Curhat di Medsos, Stella Malah jadi Terdakwa UU ITE

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 22 Apr 2021 21:36 WIB

Curhat di Medsos, Stella Malah jadi Terdakwa UU ITE

i

Stella Monica saat menjalani sidang perdananya sebagai terdakwa di PN Surabaya Kamis (22/4/2021) karena curhat di media sosial. SP/Budi Mulyono

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Saat ini, hati-hati bila sedang curhat di media sosial mengomentari pihak lain, bila tak ingin nasibnya seperti perempuan muda satu ini. Yah, Stella Monica Hendrawan, arek Surabaya, terpaksa menjalani persidangan karena dituding mencemarkan nama baik salah satu klinik kecantikan. Stella dilaporkan pihak klinik kecantikan ke polisi setelah mengunggah curhatan pribadinya saat menjalani perawatan di klinik tersebut. Stella merasa wajahnya makin memburuk usai menuruti dokter klinik kecantikan itu. Namun, pihak klinik kecantikan itu pun menilai curhatan Stella bisa merusak citra klinik, dan langsung melaporkan atas dasar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Baca Juga: Tempati Rumah Tanpa Ijin, Diadili

Wanita asal Surabaya itu dilaporkan ke pihak kepolisian oleh sebuah klinik kecantikan tempat ia melakukan perawatan wajah pada 2019. Setelah ditetapkan tersangka oleh polisi, kini Stella menjalani sidang dan didakwa melanggar pasal pencemaran nama baik.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Farida Hariani saat membacakan dakwaan di ruang sidang Kartika I Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (22/4/2021).

"Terdakwa juga telah mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diakses dokumen elektronik dengan cara mengunggah screenshot percakapan direct message dengan saksi T, M dan A yang mengarah kepada kegagalan Klinik L'VIORS dalam menangani pasiennya," tambah Farida.

Sementara Majelis Hakim, Imam Supriyadi kemudian memberi kesempatan terdakwa menanggapi dakwaan itu. Kuasa Hukum Stella yang terdiri dari pengacara LBH Surabaya menyatakan bakal mengajukan eksepsi. "Kami ajukan eksepsi," sahut kuasa hukum Stella.

Sidang akhirnya ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (28/4/2021) dengan agenda penyampaian eksepsi dari pihak Stella.

Usai sidang, Kuasa Hukum Stella, Muhammad Dimas Prasetyo mengatakan, pengajuan eksepsi itu untuk pembelaan kliennya atas dakwaan JPU. "Kami belum bisa menyampaikan terkait tanggapan kami nanti," katanya.

Di lokasi yang sama, Juru Bicara Koalisi Pembela Konsumen, Anindya Shabrina menyayangkan kejadian yang menimpa perempuan yang juga didampinginya dalam kasus tersebut.

Menurutnya, Stella korban pasal karet UU ITE. Sebagai konsumen seharusnya dilindungi UU 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Yang seharusnya bisa diselesaikan dengan sengketa konsumen, justru dikriminalkan. Harapannya Stella diputus bebas," ungkap Anindya.

 

Berawal dari Unggahan Medsos

Kasus Stella pun menjadi perhatian banyak pihak. Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto, sempat mengungkapkan kasus yang menimpa Stella itu melalui cuitannya di Twitter. Damar membuat thread soal asal mula Stella bisa berurusan dengan hukum.

 

Lewat cuitannya, Damar mengawalinya dengan menulis bahwa Stella merupakan sosok wanita muda yang bercita-cita memiliki usaha pastry & bakery yang sukses. "Sebentar lagi usianya akan menjadi 26 tahun. Namun, tampaknya, ultah Stella akan dirayakan di Pengadilan Negeri Surabaya #DampakBurukUUITE #KonsumenDilarangMengeluh #SemuaBisaKena," kicau akun @DamarJuniarto.

 

Stella, lanjut Damar, mulai menjalani sidang perdana di PN Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (14/4/2021) kemarin. Perempuan itu dilaporkan ke polisi dengan jeratan pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

 

"Siapa yang melaporkannya? Sebuah klinik kecantikan di Surabaya bernama L'VIORS Beauty Clinic," ujar Damar.

 

Ia lalu menceritakan bahwa, suatu ketika, Stella ingin merawat kulit wajahnya. Stella lalu memilih mengunjungi klinik kecantikan tersebut.

 

"Stella mau glowing. Stella (pernah) jadi konsumen klinik L'VIORS dari Maret-September 2019 dan pakai obat klinik s/d Oktober. Terus kok klinik itu melaporkan konsumennya sendiri? Karena pada 27 Des 2019 Stella mengeluhkan pengalamannya dirawat di klinik itu lewat Instagram Story," kata Damar dalam cuitannya.

 

Saat Stella membagikan keluhan atas perawatan kulit melalui unggahan di media sosial, teman-temannya turut memberi respon. Mereka mengaku memiliki pengalaman serupa seperti Stella. Maka, ramailah perbincangan soal pelayanan klinik kecantikan itu. "Ini yang dianggap mencemarkan nama klinik," ujar Damar.

 

Baca Juga: Diduga Lakukan Kejahatan Perbankan, Winarti BSM Bank BTPN Diadili di PN Surabaya

Dilindungi UU Konsumen

Menurut Damar, kasus Stella seharusnya tak terjadi di tengah upaya revisi Undang-undang ITE oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengungkapkan keinginannya untuk merevisi UU ITE pada Februari lalu.

 

"Apalagi ini yang melaporkan kasus pencemaran nama ini bukan individu, melainkan klinik kecantikan. Ini kan menyalahi hukum," ujar Damar.

 

Selain itu, Damar mengingatkan kalau posisi Stella, dalam konteks ini, adalah sebagai konsumen. Dengan demikian, perkara Stella lebih tepat dibawa ke ranah perlindungan konsumen, bukannya ITE. Lewat cuitannya, ia mengajak siapa pun yang peduli dengan kasus konsumen yang dijadikan terdakwa, seperti Stella, untuk bersolidaritas.

 

Diduga Ada yang Tak Suka dengan Stella

Sementara, Koalisi Masyarakat Pembela Konsumen (Kompak) masih terbuka bagi mereka yang ingin membantu Stella. Silakan kontak @pakuite atau @LBH_Surabaya #DampakBurukITE #SemuaBisaKena," cuit Damar dengan tandas.

 

Juru Bicara Kompak, Anindya Shabrina Prasetyo, bercerita tentang konten yang diunggah Stella di fitur Instagram Story. Stella, kata dia, tidak melakukan review atas layanan L'VIORS Beauty Clinic sebagaimana yang dianggap saat ini.

 

"Jadi, dia curhat ke seorang dokter kulit. Sebelum memulai perawatan ke L'VIORS, biasanya dia ke dokter kulit yang dicurhatinya ini. Stella cuma bertanya, kenapa mukanya jadi begitu sekarang. Kemudian, karena merasa terharu, dokternya masih care mendengar keluhan kulitnya, dia unggah tangkapan layar itu di story," kata Anindya.

Baca Juga: PN Surabaya Eksekusi Gudang Jalan Kenjeran

 

Dalam unggahan tersebut, menurutnya, Stella sama sekali tidak menyebutkan nama kliniknya. Justru orang lain atau temannya Stella yang menyebut nama klinik. Penyebutan itu dilakukan ketika teman-teman Stella merespons unggahannya.

 

"Temannya kebetulan juga mengalami hal yang sama. Muka iritasi kemudian terjadi peradangan. Story itu juga dibatasi, close friend buat 200 orang. Kok bisa, tiba-tiba kliniknya melakukan somasi? Berarti ada orang yang enggak suka sama Stella, terus laporin ke klinik," ujarnya.

 

Ia menambahkan, Stella beserta keluarganya sudah berkali-kali menyampaikan keinginan untuk menempuh jalur damai dalam masalah ini. "Mulai dari mengunjungi klinik, minta maaf, bahkan Stella juga sudah sampai membuat video permintaan maaf di akun lama Instagramnya yang disita polisi," ucap Anindya.

 

Akan tetapi, pelapor malah meminta unggahan permintaan maaf di media sosial itu diturunkan atau take down. Hingga akhirnya pihak pelapor meminta Stella untuk menerbitkan permintaan maaf selama tiga hari berturut-turut, sepanjang setengah halaman, salah satu media lokal yang harganya bisa mencapai Rp 754 juta.

 

Sementara itu, kuasa hukum Stella dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Habibus Sholihin mengatakan sudah bersurat kepada Yayasan Lembaga Bantuan Konsumen Indonesia (YLKI) dan pihak-pihak terkait. "Kami juga melibatkan laporan kepada Komnas HAM terkait keluh kesah konsumen kami. Unggahan dia di medsos bukan untuk menyerang klinik, tapi keluh kesah mengenai apa yang dialaminya. Jadi, bukan mengada-ada. Kami juga bersurat dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Surabaya, menyelidiki dokternya yang menangani perawatan Stella itu, (menyelidiki) bagaimana sertifikasinya, lalu beberapa institusi juga kami meminta klarifikasi," tuturnya.

 

Habibus mengharapkan, Pasal 27 UU ITE segera direvisi karena praktiknya benar-benar merugikan masyarakat. "Ini memang pasal karet. Perlu kami sampaikan, pasal inilah yang, ibarat kata, apapun kasusnya bisa menggunakan pasal ini untuk menjerat orang. Klien kami, konsumen yang menyampaikan apirasinya, kok, malah dijerat UU ITE," katanya. bd/sem/cr2/rmc

 

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU