YLKI-YLPK Ingatkan BPOM Jangan Buru-Buru

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 07 Jan 2021 22:02 WIB

YLKI-YLPK Ingatkan BPOM Jangan Buru-Buru

i

Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI (kanan), Said Sutomo, Ketua YLPK Jatim (kiri)

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk bekerja secara profesional dan independen dalam mengkaji izin pakai penggunaan darurat (emergency use authorization/ EUA) vaksin Covid-19.

Baca Juga: BPOM Ingatkan Mainan Kosmetik untuk Anak, Berbahaya

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, aspek keamanan dan keselamatan harus menjadi prioritas utama BPOM. Dia menegaskan BPOM tidak boleh terburu-buru mengeluarkan izin pakai penggunaan darurat lantaran berada di bawah tekanan.

“Jangan sampai EUA dikeluarkan tapi karena ada tekanan dari pihak tertentu, sehingga berpotensi mengabaikan profrsionalitas dan aspek keamanan dan keselamatan menjadi taruhannya,” kata Tulus, pada Surabaya Pagi, Kamis (7/1/2021).

Sebelumnya, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan vaksin Sinovac belum boleh disuntikkan karena belum mengantongi izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).

“EUA masih berproses, tapi vaksin sudah diberikan izin khusus untuk didistribusikan karena membutuhkan waktu untuk sampai ke seluruh daerah target di Indonesia,” kata Penny kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/1/2021).

Adanya tekanan dari berbagai pihak menurut Tulus berpotensi mengabaikan aspek profesionalitas, keamanan, dan kesehatan. Tentunya, keselamatan masyarakat yang akan menerima vaksin menjadi taruhannya.

Kekhawatiran Tulus cukup beralasan lantaran vaksin Covid-19 Sinovac Biotech yang belum teruji efikasinya dan mendapatkan EUA dari BPOM telah didistribusikan ke seluruh Indonesia.

Bahkan, pemerintah telah mengeluarkan tanggal vaksinasi pertama yang akan dilakukan pada 13 Januari 2021. Vaksin akan disuntikkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju.

Sama dengan Tulus, Said Sutomo, Ketua YLPK Jawa Timur juga menyoroti bahwa vaksin Sinovac masih belum ada ijzin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM. Apalagi, terkait uji klinis, juga masih belum terbuka kepada publik.

Baca Juga: CEPI dan Bio Farma Berkolaborasi untuk Dorong Percepatan Produksi Vaksin

“Bila sampai saat ini masih belum terbuka, vaksin Sinovac dan produsennya tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata Said, kepada Surabaya Pagi, Kamis (7/1/2021).

Hal ini dikarenakan, semua produk obat seperti vaksin ini, yang siap dikonsumsi atau dipakai oleh konsumen harus dipastikan bahwa saat pra-pasar sebelum mendapatkan izin edar produk obat dan makanan tersebut mempunyai nilai manfaat bukan membawa malapetakan bagi konsumen yang mengkonsumsinya.

Karenanya, tambah Said, dalam UU Perlindungan Konsumen, tidak hanya mengatur kewajiban barang yang dipasarkan wajib mengandung asas manfaat tapi juga berasaskan keadilan, keseimbangan, kemanan dan keselamatan konsumen, serta berkepastian hukum. “Maka itu BPOM harus hati-hati dan tidak terburu-buru untuk mengeluarkan izin kalau memang dibawah tekanan,” kata Said.

Atas dasar kehati-hatian itu, dalam pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK, mengatur “larangan bagi pelaku usaha, baik itu perusahaan, korporasi, koperasi, BUMN, importir, pedagang, distributor dan lain-lain, dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Manakala aturan itu dilanggar, maka diancam dengan sanksi ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) seperti diatur di Pasal 62 ayat (1) UUPK. “Apalagi jika dampak negatifnya bersifat massif. Tentu harapan kita bahwa obat atau vaksin Covid-19 yang sedang dalam penelitian itu nantinya tidak berdampak negatif bagi konsumenya,” tegas Said.

Baca Juga: Waspada! BPOM Rilis Jamu Tradisional Ilegal: Picu Masalah Kesehatan

Maka itu, segala SOP dalam proses izin edar obat maupu makanan di BPOM, apalagi obat Covid-19 dalam pengawasan pra-pasar diharapkan tidak ada satu titik maupun koma dalam rangkaian persayarakatan atau ketentunan yang dilangkai untuk mencapai hasil maksimal dari sisi asas manfaat. “Jika ada satu titik ataupun koma dalam prosedur dilangkahi maka produk obat itu dapat dikualifikasikan melanggar UUPK. Karena cacat prosedur yang hasilnya tentu tidak maksimal dan berdampak negatif bagi konsumen. Hal ini tentu tidak kita inginkan bersama,” katanya.

Dijelaskan juga Said Sutomo, begitu juga dalam proses tahapan saat mengkonsumsi, harus ditangani oleh orang yang ahli di bidang vaksin covid-19. Pada saat yang bersamaan, jika ada keluhan dari konsumen wajib didengarkan keluhan dan pendapat konsumen/pasien.

“Begitu juga pada pascakonsumsi, harus dalam pengamatan terhadap perkembangan kesehatan konsumen atau pasien yang telah mengkonsumsi vaksin covid-19. Apakah progres kesehatan ke arah lebih baik atau sebaliknya,” cetus Said.

Ditambahkan Said, yang perlu diwaspadai adalah persaingan bisnis antara negara produsen vaksin covid-19 yang saat ini saling berebut untuk mendapatkan kepercayaan dari pasar publik konsumen negara pengimpor. “Dalam persaingan bisnis seringkali konsumen yang dijadikan korban guna menggeser pengaruh pesaingnya di pasar,”pungkasnya. ana/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU