Bangun SWK, Pengelolahan Limbah Terlupakan, Pedagang Menjerit

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 01 Jun 2021 13:16 WIB

Bangun SWK, Pengelolahan Limbah Terlupakan, Pedagang Menjerit

i

Sentra wisata kuliner (SWK) Krembangan yang sepi pengunjung. SP/ Sem

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Walikota kota Surabaya, Eri Cahyadi belakangan berambisi meningkatkan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang terintegrasi.

Untuk pengembangan pada sektor tersebut, pihaknya berencana memanfaatkan tanah aset milik Pemkot Surabaya. Salah satu misalnya dengan mendirikan ataupun meremajakan kembali Sentra Wisata Kuliner (SWK).

Baca Juga: Imigrasi I Surabaya Berhasil Terbitkan Hampir 10 Ribu Paspor

Data dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (Dinkop) hingga saat ini telah ada sekitar 44 SWK di Surabaya. Dan menampung kurang lebih 1.300 UMKM binaan pemerintah kota Surabaya.

Niat hati ingin memperbaiki sisi ekonomi, apa daya pembangunan SWK mengorbankan lingkungan. Salah satunya adalah SWK Krembangan yang berlokasi di Jalan Gresik Surabaya. 

Salah satu pedagang di SWK Krembangan, Lidia mengungkapkan, untuk pengelolaan air limbah, langsung di buang ke gorong-gorong kemudian limbah dialirkan ke sungai. Beberapa di  buang ke lahan belakang SWK.

"Belakang ini kan tanah kosong, ada kuburan juga. Dibuang ke sana. Seberang ini ada sungai juga," kata Lidia kepada Surabaya Pagi, Selasa (1/6/2021).

Pernyataan Lidia bukanlah isapan jempol belaka. Dari profil SWK Krembangan yang dimuat dalam situs Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, menyebutkan SWK Krembangan tidak tersedia Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).

Selain IPAL, managamen pengelolaan SWK khususnya di Krembangan terbilang saat berantakan. Masing-masing, UMKM di SWK melakukan pengembangan bisnis tanpa ada pantauan atau campur tangan pemerintah.

"Ya kita jual sendiri, gak ada itu bantuan promosi apalagi modal. Malah gak pernah," katanya

Lucunya, Pemkot Surabaya kini tengah menggencarkan modernisasi SWK dengan sistem kasir tunggal. Namun banyak SWK seperti SWK Krembangan yang luput dari radar pemerintah.

Laporan dari Dinkop setidaknya ada sekitar 24 dari total 44 SWK di Surabaya yang telah menerapkan sistem kasir tunggal.  Sistem kasir tunggal sendiri bertujuan agar transaksi jual beli dilakukan secara satu pintu.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Usulkan SERR ke Pusat

Bagi pembeli yang memesan salah satu menu di pedagang, akan mendapat nota rangkap untuk bertransaksi di kasir. Selanjutnya, pembeli mendapat nota baru di kasir. Nota baru ini sebagai bukti pembeli telah menyelesaikan transaksi. Sementara nota dari pedagang akan distempel oleh petugas kasir.

Penerapan kasir tunggal ini dinilai menguntungkan para pedagang. Karena pemkot akan membantu manajemen pembukuan, baik dalam hal data pendapatan, hingga promosi. Pemkot Surabaya memastikan, penghasilan pedagang yang terekam selama satu hari akan langsung diberikan kepada pedagang.

"Ya konsepnya bagus mas, hanya saja kita boro-boro didampingi, petugas yang datang ke sini hanya minta uang sewa. Per bulan di sini 500 per stan. Saya punya dua stan, jadi per bulan 1 juta," katanya.

Sejak pukul 10:05 hingga 12:45 hanya ada 6 pengunjung yang datang ke SWK Krembangan. Itu pun 2 orang lainnya adalah kenalan dari para pedagang.

"Mana sekarang sepi mas, bisa lihat sendirikan. Sudah seminggu ini, saban hari pulang hanya bawa 20 ribu. Bahkan pernah 14 ribu saja," tambahnya.

Pedagang SWK Krembangan lainnya seperti Silfia pun mengungkapkan hal serupa. Ia mengisahkan bagaimana perlakuan pemkot Surabaya melalui Dinas Koperasi yang hanya memberikan bantuan Rp500 ribu untuk dibagi kepada 24 stan di SWK Krembangan.

Baca Juga: Tingkatkan Kepuasan Masyarakat, Satpas SIM Colombo Gaungkan Pelayanan Prima dan Transparansi

"Pernah kemarin h-7 sebelum lebaran, katanya ada bantuan uang dari pemkot 500 ribu. Tapi bukan per stan, untuk SWK. Lah kita di sini ada 24 stan, dibagi 500 per stan ya dapat 20 ribu. Nasi satu bungkus saja itu," ucapnya sambil terbahak.

"Akhirnya setelah uang diambil, kita semua sepakat kasih ke anak yatim. Soalnya uang 20 ribu, untuk modal kurang, lebih baik beramal" tambahnya.

Oleh karenanya, ia meminta kepada pemerintah bila ingin memperhatikan usaha wong cilik maka harus melihat secara keseluruhan. Bukan hanya mengambil beberapa SWK yang managamennya bagus dan disiarkan dimedia masa.

"Tidak semua bagus mas, ini kalau saya dapat tempat lain. Sudah pindah saya. Kalau buat program ya direalisasikan dong, sekarang mana bantuan dari pemkot. Sekali dikasih hanya 500, itu pun harus dibagi lagi. Katanya pro wong cilik, tapi mana buktinya," ucapnya dengan nada kesal. Sem

 

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU