Alun-Alun Surabaya, Bumerang Bagi Risma

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 24 Agu 2020 21:47 WIB

Alun-Alun Surabaya, Bumerang Bagi Risma

i

Suasana Alun-alun Surabaya sejak Minggu dan Senin kemarin, masih banyak diminati warga kota Surabaya yang ingin melihat lebih dekat di Kompleks Balai Pemuda Surabaya. SP/Patrick

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sampai Senin (23/8/2020) kritik terhadap Walikota Surabaya Tri Rismaharini, yang meresmikan Alun-alun Surabaya saat pandemi covid-19, masih belum surut. Sejumlah praktisi hukum Surabaya dan Jakarta, menilai ada kecerobohan dari Wali Kota Risma. Kecerobohan datangkan kerumunan rakyat tanpa protokol kesehatan. Padahal, Walikota juga sudah bikin Perwali Nomor 33 tahun 2020. Kejadian ini bisa menimbulkan bumerang bagi Walikota Risma. Ini sama saja Pemkot ingin menghadirkan semakin banyak pasien covid 19 bagi warga kotanya. Dan alun alun ini bisa jadi klaster baru.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Kebut Pengerjaan Estetika Kota Lama 

Demikian rangkuman pendapat dari praktisi hukum, politisi Nasdem Vinsensius Awey, politisi PAN Juliana Evawati, Sekretaris Komisi D DPRD Kota Surabaya, dr. Akmarawita Kadir., M.Kes, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Ajeng Wira Wati dan Ahli kebijakan publik Unair Antun Mardiyanta.  Mereka dihubungi tim wartawan Surabaya Pagi, terkait kejadian pembukaan Alun-alun Kota Surabaya oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 17 Agustus 2020. Kegiatan yang mengundang pesta seni ini menyerap ribuan warga kota berkerumun tanpa memperhatikan protokol kesehatan pandemi Covid-19.  Pesta rakyat semacam ini dikhawatirkan dapat menciptakan klaster baru.

 

Masuk Jurang Pandemi

Wakil Ketua DPW Jatim Partai Nasdem Bidang Media dan Komunikasi Publik Vinsensius Awey, menilai keputusan Wali Kota Risma yang sangat tidak tepat.  “Hal ini menurut saya baik saja dan sebuah terobosan baru yang perlu mendapat apresiasi. Persoalannya tidak tepat dalam disituasi pandemi seperti ini. Itu sama saja Pemkot ingin menghadirkan semakin banyak pasien covid-19 bagi warganya,” ungkap Awey kepada Surabaya Pagi, minggu (23/8/2020).

Sebelumnya, Pemkot melalui  Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) larangan penyelenggaraan lomba dan tasyakuran Hut Kemerdekaan RI ke 75. “Seharusnya Risma komitmen dengan SE yang diterbitkan, bukan malah melanggar,” tegas Awey.

Tidak hanya melanggar SE yang diterbitkan, Awey juga menganggap, dengan kegiatan seperti itu,  diibaratkan Risma mengajak warga Surabaya untuk masuk kejurang pandemi. ”Ini kan sama dengan Risma mengajak warganya menjadi pasien Corona, padahal kita semua sedang berupaya mencegahnya,” tandas Awey dengan rasa menyesal.

Awey melanjukan, berbagai pujian datang kepada wali kota Surabaya Tri Rismaharini baik dari luar dan dalam negeri. “Namun dalam detik-detik akan berakhir jabatannya, banyak kritikan tajam bermunculan, utamanya terkait pencegahan Covid-19,” katanya.

Awey mengatakan, warga surabaya sangat mengetahui kiprah risma dalam membangun kota.

“Janganlah hanya karena hasrat pribadi seorang pemimpin lantas mengorbankan warganya. Itu adalah tindakan yang tidak terpuji. Ada baiknya risma fokus pada penurunan penyebaran covid 19 di Surabaya pada penghujung berakhirnya kepemimpinannya,” tambah Awey.

 

Tanpa Protokol Kesehatan

Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Ajeng Wira Wati mengatakan bila Perwali no. 33 merupakan produk dari Pemerintah Kota Surabaya, tetapi Pemerintah Kota Surabaya sendiri sempat mengadakan acara tanpa pelaksanaan prokes.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Usulkan SERR ke Pusat

"Pasal 24, Perwali 33 menyebut sanksi administratif, yaitu paksaan pemerintah tentang pembubaran acara, penutupan sementara dan push up, joget, memberi makan di liponsos. Saya kecewa dan prihatin bahwa Pemkot nyatanya tidak bisa memberikan contoh panutan kepada warga surabaya," kata Ajeng kepada Surabaya Pagi, Senin (24/8/2020).

Menurut Ajeng, para pedagang warteg dan usaha lainnya juga orang yang terkena sanksi Perwali sebelumnya, hanya sebagai visualisasi efektifitas Perwali. "Nyatanya perwali tersebut tidak efektif di kalangan Pemkot. Tetapi sekarang memang acara tersebut dihentikan, segera direvisi Perwali tersebut, selain susah direalisasikan oleh Pemkot sendiri, juga hanya menimbulkan polemik, demo berkali-kali akibat ambiguitas pasal didalamnya," terangnya.

Politisi Gerindra ini menuturkan bila saran solusi darinya ialah tetap lakukan perencanaan akomodir dengan pekerja seni. "Lakukan perencanaan akomodir para pekerja seni dengan simulasi prokes covid-19 terlebih dahulu, lalu buat adaptasi perwali yang baru, sesuai inpres 6 tahun 2020 supaya ada ketegasan Pemerintah harus berkoordinasi bersama pihak lainnya dalam usaha pencegahan dan pengendalian virus disease corona," tuturnya.

 

Kurang Konsisten

Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Komisi D DPRD Kota Surabaya, dr. Akmarawita Kadir., M.Kes menyesalkan tindakan Pemerintah Kota yang mengadakan pementasan seni hingga di batalkan dan belum dilakukannya revisi pada Perwali no. 33 Tahun 2020.

"Memang terlihat kurang konsisten, mudah-mudah tidak ada klaster baru. Sebetulnya Dewan sudah mendorong untuk merevisi Perwali segara mungkin dan membuat protokol kesehatan untuk mendukung para pekerja seni dan pekerja hiburan yang sempat demo. Hingga saat ini belum di revisi dan ini sangat saya sesalkan," ungkapnya kepada Surabaya Pagi.

Baca Juga: Atasi Banjir dari Saluran Air di Seluruh Kampung

Menurutnya, perlu adanya revisi pada Perwali  dan perlu adanya koordinasi dengan tim terkait mengenai protokol kesehatan. "Bila sudah matang semua baru mengadakan kegiatan yang berbasis protokol kesehatan. Pembukaan kemarin memang tidak ada masalah tapi situasi pandemi ini jangan sampai membuat mengindahkan protokol kesehatan. Tapi kalau alun-alun atau taman itu tidak memungkinkan maka jangan dilakukan disitu," ujarnya.

 

Masih Zona Merah

Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Juliana Evawati juga memiliki pendapat yang sama dengan rekan-rekan komisinya. Dewan termuda ini mengatakan bahwa ketidak konsistenan Pemerintah dengan tiba-tiba mengadakan pentas seni.

"Padahal sudah dilarang untuk adanya keramaian, yang disayangkan adalah kebijakan yang memang bisa diikuti oleh masyarakat, setidaknya harus disiapkan protap kesehatan dan physical distancing harus dijaga," ucapnya.

Dari acara tersebut, Politisi PAN ini juga turut hadir dan melihat bila para pengunjung yang membludak dan masyarakat menilai bila mungkin saja Corona sudah usai. "Tetapi sebetulnya tidak. Sampai saat ini pun masih banyak masyarakat yang kurang memiliki kesadaran diri untuk menjaga kesehatan. Ketika saya melihat kondisi saat itu, tidak ada pembatasan peserta atau pengunjung yang hadir. Seharusnya ada karena ini penting, maka kesiapan dari Pemkot sendiri tidak siap dan sangat kurang," jelasnya.

Menurutnya pelaksana acara tersebut terkesan dipaksakan pada kondisi yang tidak memungkinkan seperti saat ini. "Pemkot memang memberikan ruang untuk pentas meski dibatalkan karena adanya kerusuhan dan ketidak mungkinan untuk mengadakan acara, apalagi di tengah pandemi ini dan Surabaya menjadi zona merah lagi. Sebelumnya kita sudah berkoordinasi agar tetap di kaji ulang apakah memungkinkan bila menggelar acara itu di tengah pandemi seperti ini, namun dari pekerja seni memang tidak mempermasalahkan bila di luar ruangan tetapi harus memperhatikan protokoler kesehatan dan harus disiapkan," pungkasnya. n adt/alq/byt/cr1/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU