Walikota Risma, Diduga Mulai Panik

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 17 Apr 2020 21:37 WIB

Walikota Risma, Diduga Mulai Panik

Catatan Politik Oleh: Dr. H. Tatang Istiawan (Direktur eksekutif Lembaga Riset Indonesia non Partisan) Walikota Tri Rismaharini, tanggal 7 April 2020 lalu, mengeluarkan surat kepada kantor Otoritas Bandara Juanda dan PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Surabaya. Walikota yang tak lama lagi lengser dari kedudukan orang nomor satu di kota Surabaya, minta penumpang pesawat terbang untuk membersihkan diri dengan mandi, dan berganti baju sebelum keluar dari bandara Internasional Juanda. Tujuan Risma, memang baik yaitu sebagai upaya pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 di kota Surabaya. Tetapi sebagai pejabat publik, suratnya layak untuk dicermati? Maklum, Risma adalah seorang pejabat publik yang menjadipublic figure. Jadi apa saja yang dia perbuat akan menjadi sorotan publik. Termasuk penilaian. Ini karena pejabat publik sering ditempatkan oleh masyarakat pada posisi terhormat. Masuk akal bila setiap sikap dan perilaku pejabat publik akan punya dampak luas dan menentukan akselerasi setiap perubahan. Termasuk dalam menggunakan logika berpikir. Secara sederhana, saya sejak masih jadi wartawan muda sudah diajarkan berpikir secara logis. Berpikir logis adalah menggunakan alam pikir yang masuk akal. Surat Risma ini menurut saya bersinggungan dengan berpikir secara logis. Apakah ada bandara sekelas Juanda yang memiliki kamar mandi? Apakah pejabat PT Angkasa Pura dan otoritas Bandara Juanda, memiliki kewenangan menyuruh setiap penumpang untuk mandi di bandara begitu turun dari pesawat? Inilah kehidupan kemasyarakatan, individu, budaya, dunia pendidikan, politik, ekonomi hingga birokrasi. Saya tidak percaya pejabat publik sekelas Walikota Risma, tak punya akal sehat. Bisa jadi Risma saat menandatangani surat itu sedang mengalami kepanikan. Pertama, panik kota yang dipimpinnya masuk zona merah pertama di provinsi Jatim. Kedua, ia bisa makin panik warga kota Surabaya mendominasi pasien positif corona di Jawa Timur. Ketiga, sangking paniknya memikirkan dua hal itu, Risma tidak berpikir dengan akal sehat untuk menolak draft surat dari stafnya. Bahkan bisa jadi ada unsur keempat, saat pandemi covid-19, ia tidak dapat panggung untuk mencari perhatian publik. Maklum urusan pencegahan sampai penanganan covid-19 di Surabaya di-cover Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa bersama Direktur Utama RSUD dr. Soetomo Karangmenjangan dr Joni Wahyuhadi. Ditambah unsur kelima, sebentar lagi jabatannya sebagai walikota Surabaya, habis dan diganti pejabat sementara. Praktis Risma tidak bisa menggunakan kekuasaannya untuk memback up kandidat yang dijagokan menjadi penerusnya. Dalam kepanikan seperti ini, saya tidak akan mendiskusikan persoalan kota Surabaya telah menjadi zona merah covid-19 ke wilayah politik praktis. Alih-alih mengaitkannya dengan Pemilihan Kepala Daerah Pilkada 2020 yang akan digelar 9 Desember 2020 mendatang. Masa-masa orang panik seperti Walikota Risma, hadapi covid-19, bisa mengalami kecemasan atau rasa takut yang luar biasa jangan jangan warga Surabaya yang positif corona sebelum ia lengser bertambah banyak. Ini bisa memukul reputasinya sebagai walikota perempuan Indonesia pertama yang serba bisa, serba kuat dan serba apa saja. Semoga dengan terjadinya bencana corona, Walikota Risma diberi kemampuan untuk mengendalikan diri, sehingga tidak menjadi makin panik. ([email protected])

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU