Home / Hukum & Pengadilan : Sengketa Lahan dan Rumah di Jalan Kalasan

Warga Lapor Polda, PT KAI ke Polrestabes

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 02 Jan 2018 00:52 WIB

Warga Lapor Polda, PT KAI ke Polrestabes

Pasca bentrok Kamis (28/12/2017) lalu, dua pihak yang memperebutkan lahan dan rumah di Jalan Kalasan No 16 Tambaksari Surabaya, akhirnya menempuh langkah masing-masing. PT KAI (Kereta Api Indonesia) Daops 8 Surabaya akan melaporkan warga ke Polrestabes Surabaya, lantaran petugasnya dilempari batu. Sedang penghuni rumah (warga) siap-siap melapor ke Polda Jatim, karena BUMN itu dinilai bersikap sewenang-wenang. Padahal, aset yang diperebutkan berstatus quo. Kedua pihak juga mengklaim sudah memegang alat bukti masing-masing. -------------- Laporan : Narendra Bakrie, Editor: Ali Mahfud --------------- Dari pantauan Surabaya Pagi di lapangan, pasca bentrok dan batalnya pengosongan, rumah bernomor 16 di Jalan Kalasan tersebut masih ditempati oleh keluarga besar Almarhum Soekarno (pegawai PJKA/kini PT KAI). Aktivitas penjualan soto yang berada di depan rumah tersebut, juga masih terlihat seperti sebelumnya. Itu terlihat saat Surabaya Pagi melakukan pemantauan Senin (1/1/2018) kemarin. Usman, perwakilan penghuni dan warga Kalasan, mengungkapkan jika belum ada keputusan hukum tetap dari pengadilan (incraht), pihaknya akan tetap menempati lahan dan rumah yang diklaim menjadi aset PT KAI itu. "Kecuali, sudah keputusan hukum perdata yang inkracht (berkekuatan hukum tetap)," sebutnya. Selain itu, Usman menegaskan bakal melaporkan secara pidana pihak PT KAI Daops 8 Surabaya atas upaya pengosongan tersebut. Laporan pidana itu, kata Usman akan segera dilakukan pihaknya ke Polda Jatim. Upaya warga melaporkan pihak PT KAI tersebut mengacu pada pelaksanaan pengosongan yang dilakukan PT KAI sebelumnya, meski batal. "Sebab, cara mereka (PT KAI) melanggar aturan hukum. Dimanapun, sebuah eksekusi itu yang melakukan adalah juru sita dari pengadilan. Tapi mereka malah bergerak sendiri tanpa ada acuan hukum. Itu poin pelaporan kami nanti," beber Usman. Usman menambahkan, selain menyalahi aturan hukum, dalam upayanya melakukan pengosongan, PT KAI disebutkan Usman, mempersenjatai diri dengan sejumlah senjata tajam. "Semua bukti-bukti itu sudah kami kantongi. Jadi itu yang akan jadi modal kami melakukan pelaporan," ulasnya. Tidak hanya itu, Usman menegaskan juga akan menggugat (kembali) PT KAI secara perdata ke Pengadilan Negeri Surabaya. Disinggung adanya atribut partai yang terpasang di objek sengketa dan dibawa saat menghadang anggota PT KAI, Usman menyebutkan hal itu lepas dari politik. Menurutnya, itu menjadi bukti bahwa warga didukung oleh partai politik. "Siapapun yang mendukung kami (warga), ya sah sah saja. Yang pasti kami tidak pernah meminta. Dan ini di luar kepentingan politik," tandasnya. Sikap KAI Terpisah, Gatut Sutiyatmoko, Manager Humas KAI Daops 8 Surabaya juga memastikan, pihaknya telah dan akan menempuh langkah hukum. Gatut mengatakan, laporan pidana sudah dilakukan ke Polrestabes Surabaya. "Itu laporan pidana yang pertama. Yaitu terkait aksi warga yang melempari anggota kami hingga ada yang terluka. Ada sekitar 3-4 orang yang mengalami luka-luka," ujar Gatut. Tidak hanya itu, Gatut menegaskan akan kembali membuat laporan pidana ke Polrestabes Surabaya. Yaitu terkait upaya sejumlah orang yang menghalangi petugas dalam melaksanakan tugas menyelamatkan aset negara (yang dikelola PT KAI). Sehingga upaya penyelamatan aset negara berakhir gagal. "Rencananya, kami akan membuat laporan ke Polrestabes Surabaya, besok (hari ini)," bebernya. Langkah lain juga dipastikan bakal ditempuh oleh PT KAI. Gatut menjelaskan akan mengajukan permohonan eksekusi atas objek di Jalan Kalasan No 16 Surabaya, kepada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Mengingat, lanjut Gatut, upaya gugatan perdata yang sudah dilakukan warga sebelumnya, ditolak PN Surabaya. Jika permohonan tersebut dikabulkan PN Surabaya, PT KAI tentu akan melakukan pengosongan kembali. Sekedar diketahui, rumah nomor 16 di Jalan Kalasan tersebut, dihuni oleh Almarhum Soekarno. Dia merupakan PNS PJKA sebelum berubah PT KAI. Almarhum menghuni rumah tersebut sejak tahun 1963 silam. Setelah Soekarno meninggal, rumah itu kemudian dihuni anak-anaknya. Bahkan, di rumah yang berdiri di atas tanah seluas 504 meter persegi itu juga tinggal cucu dan buyut Soekarno. Septa (35) cucu Almarhum Soekarno yang juga menghuni rumah itu mengatakan, ada 17 kepala terdiri dari enam kepala keluarga tinggal di rumah tersebut. Karena itulah, dia berharap pengosongan oleh PT KAI tidak dilakukan. Sebab menurutnya, upaya PT KAI ini tidak akan berhenti pada rumah yang dia huni. "Kalau PT KAI berhasil mengosongkan rumah saya, pasti rumah lain di lahan yang diklaim aset PT KAI nantinya juga akan dikosongkan. Secara undang-undang, warga penghuni rumah di kawasan ini lebih berhak menguasai tanah. Apalagi SHP (Sertifikat Hak Pakai pengelolaan kereta api, red) mereka (PT KAI) dinilai oleh BPN dan Biro Hukum Polrestabes cacat administrasi," tegas Septa saat diwawancarai. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU