Tolak Rencana Pembukaan Kampus Muhammadiyah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 27 Feb 2019 09:54 WIB

Tolak Rencana Pembukaan Kampus Muhammadiyah

SURABAYAPAGI.com - Putra Mahkota Johor, Tunku Ismail Sultan Ibrahim menyatakan ketidaksepakatannya terhadap rencana pembukaan kampus cabang Muhammadiyah di negara bagian tersebut. Usulan pembukaan cabang Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) bermula ketika PP Muhammadiyah dan Menteri Pendidikan Malaysia bertemu di Putrajaya Juli 2018 lalu. Setelah pertemuan itu, media Utusan Online memberitakan bahwa Mazlee Malik memberi restu bagi PP Muhammadiyah untuk membuka kampus cabang. "Alhamdulillah, dalam pertemuan yang berlangsung di Putrajaya, Menteri Malaysia sangat mendukung rencana PP Muhammadiyah. Rencana ini bisa direalisasikan mulai tahun ini, namun masih harus memenuhi persyaratan, saat ini masih dalam proses," kata Bendara PP Muhammadiyah, Suyatno, Rabu (18/7/2018). Kendati telah mendapat lampu hijau dari Menteri Pendidikan, Tunku Ismail mengemukakan sejumlah alasan yang membuatnya tak sepakat dengan rencana pembukaan kampus tersebut. "Saya tidak setuju dengan rencana pembukaan Universitas Muhammadiyah di Pagoh pada masa yang akan datang, karena urusan agama Islam berada di bawah wewenang negara bagian Johor yang dipimpin Sultan Ibrahim Ibni Almarhum Sultan Iskandar," tulis Ismail dalam pernyataan resmi di Facebook, Selasa (26/2/2019). Selain masalah kewenangan, penolakan Ismail juga didasari keputusan ulama Johor mengenai Muhammadiyah. Sebelumnya, otoritas Islam Johor telah mengeluarkan fatwa penolakan terhadap sejumlah pandangan dan paham yang dianut salah satu organisasi muslim terbesar di Indonesia itu. "Paham ini [Muhammadiyah] bertentangan dengan fatwa-fatwa negara bagian Johor. Akan terjadi kebingungan dan perbedaan pendapat di masyarakat yang mengakibatkan perselisihan antara umat Islam di Johor," sambung Ismail. Muhammadiyah memiliki lebih dari 10.000 pegawai yang bekerja di 173 instansi pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 45 di antaranya adalah universitas sementara sisanya terdiri atas sekolah menengah, akademi, dan politeknik. Di bawah Konstitusi Malaysia, isu terkait Islam, pertanahan, dan air berada di bawah wewenang negara bagian dengan masing-masing pemimpinnya. Pemerintah federal Malaysia bisa ikut campur dalam isu ini apabila mendapat izin dari negara bagian.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU