Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Jokowi - Ma’ruf, yang Ikut Pil

Tagar #2019GantiPresiden, Slogan Ala Pokrol Bamboo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 14 Agu 2018 04:58 WIB

Tagar #2019GantiPresiden, Slogan Ala Pokrol Bamboo

Pak Jokowi Yth, Jujur, saya termasuk yang tidak setuju tagar #2019gantipresiden dan #2019tetappresiden, diterus-teruskan menjelang kampanye. Alasan saya sederhana, tagar ini tidak produktif dan cenderung slogan pokrol bamboo. Saya sejajarkan tagar ini dengan pokrol bamboo, karena tagar ini menggambarkan perbantahan antara dua manusia yang membikin dua tagar. Dan bisa jadi nanti pembuatan tagar semacam ini tidak ada ujung pangkalnya atau debat kusir. Dalam Pembukaan UUD 1945 ada amanat, disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat . Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pemilu, termasuk presiden dan wakil presiden yang lima tahunan, mutlak harus berbasis kedaulatan ada di tangan rakyat. Tidak ada satu aturan konstitusi kita yang menulis ganti presiden atau tetap presiden. Pak Jokowi Yth, Saya menangkap sinyal bahwa tagar 2019GantiPresiden, seperti sebuah pesan politik yang tegas, berani, galak (anger) dan menakutkan Anda bbersama pparpol kualisinya. Mengapa demikian? karena dalam pilpres 2019 ini lawan dari parpol oposisi adalah Anda yang kini masih menjabat presiden. Sayang koalisi pendukung Anda reaktif dengan membuat tagar tandingan : #tetap presiden; #Lanjutkan212 atau #Jokowi212. . Saat saya makan nasi pecel Bu Koes di Nginden, saya mendengar ada pelajar berseragam SMU bertanya kenapa Jokowi mesti diganti? Apa yang salah dengan Jokowi? Apa Jokowi korupsi proyek? Memang Jokowi ngapain? Ini suara generasi milenial dan grassroot. Menjelang kampanye, saya usul, oposisi yang membuat ide #2019gantipresiden, bisa kontrol diri masihkan memproduksi kaos dengan tagar ini. Maksud saya perlunya kontrol diri, agar mereka tidak jadi blunder koalisinya. Ingat, jaman SBY dulu. Ia menang karena mendapat simpati dari masyarakat. Maklum, kultur orang Indonesia, umumnya suka bersimpati terhadap pihak yang diserang. Beberapa kali saya berdiskusi dengan sejumlah praktisi hukum, apa motif pembuat dan pengedar tagar #2019ganti presiden? Apakah kelompok ini kebelet merebut kekuasaan RI-1? Apakah tagar semacam ini trik untuk mengganggu pemerintahan Anda. Jangan-jangan partai politik yang gencar mensosialisasikan tagar ini sakit hati, atas keberhasilan Anda membangun jalan toll dimana-mana. Saya khawatir, tagar ini sengaja diluncurkan agar menutup mata masyarakat akan prestasi-prestasi pemerintahan Anda dalam membawa negara ini untuk lebih baik. Kesan saya, ada partai oposisi yang sudah tidak sabar untuk muncul ke permukaan dan menggulingkan pemerintahan Anda. Pak Jokowi Yth, Akal sehat saya, bertanya mengapa partai politik oposisi mengeluarkan produk kaos bertagar @2019gantipresiden. Bila keinginannya menggusur Anda dari kursi presiden. Sebagai aktivis tahun 1978, saya heran mengapa partai opsisi yang membuat tagar itu tidak belajar bagaimana Soekarno dan Soeharto jatuh? bukan dengan kaus bertagar seperti itu. Dua presiden kita lenggser, karena aksi demo masyarakat yang dipelopri mahasiswa. Kata kuncinya, rakyat harus bersatu, menuntut presiden mundur, bukan presiden diganti. Tentu dengan tema-tema kerakyatan yaitu wong cilik seperti sembako dan lapangan kerja. Saya menilai dengan memproduksi kaos bertagar ini puluhan ribu dan di tiap kota, baik penggagas kaos, pemodal dan penikmat, bertujuan sama, Ada pergantian jabatan Anda secara konstitusional (begitu tulisan kecil di bawah slogan #2019GantiPresiden). Inilah yang saya nilai berkampanye ala pokrol bamboo. Salah satu penilaian saya, partai politik oposisi tidak fokus atau salah fokus yaitu yang mestinya mengusung kandidat baru, menjadi sekadar mengganti Anda. Konklusi saya, Anda dianggap begitu penting bagi oposisi. Menggunakan ilmu komunikasi, slogan ini selain tidak produktif, menggambarkan parpol pembuatnya tidak mengerti marketing politik. Mergapa partai oposisi tidak menggunakan komunikasi politik yang lebih umum dengan tujuan memenangkan Pilpres 2019. Untuk merebut pemilih milenial, mestinya slogan yang dipakai harus lebih soft selling dan lebih positif secara emosi. Dan bukan mengeluarkan slogan menakut-nakuti publik untuk ikut beli kaos #2019gantipresiden. Saat saya masih meliput di Pengadilan (belum ada Peradi) ada pengacara praktik yang disebut pengacara pokrol. Ia sama dengan advokat yaitu wakil orang yang beperkara (dalam pengadilan. Dalam masalah ini, pokrol yang saya sebutkan adalah orang yang pandai berbantah (berdebat, berputar lidah, dan sebagainya. Penampulannya pas dengan pok·rol-pok·rol·an . Orang Lamongan bisa meledek tagar seperti pernyataan orang ndeso, orang gak sekolah yang mudah mengatakan Pokoke apik, pokoke bener. pokoke demo, pokoke pergi. Padahal, dalam ilmu komunikasi, slogan adalah motto atau frasa yang dipakai pada konteks politik, komersial, agama, dan lainnya. Pendeknya, slogan merupakan hal mutlak dalam politik. Artinya, setiap partai harus punya slogan politik. Apalagi jika partai tersebut berkepentingan untuk meraih dukungan luas massa-rakyat. Tanpa slogan yang tepat, tidak mungkin bisa meraih dukungan politik dari massa luas. Pertanyaannya, tagar ini slogan partai mana? PKS, PAN atau Gerindra. Maka itu, saya sampai berpikiran diantara partai politik oposisi Anda, tak paham bahwa slogan politik dibuat untuk memudahkan massa rakyat mengenal, memahami, dan mengikuti tujuan politik partai politik yang menggandakan tagar ini dan dijual. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU