Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Tahun 2014, Jokowi Janji tak akan Impor Pangan, Nyatanya Terus Impor

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 17 Nov 2018 06:23 WIB

Tahun 2014, Jokowi Janji tak akan Impor Pangan, Nyatanya Terus Impor

"Menolak secara santun lebih baik daripada memberi janji yang panjang dan banyak." (Sayyidina Ali ibn Talib RA) Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Jumat pagi kemarin (16/11/2018), saya membaca video viral di sebuah grup yang anggotanya mayoritas wartawan lama. Video yang direkam dari siaran TV berita Metro TV ini, tentang janji Presiden Jokowi, soal impor pangan di depan peserta Muktamar PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) di Surabaya, pada tahun 2014. Dalam video yang disiarkan sebagaI headline News, Anda Capres Jokowi, berdiri di mimbar utama Muktamar memakai kopyah hitam dan batik lengan panjang berpidato soal impor. Begini pidato Anda :Problemnya apa sih gitu lho, kita ini negara yang sangat luas mempunyai air juga yang sangat banyak. Kok berasnya impor. Gulanya impor. Jagungnya impor. Buahnya impor. Kedelai impor. Apa yang belum saya sebutkan, garamnya impor. Cabenya impor. Bawang putih impor. Kok bisa impor semuanya? Apanya yang salah? Ini ada yang keliru, mesti ada yang mismanagement disini. Kalo saya menterinya nanti, menterinya yang pegang ini. Kini tahun 2018, empat tahun setelah Anda berpidato, tidak hanya beras, jagung, kedelai, tetapi juga cabai dan garam. Gejala apa? Sebagai seorang yang lama mengeluti manajemen perusahaan, saya membedah janji yang Anda ucapkan ini dari aspak manajemen dan kepemimpinan. Dalam manajemen ada penerapan perencaan hingga evaluasi. Hal yang saya terapkan sejak tahun 1988 di harian Surabaya Post adalah manajemen PDCA (Plan, Do, Ceck and Act). PDCA seringkali dipergunakan dalam kegiatan KAIZEN dan DMAIC yang sangat cocok untuk dipergunakan dalam kegiatan continues improvement. Termasuk menghapuskan pemborosan dan produktivitas. Dalam manajemen PDCA, kendali utama pada seorang pemimpin. Makna perpekstif leadership, kadang ada pimpinan yang selalu melimpahkan kesalahan ke anak-buah atau bawahan . Hal seperti ini oleh pakar-pakar kepemimpinan, kerap dipandang sebagai representasi dari kurang cakapnya pemimpin dalam mengelola keseluruhan fungsi dan tugas yang dilegasikan ke bawahannya. Setidaknya akan ada tuntutan responsibility yang melekat di pundak atasan termasuk ditemukan miss-management pada fungsi-fungsi planning, organizing, actuating, controlling. Siklus ini semestinya dikelola dengan sebaik-baiknya demi optimalisasi kinerja organisasi. Maka itu, dalam film "G.I. Jane", yang dibintangi artis seksi Demi Moore, sebagai komandan Angkatan Laut perempuan pertama yang terjun ke medan perang, Demi Moore menyatakan tidak ada prajurit yang salah, yang salah adalah komandannya, itulah pameo yang hidup di militer. Saat saya kuliah dulu, dosen manajemen saya mengatakan kemampuan memimpin tidak akan bisa dilihat hanya dari angka-angka. Banyak unsur kualitatif yang perlu diperhatikan juga, seperti keberanian, ambisi, dan kemauan untuk terus mencoba hal baru. Salah satu kriteria pemimpin yang tidak layak adalah tidak memiliki pengaruh atau kemampuan di luar job description yang dapat mendorong pertumbuhan maksimal, baik pertumbuhan organisasi atau pertumbuhan pendapatan. Sewlain, seseorang yang cepat puas, sehingga tidak memanfaatkan hubungan kolaboratif untuk mendatangkan keuntungan bagi perusahaan sendiri. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Sejak awal tahun 2018 terjadi polemik beras impor. Ini terkait adanya perdebatan soal impor beras antara Menteri Perdagangan Enggartiaso Lukita dan Direktur Utama Badan Urusan Logistik Budi Waseso alias Buwas. Perdebatan ini telah sampai ke telinga Anda presiden Joko Widodo. Dan Anda meminta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk memanggil Buwas dan Enggar. Perseteruan ini dibarengi dengan pernyataan keras yang dilontarkan Direktur Utama Bulog, Budi Waseso. Di hadapan para pewarta, Buwas,menumpahkan kegeramannya kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Enggar sempat bilang, bukan urusan lembaganya jika Bulog kekurangan gudang penyimpanan. "Matamu! Kita kan sama-sama (lembaga) negara," ujar Buwas, merujuk ke Enggar, di kantor Bulog, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018) lalu. Buwas juga menyebut pihak yang ingin beras ekspor terus sebagai "pengkhianat bangsa." Menyimak soal perang urat saraf Buwas-Enggar bermula sejak Kemendag menyetujui izin impor beras sebesar 2 juta ton tahun 2018 ini. Jumlah ini dianggap Buwas terlalu banyak lantaran cadangan beras Bulog sampai sekarang mencapai 2,4 juta ton dan cukup mengisi perut rakyat Indonesia sampai Juni 2019. Apalagi soal impor garam. Sorotan ini disebabkan Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia. Ini dianggap sebagai modal untuk memproduksi garam sesuai kebutuhan. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, yang menyetujui impor garam berdalih, karena tidak ada yang pernah membina industri garam rakyat, sehingga mutu garam rendah. Akhirnya, menteri dari NasDem ini menerbitkan izin impor garam sebanyak 3,7 juta ton. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, juga geram. Maklum pemerintahan Anda Jokowi mengalihkan hak rekomendasi urusan garam industri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan ke Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Dengan mengalihkan rekomendasi ini, hak Susi dalam proses kegiatan impor garam industri hilang. Padahal, Susi menyiapkan garam Indonesia bisa swasembada. Terutama kemauan membeli produk garam dalam negeri dan memberi kesempatan luas bagi petani garam untuk bisa mendapatkan harga yang pantas di setiap produksi garam yang dihasilkan Demikian juga soal impor jagung era Anda masih berlangsung. Berdasarkan data ekspor-impor kepabeanan, tercatat ada sebanyak 330,8 juta kg jagung yang diimpor sepanjang Januari-Juli 2018. Ada juga impor bibit jagung sebanyak 227.300 kg. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Soal swasembada beras di Indonesia menurut data di Kementerian Pertanian telah lama hilang. Padahal segala upaya telah dilakukan, tapi masih belum terdengar hasilnya. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, sepanjang 2016, Indonesia tidak melakukan impor beras, termasuk beras premium. Ini terjadi seiring dengan kenaikan produksi padi yang mencapai 79,14 juta ton gabah kering giling (GKG). Ini prestasi besar. Setelah 32 tahun, kita bisa meraih kembali prestasi yang pernah dicapai pada 1984, di mana FAO secara resmi mengakui Indonesia saat itu swasembada beras, kata Amran dalam berbagai kesempatan. Kementerian ini mencatat, selama dua tahun tersebut, produksi beras naik 8,3 juta ton atau setara dengan Rp 38,5 triliun. Makanya sejak tahun 2016, Kementeriam Pertanian tidak merekomendasi ijin impor, termasuk beras premium. Apalagi, sentra produksi beras nasional di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara, tahun 2018 ini menurut kementerian pertanian, menggembirakan. Tapi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, sejak awal tahun 2018 malah mengeluarkan izin impor beras sebanyak 2,5 juta ton. Kebijakan impor Enggar ini dipertanyakan DPR. Dengan masih impor beras sampai Agustus 2018 ini, Lektor Kepala Perbanas Institute, Dradjad H. Wibowo, menegaskan, Indonesia era Anda Capres Jokowi, memang belum swasembada beras. Apalagi soal kedelai. Yth Pak Jokowi-Pak Prabowo, Dengan data, fakta dan informasi dari sumber kompeten, akal sehat saya bertanya apakah pidato Anda Capres Jokowi di Muktamar PKB tahun 2014 tidak asal bicara?. Maklum, setiap perhelatan politik, saya mencatat acapkali muncul muslihat dan dusta politik. Muslihat dan dusta politik ini sering disulap menjadi kata-kata manis. Janji politisi kadang dibaca oleh pengamat komunikasi politik bagai penyedap rasa dan pemanis masakan. Sejak saya meliput Pilkada 2014, saya mencatat terdapat banyak naji. Ada janji tentang hidup baik, ada janji tentang pendidikan gratis, ada janji tentang perbaikan jalan raya, ada janji tentang perbaikan harga, ada janji tentang perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), ada janji tentang perbaikan saluran air, termasuk janji tidak impor pangan. Sebagai jurnalis yang tidak partisan, saya mengangfgap ringan-ringan saja soal Capres merayu, meminta simpati dan memberi harapan. Soal rakyat terpesona lalu terperangkap dalam jebakan kata yang dioles dengan kemampuan mengumbar janji, itu urusan rakyat yang tidak belajar dari pengalaman pait bahwa politisi itu jago umbar janji. Akal sehat saya mengatakan janji politik, umumnya berada di antara harapan dan kenyataan. Pada akhirnya, apa yang menjadi kenyataan selalu bertolak belakang dengan harapan. Janji pun tinggal janji. Janji acapkali tak menjadi kenyataan. Guru agama cucu saya pernah mengajarkan bahwa janji adalah dusta. tapi dia tidak tahu dalam dunia politik. Dalam politik dusta memang telah menjadi bagian inheren dalam politik. Padahal, janji selalu berdampak etis-moral. Janji selalu berkaitan dengan hati nurani. Jika demikian, janji yang diberikan kepada rakyat mestinya diwujud-konkritkan. Meski, tidak memiliki kewajiban hukum, tetapi seseorang yang memberikan janji memiliki kewajiban etis-moral untuk memenuhinya. Nah, janji Anda Capres Jokowi pada muktamar PKB di Surabaya pada tahun 2014, ternyata tidak Anda tepati. Apakah ini yang sering disebut propaganda politik untuk meraup dukungan rakyat. Walahualam. Saya berpesan. mari dalam Pilpres 2019 yang sedang gencar-gencarnya mencari dukungan dan simpati publik, Anda untuk tidak mendustai rakyat dengan janji-janji palsu lagi.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU