas Terpisah, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan masyarakat perlu dididik agar bisa memilih perusahaan fintech yang sudah terdaftar di OJK. Jika masyarakat sudah teredukasi dengan baik, maka masyarakat yang dirugikan oleh fintech ilegal akan berkurang. "Masyarakat kita perlu diedukasi untuk kelola utangnya secara baik. Gimana kita tingkatkan perlindungan ke masyarakat. Tujuan utama masyarakat kita terlindungi. Masyarakat bisa dipengaruhi dengan edukasi ini, kita harap fintech ilegal ini tidak laku," kata Tongam, kemarin. Dia meminta kepada masyarakat dapat melakukan pinjaman online sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Dengan demikian, masyarakat tidak dipusingkan dengan bunga pinjaman online yang besar itu. Pinjaman online memang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pinjaman, namun bunga yang begitu tinggi juga menjadi beban bagi masyarakat. "Contoh, masyarakat pinjam Rp 1 juta ke fintech, yang cair Rp 700 ribu dengan bunga 1% per hari, maka jika diitung sebulan itu bisa Rp1.140.000. Ini masyarakat perlu sadar bahwa biayanya bunganya tinggi. Edukasi masyarakat ini berkesinambungan disampaikan ke masyarakat untuk berhati-hati," ucapnya. Dia mengungkapkan, bunga pinjaman online ilegal yang sangat tinggi tersebut, telah membebani para masyarakat yang kurang teredukasi. Bunga fintech ilegal telah membuat masyarakat yang memiliki pinjaman, cenderung mengalami depresi untuk melunasinya. Bahkan, belum lama ini, ada masyarakat yang gantung diri karena tak sanggup melunasi utangnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU