Advokat Usik Penyidik Polri Diluar Praperadilan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 27 Mei 2021 21:41 WIB

Advokat Usik Penyidik Polri Diluar Praperadilan

i

Salah satu kantor Indosurya di Jalan Sulawesi, Kamis (27/5/2021) yang kondisinya sudah tersegel. SP/Semmy

Modus Baru Mencari Keadilan dalam Kasus Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan yang Diduga dilakukan Pemilik Koperasi Indosurya Henry Surya, Senilai Rp 15 Triliun 

 

Baca Juga: Gadis Penipu Tiket Konser Coldplay Rp 5,1 M, Dihukum 3 Tahun

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta – Kini muncul modus baru kantor law firm mengusik kewenangan penyidik Polri di luar pra-peradilan. Modus ini dilakukan pengurus LQ Indonesia Lawfirm terhadap penyidik Bareskrim Polri dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Indosurya senilai Rp 15 triliun. Ditengah riuhnya protes lambannya kasus ini, muncul ahli pidana dari Universitas Bhayangkara Jakarta, yang mengkritisi penyidik Bareskrim Polri dalam kasus Koperasi Indosurya.

LQ Lawfirm mewakili ribuan nasabah Koperasi Indosurya milik Henry Surya. Pemilik koperasi ini sudah ditetapkan tersangka yang hingga saat ini belum ditahan. Hal ini menuai beragam pertanyaan.

Pendiri sekaligus Ketua pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim, sampai menantang petinggi  Polri untuk menggelar diskusi dalam program acara Cerdas Hukum.

Hal ini disebabkan, Henry Surya, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun pihak Kepolisian tidak melakukan penahanan. Apalagi pembekuan aset ataupun melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaan Agung.

“Ini kayak dagelan saja proses penyidikan, diduga settingan untuk kepentingan oknum memanfaatkan status tersangka Henry Surya,” katanya, di Jakarta, kemarin.

“Ayo saya undang Kapolri atau Kabareskrim di acara Cerdas Hukum dan kita buka secara transparan ke masyarakat, kenapa satu tahun lebih Penyidikan Kasus Indosurya mandek?,” tambahnya

"Jika memang Dittipideksus mengalami kesulitan penanganan perkara Indosurya, seharusnya berani gelar terbuka dan menginformasikan ke pelapor atau kuasa hukum," kata pengacara korban dari LQ Law Firm, Alvin Lim, Kamis (27/5/2021).

Alvin merasa kesal, sampai 56 minggu perkara  tidak segera limpah ke Kejaksaan, sehingga tidak ada kepastian hukum.

 

Akhirnya Belum Keterangan

Terhadap mandeknya kasus Indosurya, akhirnya Mabes Polri memberikan keterangan resmi terkait penanganan kasus. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berencana untuk segera melakukan pemberkasan terhadap perkara dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika mengatakan bahwa penyidik tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pihak perbankan terkait untuk membangun konstruksi perkara lebih lanjut.

"Setelah koordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK OJK dan pihak Perbankan untuk melengkapi alat bukti, penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap tiga tersangka kasus Indosurya," kata Helmy kepada wartawan, Rabu (26/5/21).

Menurut Helmi, terdapat fakta hukum bahwa salah satu tersangka mengajukan bukti baru. Dalam hal ini, berkaitan dengan putusan perjanjian perdamaian (Homologasi) atas gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)

Oleh sebab itu, hingga saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi ataupun keterangan ahli.

"Ini juga membutuhkan waktu karena perlu penyitaan ribuan dokumen," jelasnya.

 

Respon Kuasa Pelapor

Atas pernyataan resmi Brigjen Helmi Santika, Priyono Adi Nugroho selaku pelapor dari LQ Indonesia Lawfirm memberikan respon sebagai berikut:

1. Helmi mengatakan bahwa akan melakukan pemberkasan, namun di SP2HP Nomer B/231/III/RES 2.2/2021/Dittipideksus tanggal 22 Maret 2021, yang diberikan mabes ke Pelapor, berbunyi di pasal 2 "Bahwa terhadap perkara tersebut TELAH dilakukan sebagai berikut ayat (d) "melakukan proses pemberkasan perkara terhadap: Henry Surya selaku Ketua KSP Indosurya Inti/Cipta.

Baca Juga: Kasus Dugaan Penggelapan Uang Infaq Masjid Annur Sekarkurung Resmi Dilaporkan Polisi

Bahwa pernyataan Helmi di media dan isi SP2HP saja berbeda, dalam keterangan pers AKAN dilakukan pemberkasan yang berarti (pemberkasan BELUM dilakukan) padahal di SP2HP tanggal 22 Maret 2021 secara tertulis TELAH dilakukan pemberkasan. Jika benar pernyataan Helmi di media 26 Mei bahwa akan dilakukan pemberkasan, berarti surat SP2HP berisi keterangan palsu atau menyesatkan, dan bahkan proses malah jauh mundur lagi.

2. Keterangan Helmi mengenai adanya Putusan Homologasi /PKPU sebagai bukti baru, adalah alasan mengada-ada. Helmi tahu putusan PKPU itu sudah menjadi konsumsi umum dan dibacakan dalam sidang dari Juli 2020, dan katanya mau periksa ahli terkait putusan PKPU. Itu sudah dari Juli 2020 sudah 10 bulan, apakah ahli diperiksa butuh 10 bulan? LQ banyak tangani kasus, jika kasus melibatkan orang biasa, 3-5 orang ahli bisa diperiksa dalam waktu 1 hari saja. Tapi kenapa Indosurya 10 bulan dan belum selesai periksa ahli, apakah ahli pidananya dari Hongkong? Mau buktinya, LQ ada berkas perkara sebagai bukti perkataan kami bahwa 3-5 orang ahli sudah bisa d periksa dalam 1 hari setelah dipanggil 3 hari sebelumnya, apabila penyidik mau.

 

Pembodohan Publik

Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA selaku Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm,menuding keterangan Brigjen Helmi mengkonfirmasi dan memperkuat tuduhan LQ Indonesia Lawfirm, bahwa selalu jawabannya "segera" sedang dilakukan pemeriksaan saksi, ahli dan surat.

"Agar tidak terjadi pembodohan publik, saya akan ingatkan kepada Dittipideksus Mabes Polri akan ketentuan Hukum Formiil atau UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP," kata Alvin.

Urutan proses penyidikan itu adalah pemeriksaan saksi pelapor, saksi fakta lain, saksi terlapor dan saksi ahli kemudian penyitaan barang bukti. Setelah proses pemeriksaan dan penyitaan ditemukan 2 alat bukti yang cukup maka, selesailah proses penyidikan dengan ditetapkannya tersangka.

 

Tak selaras Janji Kapolri

DR Dwi Seno Widjanarko, SH, MH, ahli pidana dan dosen Univ Bhayangkara Jakarta, ketika ditanya oleh wartawan menyatakan kesediaannya untuk menjadi salah satu narasumber ahli pidana apabila terjadi debat Kasus Indosurya di iNews TV "Cerdas Hukum.

Baca Juga: Pengurus RW dan Takmir Masjid Enggan Laporkan Pelaku Penggelapan Uang Infaq Rp189 Juta

"Saya selaku dosen Univ Bahayangkara Jakarta, banyak mahasiswa saya polisi, saya bersedia memberikan pencerahan apabila diundang hadir," ujarnya.

Terhadap kasus Indosurya, Dr Dwi Seno Widjanarko, SH, MH heran kenapa penanganan berlarut-larut. Dalam hal ini tidak sesuai dan tidak selaras dengan janji Kapolri "Hukum tajam keatas" kasus Indosurya ini menjadi tantangan Kapolri untuk merealisasikan janjinya di depan DPR supaya bukan pepesan kosong belaka. Reputasi dan nama Institusi Ppolri jadi taruhan disini, masyarakat memantau dan terkejut atas berita ini.

Dalam penyidikan proses pidana, semua penyidik wajib tunduk pada KUH Acara Pidana, tidak boleh membuat aturan dan proses sendiri yang tidak sesuai KUHAP. Penegakan hukum yang tidak sesuai KUHAP adalah illegal dan batal demi hukum.

"Pendapat saya dalam kasus Indosurya kepastian hukum dan penerapan hukum formiil belum dicapai. Janji Kapolri hukum tajam keatas, belum terwujud dan masih hanya wacana saja," katanya.

Mengenai pasal 110 KUHAP, benar bahwa penetapan tersangka, adalah pelabuhan akhir yang berarti penyidikan sudah usai, saksi dan ahli serta barang bukti sudah di sita barulah boleh ada penetapan tersangka.

Jika sudah ada penentapan tersangka namun saksi dan ahli belum lengkap diperiksa, hal inilah bisa dijadikan celah oleh Tersangka untuk melakukan proses praperadilan (pasal 77 KUHAP) justru penyidik memberikan celah sehingga Tersangka bisa lolos dari jerat hukum dengan upaya Prapid."

 

PKPU Bukan Penghapus Pidana

Sebelumnya saya juga sudah memberikan pencerahan dan pendapat sebagai ahli pidana, bahwa PKPU "bukan penghapus pidana", kenapa? Pertama putusan Pengadilan Niaga, PKPU tidak tertulis, menyatakan "Tersangka bebas dari dakwaan pidana, hanya kewajiban menyelesaikan hutang" dan kedua PKPU itu adalah keperdataan dan tidak punya kekuatan hukum mengikat kepada perkara pidana.

Ini diajarkan di Universitas S1 Hukum, dalam mata kuliah hukum pidana (materiil) dan hukum acara pidana (formiil). Setiap Sarjana Hukum yang ijazahnya asli, seharusnya tahu itu.

"Polemik Kasus Indosurya sebaiknya, diselesaikan dan dirampungkan sebelum jadi skandal nasional. Korban masyarakat Indonesia ribuan, hilang uang triliunan dan hilang keadilan, mereka menunggu kepastian hukum. POLRI harusnya mengayomi dan melindungi masyarakat bukan memberikan rasa aman kepada Tersangka/terduga kriminal," tutup Dosen Pidana Univ Bhayangkara Jakarta dengan berapi-api. n jk/erc/sir/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU