Home / Peristiwa : “Skandal Pengacara Papan Atas”

Advokat Usir Istri, KDRT

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 28 Mar 2021 22:03 WIB

Advokat Usir Istri, KDRT

i

Ruhut Sitompul bersama Istri saat masih bersama

 

Diduga Berselingkuh dengan Menantunya. Tampil bareng ultah Cucu Tanpa Istri dan Bam eks Samson, Anaknya

Baca Juga: Guru Olahraga di Subang yang Selingkuh dengan Siswi Kelas 12, Ternyata Sering Diberi Uang Bulanan

 

 

 

Advokat Hotman Sitompul adik politisi Ruhut Sitompul, sejak minggu lalu bikin geger keluarga Indonesia. Pengacara 10 papan atas itu dituding usir Desiree Tarigan, istrinya sejak Februari 2021. Sampai kini belum ada alasan pengusiran. Ada hembusan perselingkuhan antara Hotman dengan menantunya,Mikhavita Wijaya, istri Bams eks Samsons. Apa dan bagaimana kisah rumah tangga pengacara pengelola gereja “Marwan Saron” akan ditulis tim wartawan Surabaya Pagi Erick Kresnadi, Jaka Sutrisna, serta Polling Surabaya Pagi oleh Mariana Setyawati dan Desy Ayu yang dikoordinasi Raditya Mohammar Khadaffi, secara mendalam dan berimbang.

 

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Polemik rumah tangga pengacara kondang Hotma Sitompul dan istrinya, Desiree Tarigan kini menjadi sorotan nitizen +62. Pasalnya, baik Hotma maupun Desiree saling menyerang satu sama lain. Menurut Desiree, dirinya diusir secara paksa dari rumah oleh Hotma. Bahkan secara verbal ia menirukan perkataan Hotma saat pengusiran itu terjadi. "Saya tidak mau lihat muka kamu di sini dan barang-barang kamu. Kamu tidak punya hak di sini. Kamu silakan keluar dari sini" kata Desiree verbatim menirukan ucapan Hotma

Pernyataan Desiree pada awak media di kawasan Cinera Jakarta pada Jumat (26/03/2021) lalu ini ditepis oleh Hotma. Melalui kuasa hukumnya, Hotma menjelaskan, istrinya dengan sukarela keluar dari rumah pada 7 Februari 2021 lalu. Bahkan ia pun mengosongkan hampir seluruh isi perabotan rumah. Sejak saat itu tidak ada lagi komunikasi antara ia dan istrinya.

Beda versi antara Hotma dan Desiree ini pun menjadi perdebatan. Banyak yang membela dan membenarkan pendapat Desiree, namun tak sedikit pula yang berpihak pada Hotma.

Soal siapa yang benar dan siapa yang salah hanya dapat dibuktikan di pengadilan. Kendati begitu, tim Surabaya Pagi Minggu (28/3/2021) menghubungi beberapa para pakar hukum guna melihat duduk perkara kedua versi tersebut dari segi hukum perdata atau perkawinan.

 

Bisa Masuk Ranah KDRT

Menurut pakar hukum perdata, Sudiman Sidabukke, tindakan pengusiran Desiree yang dilakukan oleh Hotma versi istrinya, dapat dikatakan sebagai tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) apabila hal tersebut benar.

Aturan itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Pada Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa, Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

"Itu kan berhubungan dengan psikis istrinya. Artinya kalau secara hukum, UU KDRT itu mengkover kekerasn fisik dan psikis. Pertanyaan yang kita ingin tahu apakah (versi istrinya) seperti itu," kata Sudiman Sidabukke kepada Surabaya Pagi, Minggu (28/03/2021).

"Ini masih kalau-kalau ya. Semua tergantung pembuktian. Ini kan soal privasi dalam rumah tangga," katanya

Selain dibawa ke ranah pidana melalui UU KDRT, persoalan tersebut katanya, dapat dibawa ke ranah privat. Unsur privat yang dimaksud adalah tidak adanya kecocokan dan percecokan yang mengakibatkan tindakan pengusiran.

"Bisa lihat dari unsur privat karena tidak ada kecocokan dan ada percecokan itu bisa dibawa ke undang-undang perkawinan yang ujungnya adalah bercerai," ucapnya.

Namun kasus Hotma dan istrinya akan terlihat seperti persoalan rumah tangga biasa apabila dilihat berdasarkan versi Hotma.  Tindakan keluar dari rumah yang dilakukan oleh istrinya kata Sudiman, merupakan hal yang wajar dalam rumah tangga. Istilah hukumnya adalah pisah ranjang dan meja. "Kalau itu diterima oleh kedua belah pihak dalam undang-undang perdata memberikan kesempatan 2 tahun (untuk pisah ranjang dan meja)" jelasnya.

Tujuan pisah ranjang dan meja bisa berakibat positif ataupun sebaliknya. Sisi positifnya akan terjadi apabila selama masa pisah ranjang kedua belah pihak dapat berefleksi dan membenah diri kemudian membangun kembali rumah tangga tersebut. Namun akan berakibat sebaliknya bahkan bisa berujung pada perceraian.

"Bisa dimaknai dua hal pertama, bisa cooling down setelah dua tahun pisah. Atau yang kedua  dengan sudah pisah tidak ada kerukunan bisa jadi alasan untuk cerai," ucapnya

 

Baca Juga: Ngakunya Istri Siri Ternyata Akta Nikah Sirinya Palsu

Pembagian Harta

Sementara itu pakar hukum perdata asal Universitas Airlangga (Unair) Faizal Kurniawan SH, MH menjelaskan, tindakan pengusiran versi Desiree cacat dimata hukum.  "Karena undang-undang perkawinan sendiri tidak ada aturan terkait tindakan usir maupun mengusir," kata Faizal Kurniawan

Dalam UU Perkawinan nomor 1 tahun 1974, membagi harta benda dalam dua bagian yakni harta bawaan dan harta bersama. Harta bawaan adalah harta yang dimiliki setiap pasangan sebelum menikah biasanya dari warisan harta orang tua ataupun harta kepunyaan pribadi. Sementara harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan.

"Itu sudah jelas diatur dalam pasal 35 undang-undang pernikahan. Sekarang masalahnya kalau diusir dari rumah, apalagi rumah itu sulit pembuktiannya. Walaupun rumah harta bawaan saya, tapi kalau isi dalamnya itu yang lengkapi istri saya artinya dia punya hak juga," katanya

"Jadi kalau lihat dari versi istrinya, pengusiran oleh bang Hotma kurang tepat. Kita kembali kepada uu perkawinan. Perkawinan kan ikatan lahir batin untuk membentuk rumah tangga yang kekal," ucapnya lagi

Masih dari UU Perkawinan, dalam pembagian harta bersama pun ketika terjadi perceraian kata Faizal, maka harus dibagi sama rata antara suami dan istri.

"Kalau melihat UU 1 tahun 1974, ketika ceraipun, istrinya dibagi setengah atau 50:50. Karena istri berkontribusi, apa kontribusinya? Ya memelihara anak, mengurus rumah tangga, itu bagian dari kontribusi. Kecuali ada perjanjian kawin. Dalam rumah tangga baik suami maupun istri semuanya punya kontribusi baik materil maupun non materil," jelasnya

 

Pisah Ranjang

Bila melihat kasus tersebut dari versi Hotma sebetulnya dalam ketentuan Pasal 233 hingga Pasal 249 Bab XI Buku Pertama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat aturan yang disebut dengan pisah ranjang.

Walau ada istilah pisah ranjang, bukan berarti hubungan suami dan istri ikut berpisah pula atau cerai. "Tapi sekali lagi itu percekcokan rumah tangga saja, bukan putus perkawinan. Karena sesungguhnya putus kawin ada 3 hal, karena kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Kalau itu (pisah ranjang) sudah terjadi, terpisah-pisah ya monggo. Tapi bukan berarti bercerai. Karena perceraian terjadi atas 3 hal tadi dan berdasarkan putusan pengadilan," pungkasnya

 

Baca Juga: Diduga Alami KDRT, Emak-emak Tewas Diracun Suami

Etika Profesi Advokat

Alih-alih melihat kasus Hotma dan Istrinya, pakar hukum dan pengacara Pieter Talaway justru menekankan pada etika profesi advokat.

Menurutnya, dalam menangani kasus pertikaian rumah tangga seharusnya para kuasa hukum bukan memperkeruh suasana dengan melakukan keterangan pers di media masa. "Kasus rumah tangga itu sifatnya privat. Advokat tidak boleh mempublikasikan ke pers. Itu sangat bertentangan dengan prinsip beracara," kata Pieter Talaway

Selain tidak boleh mempublikasikan, seorang advokat juga harus memiliki semangat perdamaian. Perdamaian yang dimaksudkan adalah mengupayakan agar kasus yang ditangani harus terlebih dahulu dimediasi. "Harus mendamaikan. Itu prinsip utama kode etik advokat. Jadi tidak boleh langgsung membuat orang menyelesaikan masalah ke pengadilan. Tapi harus mendamaikan dulu," ucapnya

Oleh karenya kepada kedua kuasa hukum baik dari Hotma dan Desiree, Pieter mengingatkan agar dapat menangani kasus tersebut berdasarkan kode etik advokat. "Lawyer dalam persoalan ini, masing-masing kuasa hukum agar menahan diri, mencari solusi perdamaian. Jangan bawa langsung ke pengadilan atau membuat somasi-somasi yang akan menghambat penyelesaian damai," tegasnya.

 

Gunakan Tokoh Agama

Senada dengan itu Ketua DPC Peradi Surabaya pimpinan Robert Simangunsong Abdul Salam menegaskan, pentingnya mediasi dari masing-masing kuasa hukum. "Sebelum ke pengadilan, mungkin ada pihak ketiga seperti pendeta yang memediasi" kata Abdul Salam

Seorang pengacara kata Abdul, dapat berkontribusi dalam perbaikan dan keutuhan rumah tangga seseorang. Langkah mediasi lanjutnya, dapat dilakukan di luar pengadilan, baik melalui keluarga atau kerabat maupun tokoh agama seperti pendeta, kiyai atau ulama.

"Langkah pengacara harus memediasi, apalagi mereka sudah senior sudah tuakan. Yang bisa menghentikan ya (mediasi) melalui jalur agama dibawa ke pendeta. Kalau ke lawyer bisa tegang," katanya

Manakala upaya mediasi melalui tokoh agama tidak berjalan lancar, maka jalur pengadilan dapat ditempuh oleh kuasa hukum. Untuk ke jalur hukum, pisah ranjang (versi Hotma atau diusir dari rumah (versi Desiree) dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan.

"Kalau masalahnya sudah serius, Kalau istrinya atau bang Hotma tetap kukuh untuk berpisah ya terpaksa bercerai. Pisah ranjang bisa menjadi alat bukti perceraian ditambah dua orang saksi," jelasnya. sem/dsy/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU