Asen, Kaget Dianggap Provokator di Pasar Turi Baru

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Jul 2022 20:49 WIB

Asen, Kaget Dianggap Provokator di Pasar Turi Baru

i

Sandi Winyoto alias Asen

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Saat sosialisasi dan pengumuman menempati stan secara serentak sampai 31 Juli 2022, ada salah satu pedagang yang saat itu bersama 144 pedagang yang mengklaim berkirim surat keberatan ke pengelola Pasar Turi Baru. Pedagang itu bernama Sandi Winyoto atau biasa disapa Asen.

Oleh pengelola dan investor PTB, Asen diidentifikasi sebagai provokator pedagang agar tidak membuka stan di PTB. Bahkan, dari penelusuran Surabaya Pagi, ocehan Asen dinilai oleh investor sudah merugikan Pasar Turi Baru yang sejak Maret 2022 oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dibuka. Sedangkan siapa Asen? Pria keturunan Tionghoa ini, kata beberapa pedagang PTB korban kebakaran, bukan pedagang PTB asli. Asen, pembeli stan baru.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Sediakan Pelayanan Kesehatan di Pustu-Posyandu

Benarkah Sandi Winyoto atau Asen ini disebut yang memprovokasi para pedagang yang enggan membuka stan di PTB?

Berikut wawancara tim Surabaya Pagi dengan Sandi Winyoto alias Asen melalui percakapan WhatsApp, pada Minggu (17/7/2022).

Surabaya Pagi: Sejak jumat kmrn, kita bersama tim, wawancara ke sejumlah pedagang di PTB yg sudah buka. Dibanding bulan lalu, yg mulai buka sdh mulai banyak. Mereka berharap pedagang lain yg belum buka bisa segera buka demi kebersamaan para pedagang. Ada bbrapa yg bilang, kalau ada bbrapa pihak yg provokasi utk tidak buka. Apakah benar, bapak dan 143 pedagang yg menolak buka itu dianggap provokasi? Apa tidak takut kalau apabila dipermasakahkan oleh pengelola?

Asen: Saya ya kaget disebut provokasi (para pedagang) yang gak buka di PTB. Saya tadi juga di telpon orang gak dikenal, katanya kenapa saya jadi pengacau di PTB. Ya terserahlah lah.

Saya ini sudah buka (di PTB) waktu 2016 lalu. Saya melihat, managemen ngatur PTB ini sejak Januari 2022 sampai sekarang. Sekitar 6-7 bulan. Kesimpulan saya, problem ada di managemen. Bukan TPS, pedagang lama, pedagang baru atau yang lain-lain. Problem utama di kemampuan manajemen yang gak ada.

 

Surabaya Pagi: Lalu Sebetulnya apa yang diharapkan oleh bapak kepada pengelola?

Asen: Saya sudah usul 2-3 kali ke pak Chandra loh.  Tolong pak Chandra, cari dong pengelola professional, yang bagus, yg bisa menghidupkan PTB. Jangan yang kualitas seperti ini.

Didepan rapat dengan managemen dan pedagang kapasan juga saya sampaikan.

Bagaimana supaya PTB ini hidup.

Harapan saya PTB ini hidup menguntungkan pedagang, bisa menjadi barokah buat pedagang.  Tapi kalo managemen kemampuan seperti ini, ya gak bisa.

 

Surabaya Pagi: Hingga saat ini, apa hanya karena itu alasan bapak bersama 144 pedagang yang berkirim surat ke pengelola, jadi masih blm mau membuka stan? Apa setelah disampaikan ke pengelola sudah diakomidir?

Asen: Jadi begini, menurut pedagang:

1) Untuk listrik, di dalam perjanjian PPJB tertulis 270VA, kira2 MCB 2A-lah. Jadi 450watt dan bayar sesuai pemakaian/meteran, gak ada biaya minimal.  Tapi PT Gala malah menyusahkan pedagang, dikasih 110watt. Bayar flat 220rb /bulan. Atau kalo mau upgrade ke 450watt tidak boleh. Harus ke 900watt dengan biaya minimal juga tetap 220rb/bulan. Dan biaya upgrade 200rb. Jadi cara penerapan nya 900watt x minimal 110jam = 99.000 watt/jam = 99kwh.

Biaya 1 kwh 2000, Jadi keluarnya 2000 x 99 + ppn 11% = 220rb /bulan. Dan itu utk 1 stand minimal 220rb. Ukuran 6.75m2.

Kalo saya ada 2 stan gandeng, 1 meteran boleh. Tapi biaya minimal nya jadi 2 x 220rb = 440rb /bulan . Hanya utk listrik aja. 2 stand luas 13.5m2

Baca Juga: Pemkot Surabaya Bagikan 6 Ribu Paket Sembako Serentak di 31 Kecamatan

Coba bayangkan aja, kita cuma stand kecil 13.5m2, musti keluar uang listrik saja Rp 440rb. Belum pegawai, dan lain-lain.

Yah pokoknya dikasih yang umum di mal lain khan sudah banyak contohnya. Listrik kira2 utk luas segituya 100-125rban/bulan. Ngapain kita dikenakan aturan yang akhirnya minimal 440rb.

2) Kemudian renovasi di PTB gak selesai-selesai sejak dulu. Janji-janji aja gak selesai-selesai semuanya luar dalam.

Kalo mall mau hidup, jalan, ramai, selesaikan semua stand yang mangkrak. Ada yg hilang rolling doornya, dll. Bekas kantor managemen sendiri di lantai LG dibiarkan begitu saja, gak ditutup rolling door atau gypsum.  Dimana2, mall itu rapi bersih bener dulu, lalu pedagang diajak masuk, lalu pengunjung diajak masuk.

Pokoknya cara ngaturnyalah yang gak mampu. Managemen gak karuan.

3) Trus sekarang denda keterlambatan selama 7 tahun gimana ???  Pedagang banyak yang perlu modal. Denda 7 tahun cuma 5% aja gak dibayar. Gimana pengelola bisa ngerti kita-kita.

Saya beli stand di CITO. Terlambat buka 1 tahun. Saya dibayar cek kontan 2% x 12bulan x uang yang di setor.

Ini cuma 5%, terlambat 7 tahun gak ada pengertiannya, pedagang banyak yang sengsara gak ada kompensasi. Misalnya 1 tahun, free Service Charge. Sehingga pedagang merasa dianggap, diperlakukan adil.

Bayangkan ae, kalo situ bayar uang terus sampe ratusan juta tanpa ada pemasukan, maka bisa banyak terjadi pedagang-pedagang itu jual rumah, mobil, stand lain, aset lain, utang ke bank lain, dll hanya utk bayar cicilan di PTB ini. Habis-habisan seluruh tabungan dikuras keluar terus tanpa ada pemasukan.

Kalo PT Gala mau buka, yah mbok ngerti sedikit pengorbanan pedagang.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Tertibkan Reklame Tak Berizin

4) Bagi pedagang baru juga kecewa banget. Kita beli dengan harga 80-100jt/m2. Dengan janji hak milik /strata title. Tapi tanpa ngomong yg enak, baik2, gimana dirunding, PT Gala langsung sosialisasi surat PTB jadi hak pakai.  Gimana gak kaget.

Harga stand sudah lunas 600-800jt an. Ukuran cuma 6.75 - 9m2. Tahu-tahu haknya jadi hak pakai sisa 13 tahun ini aja.

Apartemen yang menyatu dengan mall aja gak sampe 40jt/m2 nya. Ini cuma stan kosong gitu aja. 80-100jt/m2.itu harga 10 tahun lalu.

Jadi keluhan nya

  1. Listrik 450watt bayar sesuai pemakaian seperti mall2 umum nya aja.
  2. Renovasi mbok diselesaikan tuntas, lalu pedagang masuk, pengunjung masuk. Kalo sepertiini, kasihan pedagang yg masuk . Tiap hari rugi terus. Pengunjung ya kecewa, ada yg ngomel2 toilet jorok bukan main, gak ada hiburan, foodcourt yg baik, dll
  1. Denda keterlambatan cuma 5% mbok dibayar.
  2. Hak milik jangan dirubah seenaknya. Hak milik tetap hak milik, bukan jadi hak pakai. Soal surat kesampingkan dulu, yg penting PTB hidup dulu, rame, jalan, surat belakangan bisa dirunding. Jangan diputuskan sepihak.

Mereka jengkel, gak terima, sama PT Gala yg sampe hari ini netapkan peraturan sendiri sepihak gak melihat isi perjanjian PPJB.  

Saya di pertemuan di Pemkot Surabaya 24 Juni. Sudah bilang ke Pemkot.  Awal mula kekisruhan ini khan pemkot, salah milih investor.

 

Surabaya Pagi: Misalnya bapak tidak cocok dengan aturan dari pengelola, mengapa tidak mengembalikan / menjual stan ke pihak lain atau pengelola?

Asen: Saya mau kalau dibeli pengelola/investor, segera saya kembalikan dengan harga modal 10 tahun lalu + renovasi + BPHTB. Gak usah dihitung bunga gak apa. tim

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU