Tanggapan Jaksa, Makin Perkuat Dugaan ada Muatan Order Bidikan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 22 Nov 2019 07:58 WIB

Tanggapan Jaksa, Makin Perkuat Dugaan ada Muatan Order Bidikan

Menyingkap Kongsi Bisnis Percetakan di Trenggalek, Dituding Korupsi (10)       Menjawab pertanyaan terdakwa yang menyebut Sdr. Gathot Purwanto sampai saat ini belum diajukan sebagai terdakwa dalam hal ini Kejaksaan Negeri Trenggalek mempunyai prioritas mana yang harus didulukan karena hal tersebut tentunya dengan berbagai pertimbangan salah satunya terkait anggaran penyidikan yang dapat dibiayai dalam waktu 1 tahun.   Pembaca yang Budiman, Itu pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hadi Sucipto, dalam jawaban atas eksepsi Penasihat hukum terdakwa. Tanggapan dengan kalimat diatas terdapat di halaman 6 dari 8  halaman. Kalimat ini dibacakan dengan jelas di ruang sidang Pengadilan Tipikor Surabaya, pada hari Jumat tanggal 15 November 2019 lalu .Mendengar Jaksa Penuntut Umum Hadi Sucipto, membacakan pada kalimat itu, saya terperangah. Saya yang semula menunduk melihat lantai, menengok wajah jaksa Hadi Sucipto. Terkesan ia seperti tidak malu menggunakan kalimat, menjalankan penegakan hukum bicara anggaran penyidikan? Saya bertanya, opo tumon (apa ada) penegak hukum ditanya soal dugaan diskriminasi penanganan kasus dugaan korupsi tidak menggunakan logika hukum dan akal sehat, malah soal anggaran penyidikan? Apa Kajari Trenggalek Lulus Mustafa, tidak mengajarkan anak buahnya tentang logika hukum dan akal sehat? Apakah semua pencari keadilan bisa diperbodoh dengan pemberian jawaban menegakan hukum terkait diskriminasi malah beralasan anggaran penyidik yang dapat dibiayai dalam waktu 1 tahun?. Substansi yang saya persoalkan dalam eksepsi soal diskriminasi hukum? Saya pikir, Jaksa ingin mengalihkan urusan diskriminasi hukum ke keterbatasan biaya/ Ini yang menurut akal sehat saya tidak mengandung akal sehat. Apalagi jawaban menggunakan logika hukum. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari teman yang bertugas di Kejaksaan Agung anggaran biaya penanganan untuk satu perkara tindak korupsi di  Kejaksaan besarannya hingga tuntas sebesar Rp  200 juta. Rinciannya, Rp 25 juta biaya tahap penyelidikan; Rp 50 juta tahap penyidikan; Rp 100 juta tahap penuntutan. Sisanya, Rp 25 juta lagi untuk biaya eksekusi putusan. Terkait alasan JPU Hadi Sucipto tersebut, saya juga menyimak penjelasan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam penjelasan UU ini dinyatakan,  Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan  umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.  Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut di atas. Apa JPU Hadi Sucipto bersama timnya, tidak paham mengenai menegakan supremasi hukum dan perlindungan kepentingan umum dan penegakan hak asasi manusia dalam pemberantasan korupsi. Menetapkan saya sebagai swasta dengan dakwaan menggunakan ketentuan pengadaan barang dan jasa, apakah sudah relevan? bila memang menggunakan ketentuan pengadaan barang dan jasa serta penyertaan modal, ada apa tidak membidik Drs. Gathot Purwanto, M.Si, Plt Direktur Utama PDAU Kabupaten Trenggalek. Mengingat, Gathot adalah yang memilih saya menjadi partner bisnisnya. Juga Gathot yang menggunakan uang PDAU. Mengapa malah saya, orang swasta yang tidak tahu menahu urusan pengeluaran uang PDAU. Apalagi mengurus pencairan ke bendahara Kabupaten Trenggalek. Diskriminasi semacam ini, menggunakan akal sehat, menurut saya sangat mencolok. Benar kata mantan Bupati Trenggalek, H. Soeharto, ada ketidakadilan dalam menangani dugaan kasus korupsi ini. Dengan praktik seperti ini,. sebagai pencari keadilan, saya bertanya model apa yang dijalankan JPU dalam mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum, norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan? Apalagi upaya menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat?. Saya menjawab penjelasan yang dituangkan dalam UU Kejaksaan ini tidak terwujud. Makanya saya bersama tim penasihat hukum, tidak cukup membuat eksepsi (letigasi), tetapi akan melaporkan ke atasan Kejari Trenggalek yaitu Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan, Komisi Kejaksaan, Komnas HAM dan Komisi III DPR-RI 9non litigasi). Laporan ini sebagai hak asasi pencari keadilan yang merasakan ada diskriminasi hukum.   Menjalankan Order Bidik orang Sikap JPU bahkan saya duga juga institusi Kejaksaan Negeri  Trenggalek saat ini cenderung kurang peduli pada keterlibatan Drs. Gathot Purwanto, M.Si. Apalagi urusan penegak hukum, malah berkelit ke masalah anggaran penyidikan. Adakah pernyataan dan perilaku semacam ini, JPU sedang menjalankan order untuk membidik seseorang dan melindungi seseorang? walahualam. Ini bisa saya rasakan, Kajari Trenggalek seperti kurang peduli dan ragu mengeluarkan perintah menetapkan sdr. Gathot Purwanto, residivist tindak pidana korupsi, menjadi tersangka korupsi yang ke 4 kalinya. Menggunakan pendekatan keadilan, saya menunggu perintah penetapan Gathot menjadi tersangka korypsi secepatnya bisa mengubah image Kejari trenggalek melakukan diskriminasi hukum dalam kasus percetakan PT Bangkit Grafika Sejahtera. Pesan moral saya ini mengacu bahwa hukum pidana yang berlaku di Indonesia dikenal asas equality before the law. Kajari Trenggalek tahu bahwa setiap orang sama diperlakukan di depan hukum. Apalagi terhadap sdr. Gathot Purwanto, anak buah mantan Bupati Trenggalek, H. Soeharto. (Ikuti tulisan saya seri ke 12, celotehan Sdr. Gathot Purwanto, menyebut pejabat tinggi Kejaksaan di Jakarta). Saya bertekad, bersama beberapa LSM di Surabaya, kami akan mengawasi proses penegakan hukum di Kejari Trenggalek kepemimpinan jaksa Lulus Mustafa, yang saat bertugas di Tembilahan Riau, pernah didemo masyarakat.   Tidak bisa Diperbodoh Penggunakan alasan seperti dalam kutipan tanggapan jaksa diatas, saya bertanya, dimana rasa keadilan dalam mengungkap dugaan penyertaan modal dalam usaha percetakan ini? Apa substansi keadilan yang digertakan Kajari Lulus Mustafa pada saya, saat pertama kali ia memerintahkan anak buahnya menahan daya usai menjadi saksi tersangka H. Soeharto, mantan Bupati Trenggalek, 18 Juli 2019? Wajar H. Soeharto, sebagai mantan atasan drs. Gathot, protes atas tidak dijadikan terdakwa bersamanya. Mengingat Gathot kuasa pengguna anggaran di Kabupaten Trenggalek, yang dipimpin H. Soeharto. Saya mengungkit terus substansi keadilan pada Kajari Trenggalek saudara Lulus Mustafa, karena Negara telah memberikan kewenangannya kepada Kejaksaan untuk menegakkan supremasi hukum dalam memberantas korupsi. Saya ungkit dan awasi, agar kewenangan istimewa ini dijalankan dengan baik dan tidak untuk membidik orang swasta, tetapi melindungi ASN yang memerintahkan penggunaan uang yang dikelola PDAU Kabupaten Trenggalek.  Maka itu wajar bila Logika hukum saya bertanya, apakah dalam menegakan hukum pantas mendalihkan anggaran penyidikan. Dalih semacam ini, jujur, telah mengusik rasa keadilan saya sebagai anggota masyarakat. Dalih semacam ini seolah Kejari Trenggalek menyidik dugaan kasus korupsi dibatasi oleh keterbatasan anggaran?. Logika hukumnya, bila kejari Trenggalek berlindung pada anggaran penyidikan, ada apa mengungkap dugaan korupsi penyertaan modal, tidak membidik lebih dulu, kuasa pengguna anggaran yang menyertakan modal ke percetakan PT BGS?. Masih pantaskah Kajari Trenggalek saudara Lulus Mustafa, berkoar koar bicara keadilan? JPU memaparkan penyidikasn kasus ini terkait dengan anggaran penyidikan, isyarat JPU memasuki analisis ekonomi. Analisis ekonomi penegakan hukum JPU ini apa mampu menghasilkan kebijakan pidana yang lebih efisien?. Analisis semacam ini mestinya menampilkan pentingnya analisis untung rugi (cost and benefit analysis), prioritas mana membidik pengguna uang APBD atau pihak swasta yang diajak kerjasama kelola percetakan dengan dana dari APBD? Logika hukum saya bertanya pengutipan anggaran penyidikan terkait penanganan kasus tipikor sepertinya JPU mengkaitkan penegakan hukum dengan kelangkaan atau keterbatasan (scarcity) anggaran dalam penindakan ketentuan pidana. Apakah langkah JPU seperti ini dapt dianggap sebuah kebijakan  rasional atau emosional? Akal sewhatnya, bila penegakan hukum dikaitkan dengan anggaran penyidikan, tentunya berharap agar proses penegakan hukum memberi hasil yang optimal? Mengingat saya adalah swasta yang kelola PT Bangkit Grafika Sejahtera, perseroan swasta yang terikat dengan UPT No 40 tahun 2007.   Secara Ekonomi dan Hukum Apa lantas membidik saya,  modal penyertaan dari PDAU bisa ditarik? ini sepertinya penegak hukum yang tidak mau menggunakan pendekatan ekonomi. Mengapa? Dana penyertaan modal dari PDAU telah menjadi mesin offset, web dan digital? Dan semua mesin ada di kantor PT BGS di Trenggalek. Masih ada dana Rp 769 juta yang mestinya untuk membeli peralatan dan ongkos ongkos, tidak dibelanjakan oleh saudara Gathot Purwanto. Dengan hasil operasional PT BGS yang mengalami kerugian, secara hukum, pantaskan dikonversi sebagai kerugian Negara atas penyertaan modal PDAU di PT BGS? Logika hukumnya berbisnis dengan bendera badan hukum, untung atau rugi adalah resiko bisnis yang menjadi tanggunggungan pemegang saham, bukan Negara. Lalu apa yang dimintakan pertanggungjawab dari pihak swasta seperti saya yang tidak memiliki kewenangan membobol atau menguras dana Negara atau dana APBD Kabupaten Trenggalek, tahun 2008? Apalagi dalam surat dakwaannya, JPU mencukil ketentuan ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa seperti Permendagri dan Otoda?  Bila konsisten dengan cukilan ini, layakkah ketentuan-ketentuan ini dibidikan ke perusahaan swasta yang bukan peserta pengadaan barang dan jasa? Secara ekonomi dan hukum, mengapa cukilan ketentuan-ketentuan hukum tentang pengadaan barang dan jasa tidak dialamatkan pada ASN atau penyelenggara Negara yang memang terikayt dengan Permendagri dan otoda seperti itu.   Penegakan hukum Pendekatan Ekonomi Dengan demikian, aturan-aturan hukum pidana tentang pengadaan barang dan jasa berfungsi secara efektif untuk mencegah seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang, dan kalau ternyata aturan-aturan itu dilanggar, jaksa sebagai aparat penegak hukum dapat menjalankan fungsinya secara efektif pula. Bagi orang-orang yang berakal sehat, pendekatan (analisis) ekonomi ini bisa dijadikan penegakan hukum kasus pendirian PT BGS Trenggalek. Akal sehat saya mengatakan penyebutan anggaran penyidikan (terbatas) adalah penegakan hukum menggunakan pendekatan ekonomi. Logika hukumnya, dalam mewujudkan penegakan hukum pidana yang optimal dalam perspektif anggaran penyidikan (terbatas) mestinya menerapkan prinsip-prinsip dasar (cara pandang ) analisis ekonomi atas hukum pidana yaitu sklala prioritas berdasarkan peran (dader) penggunaan dana APBD; dan analisis ekonomi terhadap penegakan hukum pidana yang optimal terhadap kerjasama antara PDAU dan swasta. Maka itu, saya dengan logika hukum bertanya bisa jadi Kajari Lulus Mustafa, mungkin lupa bahwa Publik di era transparansi tidak bisa diperbodoh oleh pejabat yang asal bicara tanpa argumentasi hukum. Apalagi memahami fungsi dan makna keadilan dalam penegakan hukum mengggunakan justifikasi anggaran penyidikan. Pertanyaan besar saya, ada apa sebagai penegak hukum atas nama Negara, Kejari Trenggalek, tidak punya keberanian  menyeret pelaku utama penyetoran modal kerjasama usaha percetakan, saudara Gathot Purwanto? Ataukah ada order agar melindungi saudara Gathot Purwanto? walahualam. Pertanyaan pertanyaan ini terkait logika hukum dan akal sehat.  Logika hukumnya, orang yang menggunakan uang APBD untuk usaha percetakan  harus ditersangkakan lebih dulu, bukan menyembunyikan. Saya tidak habis pikir apa Kajari Trenggalek tidak paham bahwa Majunya peradaban manusia adalah karena tegaknya hukum dengan tanpa pandang bulu?. Sebaliknya mundurnya peradaban manusia karena jatuhnya kewibawaan hukum. Saya berargumentasi ini, karena dalam filsafat hukum dikenal dua pendekatan dasar terhadap hukum, pertama; pendekatan yang mengasumsikan bahwa hukum adalah aturan bagi tertib sosial yag rasional, dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat kerena sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan dasar mereka. Sedangkan pendekatan kedua mengasumsikan hukum sebagai manifestasi dari kehendak dan kemauan dari penguasa. Pendekatan kedua ini lebih menekankan aspek formalitas, prosedural dan tehnikalitas hukum, sehingga ukuran validitas hukum didasarkan pada kriteria formal, bukan kriteria subtantif yaitu keadilan (Edgar Bodenheimer, Seventy-Five Years of Evolution in Legal Philosophy dalam 23 American Journal of Jurisprudence (1978), 183) Dengan tidak membidik Plt Dirut PDAU Kabupaten Trenggalek, sepertinya Kajari Trenggalek, mau mengajak masyarakat untuk membiasakan diri ikuti penegakan hukum yang hanya menekankan keadilan prosedural hukum semata dan bukan keadilan substansial yang menekankan hukum materiil. Subhanallah. (bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU