Citra dan Popularitas Presiden Jokowi Memburuk

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 08 Agu 2021 21:16 WIB

Citra dan Popularitas Presiden Jokowi Memburuk

i

Presiden Jokowi (kanan) dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (kiri)

PDIP Kritik Presiden Tunjuk Luhut Binsar Panjahitan, Pimpin PPKM Kendalikan Penularan Covid-19 

 

Baca Juga: Ditanya Soal Hasil Pilpres, Menkes Ketawain Jokowi

 

 

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Akui Senin ini PPKM level 4 Berakhir, Tapi Jumlah Kematian Masih Tinggi. Jadi Pandemi Masih Sangat Rentan. Makanya Diminta Penerbangan Jangan Dibuka Langsung untuk Umum karena Berbahaya

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta- Ternyata citra Jokowi yang semakin buruk tidak hanya disampaikan partai oposisi dan mahasiswa. Tapi juga partai pendukung utama keterpilihan Joko Widodo, dalam dua periode menjadi presiden. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai secara politik, kebijakan Jokowi dalam penanganan Covid-19 telah keliru sejak awal. Oleh karena itu angka tingkat popularitas Presiden Jokowi, kini tinggal 43 persen atau di bawah 50 persen. Dengan hasil survei ini masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi.

Hal yang lazim, Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengkritik policy presiden tangani covid-19 dengan mendelagasikan ke Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).

Ini yang nembuat ketidak puasan PDIP dalam menghadapi pandemi, sehingga menjadi alasan kuat melakukan kritikan terhadap presiden.

Tidak hanya Puan Maharani yang mengkritisi pemerintahan Jokowi. Sedikitnya sampai Minggu (8/9/2021) malam, sudah dua anggota DPR Fraksi PDIP juga melemparkan kritik terhadap kinerja dari Presiden Jokowi dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Kedua politisi PDIP itu anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon dan anggota Komisi VI DPR Masinton Pasaribu. Keduanya sangat menyayangkan langkah Presiden Jokowi yang tidak menerapkan lockdown sejak awal pandemi Covid-19.

Beragam kritikan dari Puan, Efendi dan Masinton, mendapat perhatian dari Refly Harun, oposisi KAMI. Menurut Refly, tindakan yang dilakukan dari kedua anggota fraksi PDIP tersebut sebagai langkah agar Presiden Jokowi tidak dikendalikan oleh pihak lain.

"PDIP tetap harus memelihara orang-orang yang bisa menyentil Jokowi, agar Jokowi tidak dikendalikan oleh pihak-pihak lain atau dekat dengan pihak lain sehingga menjaga jarak dengan PDIP," ungkap Refly Harun, dari Youtube Refly Harun, Minggu (8/8/2021).

Menurut Refly langkah dari PDIP tersebut merupakan cara agar partai tersebut tidak terkena salah dari sistem pemerintahan dalam menangani pandemi Covid-19 ini.

Dari video yang diunggah tersebut Refly juga mengungkapkan bahwa PDIP sekarang justru tidak mem-backup secara mati-matian kepada Jokowi, yang mem-backup jokowi justru para relawan.

Berdasarkan data dari worldometers.info, total kasus Covid-19 saat ini mencapai 203.002.516 kasus.

Update data virus corona (Covid-19) di seluruh dunia per Minggu, (8/8/2021) pukul 15.00 WIB, tercatat ada tambahan sebanyak 68.484 kasus dari laporan sebelumnya, Sabtu (7/8/2021). Sedangkan angka kematian bertambah 1.168 jiwa, sehingga totalnya menjadi 4.299.937 jiwa.

Amerika Serikat masih menempati peringkat teratas negara dengan kasus Covid-19 aktif tertinggi, yaitu 6.034.158 kasus. Sedangkan Indonesia masih menempati posisi ketujuh dengan 497.824 kasus.

Dengan kasus baru ini total Kasus covid-19 di Indonesia menjadi 3.639.616. Sedang yang

Meninggal meningkat 105.598 orang. Lalu Sembuh mencapai 3.036.194 orang.

Untuk diketahui, kasus aktif di Tanah Air mengalami penurunan, pada Jumat (6/8/2021) Indonesia menempati posisi keenam.

Baca Juga: Menkes Tertawa, Jokowi Pilih Ketua Indonesia, Bukan Ketum Golkar

 

Jokowi Berpotensi Diberhentikan

Sementara Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun, mengatakan, Jokowi dalam mengambil kebijakan mengabaikan perintah UU 6/2018 Pasal 53 dan Pasal 55.

Ubedilah menilai Jokowi berpotensi diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden. Sehingga, menurutnya, PDIP menjaga jarak dengan Jokowi.

“Tentu saja Jokowi berpotensi diberhentikan dari kedudukannya sebagai Presiden di tengah jalan. PDIP nampak semacam jaga-jaga untuk mengantisipasi kemungkinan itu terjadi,” tutur Ubedilah.

Menurut Ubedilah citra Jokowi yang semakin buruk saat ini secara politik akan merugikan PDIP di Pilpres 2024 mendatang. “Karenanya PDIP nampaknya ingin memberi garis pembatas yang jelas dengan Jokowi. Dengan cara itu PDIP ingin memulihkan citranya yang kini juga makin buruk,” jelasnya.

Bahkan, menurut Ubedilah, secara umum rezim Jokowi saat ini mewarisi msalah yang sangat membahayakan untuk masa depan negara.

Maka dari itu, Ubedilah menyarankan agar PDIP segera meninggalkan Jokowi dan fokus mengambil peran untuk menyelamatkan negara.

“Jika itu tidak dilakukan PDIP maka memungkinkan peran itu diambil oleh kekuatan kekuatan oposisi dan PDIP akan mengalami nasib tragis pada kontestasi politik berikutnya ditinggalkan rakyat,” ujarnya.

Pengamat politik, Ubedilah Badrun menyarankan agar PDIP meninggalkan Presiden Jokowi. Alasannya, citra rezim saat ini semakin buruk di mata masyarakat terkait penanganan pandemi Covid-19.

Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini awalnya menanggapi sikap PDIP yang saat ini terlihat sedang mencoba jaga jarak dari Jokowi. “Jika jaga jarak ini menguntungkan PDIP maka hal yang mungkin PDIP akan meninggalkan Jokowi,” ujar Ubedilah, Jumat (6/8/2021).

Baca Juga: Prabowo, Cek Istana Presiden di IKN yang Akan Dihuni Jokowi, Juli 2024

Namun, kata Ubedilah, jika Jokowi merubah sikapnya dan memenuhi keinginan PDIP dengan mereshuffle Luhut Binsar Pandjaitan maka mungkin partai berlambang kepala banteng itu akan kembali berpikir untuk tidak meninggalkan Jokowi sepenuhnya.

 

Masih Sangat Rentan

Sementara Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra, mengingatkan pemerintah bahwa pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 tidak boleh dilakukan secara signifikan setelah berakhir pada Senin (9/8).

Menurutnya, kasus penularan Covid-19 yang melandai saat ini masih sangat rentan, sebab diikuti dengan positivity rate serta kematian yang tinggi. “Pelonggaran tidak bisa secara terbuka dan signifikan,” ujar Hermawan, melansir CNNIndonesia.com, Minggu (8/8).

Dia melanjutkan, pelonggaran juga tidak bisa dilakukan secara signifikan karena angka tes (testing) dan (tracing) pelacakan masih sangat lemah. Katanya, pemerintah sampai saat ini belum mampu memenuhi target minimal 500 ribu spesimen per hari.

Menurut Hermawan salah satu sektor yang belum bisa dilonggarkan saat ini ialah tempat pariwisata. Sedangkan sektor pekerjaan boleh dibuka secara terbatas demi memberikan efek ekonomi yang mempunyai daya tahan.

“Kemudian titik kuliner dan wisata yang sifatnya tertutup perlu juga dipantau. Mal misalnya, tidak semua layanan esensial, tapi ada beberapa yang sifatnya esensial, nah itu mungkin dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat,” katanya.

Hermawan menambahkan, transportasi udara harus diatur secara terbatas alias tidak bisa terbuka umum. Menurutnya, kebijakan itu harus dilakukan demi mengantisipasi perpindahan kasus dari luar Jakarta ke Jakarta.

“[Penerbangan] tidak bisa terbuka langsung untuk umum karena yang berbahaya, saat ini bukan dari DKI ke daerah tapi daerah ke DKI,” tuturnya. n jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU