Home / Hukum dan Kriminal : Sidang Perdana Kasus Pencabulan Anak Kiai Jombang

10 Jaksa "Adu Argumen" Dakwaan dengan 10 Pengacara Mas Bechi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 18 Jul 2022 20:28 WIB

10 Jaksa "Adu Argumen" Dakwaan dengan 10 Pengacara Mas Bechi

i

Penampakan terdakwa Mas Bechi yang dihadirkan secara daring saat sidang perdana

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menggelar sidang perdana kasus pencabulan santriwati oleh anak Kyai Jombang, M Subchi Azal Tsani atau Mas Bechi, Senin (18/7/2022). Selain Majelis Hakim, sidang tersebut juga dihadiri oleh 10 jaksa penuntut dari Kejaksaan Tinggi Jatim dan 10 Kuasa Hukum terdakwa Mas Bechi.

Digelar secara online dan tertutup di Ruang Sidang Cakra tak lebih dari satu jam, sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan itu berlangsung tanpa dihadiri oleh terdakwa yang saat ini tengah ditahan di Lapas Medaeng, Surabaya.

Baca Juga: Hakim Geram, Terdakwa Edy Mukti Terlambat di Persidangan

Digelar secara online dan tertutup di Ruang Sidang Cakra, pada agenda sidang pembacaan dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur membacakan setidaknya tiga dakwaan yang didakwakan pada terdakwa Mas Bechi.

 

Dakwaan Bechi 

Pada dakwaan kesatu, disebutkan bahwa terdakwa sebagaimana telah ditetapkan Pengadilan Negeri Surabaya untuk mengadili perkara dimaksud, telah melakukan beberapa perbuatan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan terdakwa di luar perkawinan.

Selanjutnya pada dakwaan kedua disebutkan bahwa terdakwa pada waktu dan tempat sebagaimana pada dakwaan pertama, telah melakukan beberapa perbuatan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan.

Terakhir pada dakwaan ketiga, disebutkan bahwa terdakwa pada waktu dan tempat sebagaimana pada dakwaan pertama, telah melakukan beberapa perbuatan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, sebagai pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

Dalam agenda sidang tersebut, terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun, Pasal 289 KUHP tentang pencabulan dengan maksimal ancaman pidana 9 tahun, Pasal 294 KUHP ayat 2 ancaman pidana 7 tahun juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

 

Sidang Online 

Ditemui usai sidang, Kuasa Hukum terdakwa I Gede Pasek Suardika menyesalkan mengapa persidangan digelar secara online. "Kenapa harus online? Untuk apa sidang dipindahkan dari Jombang ke Surabaya? Kalau di Surabaya hadirkan (terdakwa)! Apakah peristiwa yang didakwakan itu fakta atau fiktif? Kan bisa diuji," kata I Gede Pasek Suardika, pengacara yang pernah menjadi politisi Partai Demokrat era Anas Urbaningrum ini.

Selain itu, ia juga menilai jika dakwaan yang dibacakan sumir lantaran di sejumlah media massa disebutkan korban ada lima orang santri bahkan hingga belasan. "Faktanya ternyata hanya satu orang dan usia sudah 20 tahun waktu kejadian, dan hari ini sudah 25 tahun. Hanya satu orang," ia menegaskan.

Ia pun mengaku kaget mengingat apa yang muncul di dalam dakwaan beda sekali dengan fakta yang ada. Ia menyebutkan di dalam dakwaan hanya ada dua peristiwa dengan satu orang yang didakwakan. "Tetapi perdebatan yang panjang selama sidang tadi ada dua hal. Pertama soal kenapa online tanpa pemberitahuan kepada kami. Kami berharap terdakwa, saksi, semua dihadirkan. Dan kedua, kami sampai hari ini tidak menerima BAP-nya, kami juga ajukan itu," ia memaparkan.

 

Baca Juga: Sengketa Jual Beli Rumah Pondok Candra Hakim Semprot Penggugat, PS Itu Wajib

Dakwaan Lucu 

Di lain hal, I Gede Pasek Suardika juga menilai dakwaan itu lucu. Menurutnya, jika mau mencermati dari waktu, peristiwa disebutkan Mei 2017 dan korban baru melaporkannya akhir 2019.

"Dua tahun lebih dia baru melaporkan. Hasil visumnya beberapa tahun setelah peristiwa. Pikirkan saja itu secara logika. Dakwaannya hanya satu dan sudah sangat dewasa yang mengaku. Mas Bechi pun mengaku tidak ada peristiwa itu," ia menjelaskan.

Namun saat ditanya jika memang benar terdakwa mengaku tidak ada peristiwa itu, tetapi mengapa pihaknya tidak pernah hadir saat dipanggil pihak kepolisian, sang Kuasa Hukum pun secara tegas membantahnya.

"Kalau dikatakan tidak pernah hadir mengapa ada BAP beliau, jadi beliau di BAP. Jadi konstruksinya akan dibuka di perlawanan yang beliau lakukan terhadap sebuah kasus. Ada kasus di SP3 tiba-tiba di SPDP lagi. Secara opini peradilan sudah sangat berat secara opini, perlu pelan-pelan kita buka riil case-nya apa," ia menekankan

Sidang akan dilanjutkan pada Senin pekan depan dengan agenda eksepsi dari penasehat hukum terdakwa.

 

Baca Juga: Edy Mukti Pemborong Proyek PN Surabaya Dituntut 2,5 Tahun Penjara

Penjagaan Ketat

Sementara itu, untuk menghindari hal yang tak diinginkan, polisi menerjunkan 405 personel kepolisian untuk mengawal jalannya sidang. “Kita mengerahkan 405 personel dari Polrestabes Surabaya untuk mengamankan sidang MSAT,” kata Kabag Ops Polrestabes Surabaya AKBP Toni Kasmiri.

Terpisah, Kajati Jatim Mia Amiati menuturkan berdasarkan hasil penyidikan, pihak kejaksaan melaksanakan pemberkasan dan semua ada di dalam berkas perkara.

"Jadi nanti kita hormati semua ketentuan bahwa majelis hakim di persidangan dan dalam BAP yang kami sampaikan dalam pemeriksaan persidangan, apakah majelis hakim punya keyakinan terhadap pembuktiannya," terangnya.

Diungkapkan Mia, pembuktian hukum di indonesia ada empat, yakni pertama adalah pembuktian yang meyakinkan hakim seutuhnya, hanya semata-mata dari keyakinan hakim. Kedua keyakinan hakim dengan adanya alasan yang rasional. 

"Ketiga adalah dengan penerapan hukum yang positif artinya ada alat bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan dan disitu bisa dibuktikan bahwa yang bersangkutan bersalah dan harus dipertanggungjawabkan perbuatannya. Dan yang keempat adalah pembuktian negatif, bahwa disitu minimal ada 2 alat bukti yang cukup dan hakim harus punya keyakinan," ungkap Kajati Mia. 

Sedangkan terkait saksi yang akan dihadirkan, Mia mengatakan melihat perkembangan nantinya. "Ini kan baru tahapan dakwaan, setiap ada perkembangan pasti akan kita sampaikan," tandasnya. bd/res/cr/ham

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU