Tarif ‘Mencekik’, Konsumen Menjerit

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 07 Mei 2019 10:38 WIB

Tarif ‘Mencekik’, Konsumen Menjerit

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Tarif ojek online (ojol) masih menjadi polemik, meski Kementrian Perhubungan (Kemenhub) telah menetapkan tarif baru. Sesuai keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 tahun 2019, tarif baru itu harusnya berlaku sejak 1 Mei 2019. Namun aplikator dan mitra kerja (driver) terlihat dari tarik menarik. Bahkan, aplikator seperti Go-Jek sempat berkeinginan mengembalikan tarif lama, yang memicu protes para pengemudi. Beruntung, Senin (6/5/2019) kemarin, para pengemudi ojol itu membatalkan rencana mogok menarik ojek online atau off bid, setelah penyedia layanan on-demand GoJek mengumumkan bersedia menerapkan tarif ojek online sesuai Keputusan Menteri Perhubungan. Namun apakah naiknya tarif ojol itu menguntungkan konsumen? Ternyata, banyak juga yang mengeluh. Lastas, apa solusinya? ------- Jaka Sutrisna Teja Sumantri, Tim Wartawan Surabaya Pagi Ketua Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia (GARDA) Igun Wicaksono mengatakan, awalnya kelompoknya rencana mogok sebagai bentuk protes terhadap GoJek. Layanan on demand tersebut dinilai tidak mengikuti aturan Kepmenhub mengenai biaya jasa tarif ojek online sehingga menimbulkan gejolak di kalangan mitranya. Namun, Gojek dikabarkan telah mengembalikan tarif seperti semula sesuai Kepmenhub Nomor 348 Tahun 2019 melalui pernyataan resminya pukul 00.00 WIB dini hari. "Maka dengan ini Garda menyatakan bahwa aksi (mematikan aplikasi) off bid 605 secara resmi dibatalkan," ujar Igun dalam video berdurasi 1 menit 3 detik tersebut, Senin (6/5) kemarin. GoJek merilis kebijakan tarif berlaku pada Senin (6/5) pukul 00.00 WIB di Jabodetabek dan Surabaya sesuai Kepmenhub Nomor 348 Tahun 2019. Dalam keterangan itu disebutkan, tarif baru (sebelum potongan) mulai berlaku pada 6 Mei 2019 pukul 00.00 dengan ketentuan tarif minimum (0-4 kilometer pertama) Rp 10 ribu per pesanan (order) dan tarif dasar (setelah 4 kilometer) Rp 2.500 per kilometer. Dalam keterangan tersebut mengatakan, dalam tiga hari pertama pelaksanaan Uji Coba Pedoman Biaya Jasa Ojek Online, GoJek mengalami penurunan permintaan (order) di Jabodetabek. Dengan semangat dan komitmen mendukung keberhasilan dan optimalisasi PM 12, Gojek akan melanjutkan penyesuaian tarif uji coba layanan GoRide, ujar Gojek dalam keterangannya, kemarin. Konsumen Mengeluh Kenaikan tarif ojek online berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 tahun 2019, rupanya dikeluhkan konsumen. Berdasar survei Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), 75 persen menolak tarif baru. Kenaikan tarif ojol yang signifikan paling besar ditolak oleh masyarakat Jabodetabek," ucap Ketua Tim peneliti Rised Rumayya Batubara. Berdasarkan hasil riset yang melibatkan 3.000 pengguna ojol, 67% masyarakat menolak dalam zona I (non-Jabo, Bali dan Sumatera), 82% masyarakat menolak dalam zona II (Jabodetabek), dan 66% masyarakat menolak di zona III (wilayah sisanya). Menurut Rumayya, penolakan ini terjadi karena 72% pengguna ojek online berpendapatan menengah ke bawah, terutama yang berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. "Kenapa ada penolakan? Kita melihat data pengguna ojol rata-rata menengah ke bawah, jadi uangnya hanya habis untuk transportasi yang mengalami kenaikan. Padahal konsumen sensitif dengan kenaikan harga," terang dia. Rumayya menjelaskan sejak awal alasan utama 52, 4% konsumen memilih ojol karena keterjangkauan tarifnya. Disusul 32,4% bisa pesan kapan saja, 4,3% layanan door-to-door, dan 10, 9% alasan lainnya. Apalagi rata-rata kesediaan konsumen untuk mengalokasikan pengeluaran tambahan hanya sebesar Rp 5.200 per hari untuk warga Jabodetabek dan Rp 4.900 per hari untuk non-Jabodetabek. Di sisi lain, kenaikan tarif bisa mencapai Rp 6.000 hingga Rp 15.000 per hari. "Nah, dari kesediaan masyarakat dan kenaikan tarif saja sudah tidak masuk (tidak sesuai)," ungkapnya. Rumayya menyebut masyarakat pun lebih memilih moda transportasi lain yang lebih hemat karena adanya kenaikan tarif ini. "Mereka sekarang beralih ke angkot. Biasanya mereka naik ojol hanya bayar Rp 23 ribu, saat ini mereka membayar hampir dua kali lipat hingga Rp 40.000," papar Rumayya. Driver Terdampak Sejumlah driver ojol juga mengeluh setelah tarif baru diberlakukan pada Rabu (1/5/2019) lalu. Meskipun tidak ada penurunan jumlah penumpang, menurut pengendara, titik penjemputan menjadi makin jauh. Rifki (31) seorang driver (ojol) dari Grab mengatakan, setelah ditetapkan tarif baru, dia bisa melakukan penjemputan di jarak 5-6 kilometer dari posisinya saat ini. "Sejak ditetapkan tarif baru aplikasi selalu memberi saya penumpang di titik penjemputan yang jauh. Padahal sebelumnya dapat penumpang yang dekat-dekat saja dari lokasi saya nongkrong," ujar Rifki, Senin (6/5/2019). Menurut Rifki, titik penjemputan yang jauh berdampak pada keuntungan driver. Sebab, sering kali, jarak menjemput lebih jauh dari jarak mengantarkan. "Saya bukan suudzon sama aplikator, tetapi ya mempertanyakan saja, kenapa sekarang jemputnya jadi makin jauh? Mau tarifnya naik, keuntungan kami sama aja, karena kebutuhan bensin jadi meningkat," ungkapnya. Perlu Evaluasi Sementara itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku telah menerima berbagai tekanan dari berbagai pihak mengenai soal pemberlakuan tarif ojol. "Sementara diinformasikan tarifnya terlalu mahal yang sudah kita tetapkan. Kemudian, di sisi lain, setelah terjadi ribut-ribut banyak, berdampak juga kepada temen-temen driver. Dari sisi driver sudah ada kenaikan pas tanggal 1, walaupun tuntutan mereka lebih baik, kata Direktur Angkutan Jalan Kemenhub, Ahmad Yani di Kantornya, Jakarta, Senin (6/5/2019). Kemudian, tekanan lain pun datang dari masyarakat. Dari hasil evaluasi sejak ditetapkan tarif batas atas dan bawah para pengguna jasa ojol justru keberatan. Dari laporan yang diterima pihaknya mereka keberatan dengan tarif tersebut, sebab lebih mahal daripada biasanya. "Kedua, masalahnya timbul dari sisi penumpang. Dari sisi penumpang juga ada beberapa, dari medsos, dari saya juga dapat informasi, dari lembaga konsumen ada yang menyatakan tarifnya naiknya gila-gilaan," kata dia. Sebagai tindak lanjut dari beberapa laporan yang masuk, Kementerian Perhubungan juga akan mengevaluasi. Salah satunya dengan mengamati di sejumlah lima titik kota besar seperti di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makasar. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU