Tarik Ulur Dana Saksi Pemilu Dibiayai Negara

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 19 Okt 2018 09:32 WIB

Tarik Ulur Dana Saksi Pemilu Dibiayai Negara

SURABAYAPAGI.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan tidak menganggarkan atau mengalokasikan dana untuk saksi dari partai politik pada pelaksanaan pemilu 2019 dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019. Pernyataan itu menjawab pertanyaan dari Politikus Golkar Ridwan Bae terkait alokasi dana saksi saat Rapat Badan Anggaran dengan Kementerian Keuangan. "Pertanyaan saya, apakah akan terpenuhi, teranggarkan untuk saksi di setiap TPS untuk parpol atau tidak? Itu saja," kata Ridwan di Ruang Rapat Banggar kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (18/10). Sebelumnya Komisi II DPR mengusulkan saksi partai Pileg 2019 dibiayai APBN. Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali menyebutkan dua alasan yang melatarbelakangi usulan ini. "Pertama, supaya terjadi keadilan, kesetaraan, semua partai bisa menugaskan saksinya di TPS. Kemudian kedua kita menghindarkan pemberitaan sekarang ini para caleg diminta untuk membiayai itu," kata Amali di gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/10). Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan mengenai anggaran untuk dana saksi, pemerintah mengacu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Dalam UU Pemilu, dana saksi itu tidak dimasukkan. Jadi sesuai ketentuan UU Pemilu itu dana saksi hanya untuk pelatihan," ujar Askolani menjawab pertanyaan Ridwan. Menurutnya, alokasi anggaran untuk pelatihan saksi sesuai amanat UU Pemilu dimasukkan dalam anggaran Bawaslu. Kewenangan Bawaslu melatih saksi pemilu diatur dalam Pasal 351 ayat 3, 7 dan 8 UU Pemilu. Pada ayat 3 disebutkan bahwa "pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi peserta pemilu." Dalam ayat 7, disebutkan bahwa "saksi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 harus menyerahkan mandat tertulis dari pasangan calon/tim kampanye partai politik peserta pemilu atau calon anggota DPD kepada KPPS." Kemudian, ayat 8 menyatakan bahwa "saksi sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dilatih oleh Bawaslu." Secara umum, Askolani menjelaskan pemerintah mengalokasikan Rp16 triliun untuk tahun 2018, dan Rp24,8 untuk tahun 2019 dalam mendukung pelaksanaan pemilu serentak 2019. "Tentunya untuk 2019 dan 2018 itu semua sesuai amanat UU Pemilu kita laksanakan untuk pelatihan saksi," kata dia. Usulan dana saksi dibebankan ke pemerintah muncul lantaran Komisi II menilai tidak semua partai politik peserta Pemilu punya dana yang cukup untuk membiayai saksi. Usulan itu diklaim telah disetujui oleh 10 fraksi DPR. Komisi II juga sudah mengajukan anggaran tersebut ke Badan Anggaran (Banggar) DPR. Namun demikian, total anggaran yang nantinya akan dialokasikan tergantung dari ketersediaan uang negara. Sementara itu, kelompok pemerhati politik dan pemilu, yang menamakan diri sebagai Koalisi Mandiri untuk Pemilu Demokratis, menilai usulan Komisi II DPR soal dana saksi partai Pileg 2019 dibiayai APBN tak masuk akal. Mereka menjelaskan bila saksi dari partai politik bukan menjadi keharusan dalam pemilihan umum. "Kita harus pahami bahwa saksi ini bukan keharusan oleh peserta pemilu, katakanlah parpol. Ini bukan sebagai keharusan. Ini jangan sampai keliru," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow di Kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Matraman, Jakarta Timur, Kamis (18/10). Selain Jeirry, koalisi ini terdiri dari Ray Rangkuti dari Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Ibeth Koesrini hingga peneliti Formappi, Lucius Karus. Ray Rangkuti dari LIMA Indonesia mengatakan negara dalam hal ini pemerintah tidak memiliki kewajiban untuk membiayai saksi dari Parpol. Sebab, dalam UU Nomor 7 tahun tentang Pemilu saksi parpol bukan perangkat sah pemilu. "Di UU 7 2017 saksi parpol bukanlah perangkat sah atau tidak sahnya pemilu. Artinya parpol boleh mengirimkan atau tidak," tambah Ray. Menurutnya, saksi yang sah adalah petugas saksi atau pengawas lapangan yang berkerja di bawah koordinasi dari Bawaslu. Ia mengatakan suatu hal yang aneh bila pemerintah harus membiayai saksi yang tidak diatur oleh UU. "Negara harus mengeluarkan uang untuk kegiatan yang tidak ada dasar hukumnya. Parpol boleh mengajukan saksi atau tidak, bukan kewajiban parpol," tutup Ray. Jk

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU