Cegah Korupsi, ASN Pemprov Jatim Jadi Whistleblower

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 13 Apr 2021 10:54 WIB

Cegah Korupsi, ASN Pemprov Jatim Jadi Whistleblower

i

Inspektur Provinsi Jatim, Helmy Perdana Putera mengatakan kepada wartawan di Hotel DoubleTree by Hilton Surabaya, Senin (12/4/2021) malam.

SURABAYAPAGI,Surabaya – Inspektorat Provinsi Jawa Timur memiliki tambahan fungsi yakni terkait dalam kegiatan pencegaan korupsi. Penambahan fungsi ini berdasarkan Pergub Jatim nomor 7 tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Inspektorat Provinsi Jawa Timur.

Inspektur Provinsi Jatim, Helmy Perdana Putera mengatakan kepada wartawan di Hotel DoubleTree by Hilton Surabaya, Senin (12/4/2021) malam. Ia mengungkapkan ada tambahan satu bidang Inspektur Pembantu (Irban) Khusus. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Irbansus akan dikirim ke Gubernur Jatim dan Mendagri RI. Gubernur sebagai Sistem Pengendalian Internal (SPI).

Baca Juga: 2 Crazy Rich Jakarta dan Surabaya, Ditahan Kejagung

“Nantinya, Inspektur Pembantu (Irban) terdiri dari Irban I, Irban II, Irban III, Irban IV dan Irban Khusus atau Irbansus. Sebelumnya, berdasarkan Pergub 11/2016, Inspektorat hanya memiliki empat Inspektur Pembantu Bidang, yakni Irban Bidang Pemerintahan, Irban Ekonomi Pembangunan, Irban Keuangan dan Pengelolaan Aset serta Irban Kesra. Dengan pergub baru, ada tambahan satu bidang Irbansus,” tegas Helmy.

Helmy juga menantang kepada ASN di OPD lingkungan Pemprov Jatim untuk menjadi whistleblower. Whistleblower merupakan pelapor, adalah istilah bagi orang atau pihak yang merupakan karyawan, mantan karyawan, pekerja, atau anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang.

“Untuk whistleblower sudah ada pergubnya nomor 65 tahun 2017 tentang Whistleblowing System. Bagi ASN dari OPD Pemprov Jatim yang berani melaporkan praktik korupsi di lingkungannya akan dikasih reward. Tapi harus benar laporannya, bukan fitnah. Kalau tidak benar, malah bisa kena sendiri karena pemberian keterangan palsu. Kami juga tegaskan agar tidak coba-coba menyuap auditor kami saat melakukan pemeriksaan,” tutur Helmy.

Inspektur Pembantu Bidang Pemerintahan Inspektorat Provinsi Jatim, Syamsul Huda menambahkan, hingga saat ini belum ada ASN di OPD yang memberikan laporan soal penyelewengan keuangan. Selain itu, dalam bekerja di lapangan, para auditor dipastikan bertindak profesional dan memiliki integritas yang kuat.

Baca Juga: Lagi, KPK Periksa Kabag Perencanaan dan Keuangan Setda Lamongan

“Saat auditor memeriksa di sebuah kantor OPD dan selesai pelaksanaan pemeriksaan, kami diam-diam memberikan kuisioner atau melakukan survei. Survei itu dibagikan kepada entitas pengawasan dengan permintaan keterangan terkait, kemampuan personel saat bertugas, kecakapan dalam bertugas, penguasaan materi, ketepatan solusi dan potensi gratifikasi atau suap oleh Tim Pemeriksa,” imbuhnya.

Bagaimana jika ada OPD yang memaksa memberikan sejumlah barang atau uang gratifikasi. “Kalau bisa gratifikasi itu ditolak langsung di tempat. Kalau mereka tetap memaksa, kasihkan ke panti asuhan. Nanti barang atau uang gratifikasi yang sudah diserahkan ke panti asuhan, dilaporkan ke UPG atau Unit Pengendalian Gratifikasi milik Inspektorat Jatim,” tukas Syamsul.

Dia menjelaskan, Inspektorat Provinsi Jatim sejak tahun 2019 telah mendapatkan ISO 37001-2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan, di mana seluruh pegawai Inspektorat dilarang keras menerima suap.

Baca Juga: Gempa Bumi di Pulau Bawean, Pemprov Jatim Terima Bantuan Baja Ringan

 “Kami saat melakukan pemeriksaan di OPD, auditor hanya pinjam tempat pemeriksaan. Bahkan, untuk makan dan minum, auditor bawa sendiri. Tidak ada auditor yang dibelikan makan minum oleh OPD atau entitas pengawasan. Kami persis seperti petugas KPK saat bekerja di lapangan. Kalau KPK saat memeriksa, beli makanan dari luar, kalau kami bawa sendiri alias mbontot,” tutur Helmy menimpali.

Ke depan, lanjut Helmy, auditor tidak perlu datang lagi ke OPD saat melakukan pemeriksaan, melainkan memeriksanya melalui aplikasi atau sistem. Jadi, tidak akan bertemu secara tatap muka lagi antara auditor dan entitas pengawasan. Hal ini untuk menghindari terjadinya tindakan gratifikasi atau suap.

“Idealnya, kami harus memiliki sebanyak 150 orang auditor, tapi faktanya kami hanya memiliki 40 auditor. Anggaran kami juga terbatas. Ada 500 obyek atau entitas pengawasan yang harus diperiksa Inspektorat. Perbandingannya 1:7, akhirnya kami kejar tayang. Saya khawatir banyak perceraian di Inspektorat, karena suami dan istri yang bekerja di Inspektorat pulang larut malam. Meski kondisi keterbatasan SDM dan anggaran, kami jamin kualitas pemeriksaan tetap terjaga,” pungkas Helmy.

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU