BPOM Persulit Ijin Pengembangan Vaksin Nusantara

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 11 Mar 2021 21:12 WIB

BPOM Persulit Ijin Pengembangan Vaksin Nusantara

i

Rapat Kerja (Raker) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021).

 

Komisi IX DPR-RI Tuding BPOM tak Independen

Baca Juga: Tren Covid-19 Naik, Tapi tak Timbulkan Kematian

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta – Komisi IX DPR heran Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) mempersulit izin pengembangan vaksin Nusantara buatan dalam negeri yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Padahal, BPOM baru saja memberikan izin darurat penggunaan vaksin AstraZeneca asal Inggris.

Alotnya pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II BPOM kepada kandidat vaksin Nusantara, membuat DPR geram.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay lantas meminta BPOM menyetop pemberian izin penggunaan darurat (EUA) segala merek vaksin produksi perusahaan farmasi luar negeri. Ia menilai BPOM tidak konsisten dalam memberikan izin penggunaan vaksin. "Saya minta, setiap vaksin yang datang ke RI ini protokolnya dibuat sama. Tolong itu AstraZeneca jangan pakai dulu, kalau perlu buang saja itu lalu pulangkan, walaupun itu vaksin gratis. Karena protokolnya tidak sama dengan kemarin Sinovac itu," tegas Saleh dalam Rapat Kerja (Raker) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021).

 

BPOM tak Independen

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo justru menuding Penny K. Lukito,BPOM tidak independen. Tudingan itu menyusul upaya perizinan uji klinis II vaksin nusantara yang alot.

Rahmad menganggap vaksin nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto seolah dipersulit dalam prosesnya. Padahal hasil uji klinis fase I menunjukkan tidak ada efek samping serius yang terjadi terhadap para 30 relawan. "BPOM tidak mungkin dipaksa, tidak boleh, dan UU mengatakan BPOM amanat rakyat untuk pengawasan obat. Hanya, kalau dari diskusi begini-begini dan temuan dari teman-teman kita saat rapat kerja di daerah, Semarang, bahwa ibu (Kepala BPOM Penny K. Lukito) tidak independen," cecar Rahmad.

 

Perbedaan Lokasi Penelitian

Sementara Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito membeberkan beberapa hal dalam penelitian Vaksin Nusantara. Menurutnya penelitian vaksin ini tidak sesuai kaidah medis.

Di antaranya, terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik. "Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR-RI.

Padahal, kata Penny, setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subyek penelitian. Berbeda dengan Penny, anggota DPR-RI justru mendukung vaksin temuan Terawan ini bisa dikembangkan.

 

Soroti Vaksin AstraZeneca

Saleh kemudian menyoroti vaksin AstraZeneca yang tidak melalui uji klinis di Indonesia namun sukses diloloskan di dalam negeri. Sementara vaksin buatan anak bangsa seperti vaksin Nusantara justru cenderung dipersulit perizinannya.

Padahal menurut Saleh, uji klinis dengan populasi luar negeri belum menjamin akan cocok dan aman digunakan untuk populasi Indonesia.

"Ini giliran vaksin Nusantara kenapa ini harus begini- begini, sementara pada saat vaksin asing datang ke Indonesia, EUA dipercayakan kepada negara lain," sindirnya.

Baca Juga: Pegadaian Targetkan 1,8 Juta Nasabah Tahun 2024

 

Kekhawatiran Menkes

Sementara itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membeberkan alasan Indonesia membeli vaksin Covid-19 di banyak negara, salah satunya karena kekhawatiran negara pembuat vaksin menahan penjualan atau embargo.

Pernyataan itu disampaikan Menkes usai meninjau pelaksanaan vaksinasi massal yang diikuti sekitar seribuan orang di Kampus Politeknik Kesehatan Kemenkes Provinsi Bengkulu, Kamis (11/3/2021). "Kita takut kalau ada apa-apa atau ada embargo dari suatu negara dan ini sudah kejadian. AstraZeneca itu punya Inggris dan sekarang mereka menahan. Kemarin mau kirim ke Australia tapi mereka tahan katanya untuk rakyatnya dulu," kata Budi, dikutip dari Antara.

 

Kerjasama dengan 5 Negara

Budi menyebut Indonesia beruntung tidak membeli vaksin AstraZeneca dari Inggris tetapi membeli vaksin jenis itu dari Korea Selatan dan India.

Saat ini, kata Budi, Indonesia menjalin kerjasama dengan lima negara penyedia vaksin COVID-19 yakni China produsen vaksin SinoVac, Korea Selatan dan Inggris vaksin AstraZeneca, Jerman vaksin Pfizer dan Amerika vaksin Novavax.

Khusus vaksin AstraZeneca buatan Korsel dan India saat ini sudah tiba di Tanah Air sebanyak 1 juta dari 11 juta dosis. Vaksin itu merupakan kerjasama multilateral dengan WHO untuk negara-negara berkembang.

Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Naik, Ayo Masker Lagi

"Amerika punya vaksin, namanya Johnson dan Johnson (J&J) yang cuma sekali suntik dan itu tidak boleh keluar dari negaranya. Vaksin ini rebutan sekali. Kenapa kita memilih empat karena kalau satu nyangkut kita ada di tempat lain," paparnya.

 

Juni baru 24%

Menkes mengakui suplai vaksin di Indonesia hingga Juni mendatang diperkirakan baru mencapai 80 hingga 90 juta dosis atau sekitar 24 persen dari total kebutuhan yakni 363 juta vaksinasi yang menyasar 181,5 juta orang.

Sedangkan suplai terbesar yang diperkirakan mencapai 75 hingga 76 persen berlangsung pada Juli hingga Desember 2021 mendatang.

Menurutnya, keterbatasan ketersediaan vaksin ini membuat pemerintah harus berusaha keras mengatur jadwal pelaksanaan vaksinasi agar dilakukan secara bertahap supaya tidak ada kegiatan vaksinasi yang terhenti.

"Banyak yang bilang negara lain bisa suntik satu juta per hari. Saya bilang kalau kita juga satu juta per hari, selama tiga hari selesai terus satu bulan berikutnya ngapain," ucapnya.

Budi menjelaskan pemerintah menargetkan peningkatan jumlah vaksinasi harian dari Februari lalu hanya sekitar 100 ribu vaksinasi per hari dan pada Maret hingga April dinaikkan menjadi 500 ribu vaksinasi per hari.

Kemudian pada Mei dan Juni ditargetkan mencapai satu juta vaksinasi per hari, lalu setelahnya yakni Juli hingga Desember bisa mencapai lebih dari satu juta vaksinasi per hari. erc/ds/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU