Home / Hukum & Pengadilan : Sengketa Tanah Jalan Pemuda antara Pemkot Surabaya

Tak Serahkan Aset, Alim Markus bisa Dipidanakan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 10 Mei 2019 08:57 WIB

Tak Serahkan Aset, Alim Markus bisa Dipidanakan

Rangga Putra, Wartawan Surabaya Pagi PT Maspion yang tak mau menyerahkan aset Pemkot berupa tanah di Jalan Pemuda 17 Surabaya, mengundang tanya. Pasalnya, Pemkot tak memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di persil tersebut. Sedang perjanjian antara Pemkot dan Maspion berakhir sejak 15 Januari 2016. Bukannya mengembalikan aset, perusahaan milik Alim Markus (Liem Boen Kwang) itu malah menggugat Pemkot di PTUN. Apakah Maspion bersama Alim Markus bisa dipidanakan? ---------- Seperti diketahui, penguasaan PT Maspion atas lahan di Jalan Pemuda itu berdasar Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah Nomor 593/004.1/402.5.12/96 tanggal 16 Januari 1996 antara Sunarto Sumoprawiro selaku Wali Kota Surabaya dan Alim Markus selaku Direktur PT Maspion. Namun selama 20 tahun mendapat HGB itu, Maspion tak kunjung memanfaatkan lahan itu, hingga akhirnya Pemkot tak memperpanjang kerja sama. Pakar hukum agraria Universitas Airlangga (Unair) Agus Sekarmadji menyebut, secara hukum pertanahan, tindakan PT Maspion yang tak kunjung mengembalikan tanah yang habis masa HGB-nya adalah tidak dapat diterima. Mestinya, sejak HGB di atas HPL kedaluwarsa, bekas pemegang HGB wajib mengosongkan lahan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Atas Tanah, Pasal 37 menyebut kewajiban bekas pemegang HGB untuk mengosongkan lahan dan membongkar bangunan dengan biaya sendiri selambat-lambatnya satu tahun sejak berakhirnya HGB. Seperti diberitakan, HGB di atas HPL PT Maspion habis pada 15 Januari 2016. Artinya, sudah tiga tahun lebih PT Maspion tak mengembalikan tanah di Jalan Pemuda 17 itu kepada Pemkot Surabaya. "Pemilik lahan (Pemkot) bisa mengosongkan lahannya dengan biaya bekas pemegang HGB," jelas Agus saat dihubungi Surabaya Pagi, Kamis (09/5/2019). Menurut Agus, PT Maspion ini bisa dijerat pidana melalui UU No 51/PRP/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya. Soalnya, PT Maspion ini menguasai tanah yang bukan miliknya. "Bisa dipidana melalui undang-undang 51," tandas Agus Menjawab keresahan publik tentang HGB yang bisa dikonversi menjadi hak milik oleh sebuah korporasi, Agus menjawab HGB yang bisa ditingkatkan statusnya menjadi hak milik adalah hanya tanah perumahan yang digarap developer. Tetapi untuk HGB di atas HPL, harus melalui persetujuan pemegang HPL. Oleh sebab itu, dalam kasus sengketa tanah persil 17 Jalan Pemuda, hampir mustahil bagi PT Maspion bisa memiliki persil 17 Jalan Pemuda itu. Soalnya, Pemkot Surabaya bersikukuh hendak membangun alun-alun di atasnya. "Bisa saja HGB jadi hak milik. Tetapi harus ada persetujuan dari pemegang HPL," terang Agus. Ditindak Paksa Pendapat serupa juga diutarakan Sumarso, advokat senior di Kota Surabaya. Menurutnya, penguasaan tanpa hak oleh PT Maspion atas persil 17 Jalan Pemuda itu bisa ditindak paksa oleh Pemkot. Sumarso menyebut, apa yang dilakukan oleh PT Maspion ini sejatinya sudah menimbulkan kerugian bagi negara. Pasalnya, sejak masa HGB di atas HPL kedaluwarsa pada tahun 2016, persil 17 Jalan Pemuda itu jadi tidak produktif. Sebab, PT Maspion tidak memberi pemasukan kembali pada daerah. Di sisi lain, tanah persil 17 Jalan Pemuda itu hendak dipakai Pemkot untuk kepentingan umum. "Di situlah kerugian negaranya. Mesti dipelototi apakah ada unsur korupsinya," tukas Sumarso. Meski begitu, Sumarso tidak melihat upaya PT Maspion itu hendak menguasai tanah aset daerah. Soalnya, HPL sendiri merupakan hak penguasaan tanah dari negara yang diberikan kepada pemegangnya, dalam hal ini Pemkot Surabaya. Jadi, yang patut dicermati adalah, sengketa antara Pemkot Surabaya dan PT Maspion ini bukan sengketa kepemilikan. Soalnya, menurut Sumarso, sudah jelas yang punya persil 17 Jalan Pemuda itu adalah negara dan Pemkot sebagai pemegang hak pengelolaannya. "Nah, PT Maspion ini mau apa sebenarnya?" tanya Sumarso. Ungkit Masalah Prioritas Terkait hal itu, kuasa hukum PT Maspion Soetanto Hadisusanto tak dapat dikonfirmasi. Hingga pukul 21.00 WIB, nomor ponsel yang biasa dihubungi Surabaya Pagi tidak aktif. Namun sebelumnya, Soetanto mengatakan pihaknya melakukan gugatan ke PTUN karena terkait klausul prioritas perpanjangan HGB untuk PT Maspion. Menurutunya, walau persil 17 Jalan Pemuda itu bakal digunakan sendiri oleh Pemkot selaku pemegang HPL, tetap saja perpanjangan HGB harus diberikan kepada pemohon prioritas dalam hal ini PT Maspion. "Prioritas perpanjangan HGB itu berlaku hanya untuk PT Maspion dalam segala kondisi," ucap Soetanto. Dalam perjanjian Nomor 593/004.1/402.5.12/96 tanggal 16 Januari 1996 itu, masalah prioritas perpanjangan disebut dalam pasal 3. Berikut bunyi lengkapnya, "Setelah berakhirnya Jangka Waktu pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana tersebut pada pasal 1 perjanjian ini, tanah di maksud kembali kepada penguasaan Pihak Pertama dan bangunannya tetap menjadi milik Pihak Kedua. Menetapkan prioritas untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pihak Pertama." n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU