Tak Mau Kalah, Konglomerat Tanah Air Serbu Investasi ke Startup

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 06 Apr 2020 15:20 WIB

Tak Mau Kalah, Konglomerat Tanah Air Serbu Investasi ke Startup

SURABAYA PAGI, Jakarta Maraknya tren investasi ini setelah muncul laporan bahwa ekonomi internet di Indonesia akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, dengan nilai US$130 miliar (sekitar Rp2,2 Kuadriliun) pada 2025 dengan 171,1 juta pengguna internet, ruangekonomi digital di Indonesia diprediksi bakal tumbuh lebih besar. Laporan itu dirilis oleh gabungan Google, Temasek, dan Bain & Co. Agar tidak ketinggalan dengan investor asing, khususnya dari Jepang, China, dan India, konglomerat di Indonesia ramai-ramai infuskan dana ke dunia startup. Demi menciptakan Senjata Baru dalam bisnis keluarga. Beberapa di antara keluarga konglomerat itu memilih mengembangkan startup sendiri, tapi ada pula yang memilih tetap berperan sebagai pemodal. Dengan menghimpun informasi dari berbagai sumber, berikut ini keluarga konglomerat Indonesia yang aktif terlibat dalam dunia startup lokal. Pertama, Keluarga Riady (Lippo Group). Pada 2015, Keluarga Riady mendirikan Venturra Capital yang sebelumnya bernama Lippo Digital Ventures. Setahun kemudian, mereka berpartner dengan Grab, kemudian meluncurkan situs belanja online Matahari Mall dan pembayaran digitalOvo. Kedua, Keluarga Widjaja (Sinar Mas). inar Mas bersama dengan East Ventures dan Yahoo Jepang meluncurkan EV Growth yang berfokus mendanai startup di tahap pertumbuhan. Di tahun yang sama, Sinar Mas juga mendirikan Sinar Mas Digital Ventures (SMDV) yang telah menyuntikan modal ke HappyFresh, startup periklanan Stickearn, dan perusahaan SaaS logistik Waresix. Ketiga, Keluarga Hartono (Djarum). Dengan modal US$100 juta, Martin membeli sejumlah saham situs terkenal di Indonesia, antara lain: Kasukus, Blibli.com, Tiket.com,Gojek, dan HaloDoc. Langkah selanjutnya, Martin mendirikan Inkubator Merah Putih lewat PT Merah Putih Colony. Keempat, Keluarga Sariatmadja (Emtek). Manuver digital Emtek yang paling besar adalah akuisisi BlackBerry Messenger (BBM) pada 2016 melalui anak perusahaan Kreatif Media Karya Online (KMK Online). Namun, banyak yang menilai langkah itu tidak tepat karena saat itu pengguna sudah beralih memakai WhatsApp. Kelima, Keluarga Salim (Grup Salim,Indofood, Indomaret). Usaha digital Keluarga Salim dimulai pada 2014 saat mereka menanamkan US$445 juta di Rocket Internet di Berlin, lewat anak usaha telekomunikasi asal Filipina, Phillippine Long Distance Telephone Company. Meskipun pengembaliannya tidak berlimpah, Grup Salim tak mundur dari sektor digital.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU