Home / Ekonomi dan Bisnis : Skandal KSP Indosurya Dibeber di DPR-RI

Dari Rp 106 T Baru Rp 15 T, Dikembalikan ke Nasabah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 14 Feb 2023 20:59 WIB

Dari Rp 106 T Baru Rp 15 T, Dikembalikan ke Nasabah

i

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki saat rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (14/2/2023), memaparkan terkait skandal KSP Indosurya.

Menkop UMKM Nyatakan PKPU dengan Pailit Jadi alat Pengurus Koperasi untuk Rampok Uang Anggota Koperasi

 

Baca Juga: PPATK Diminta Mahfud MD Ungkap Transaksi Janggal Dana Pemilu 2024 Triliunan

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Skandal Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, dibeber oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop & UKM) Teten Masduki di DPR-RI. Ternyata dari 23 ribu orang yang dananya dikelola Henry Surya sebesar Rp 106 triliun, baru dibayar 15% atau Rp 15 triliun ke korban. Sampai bos Indosurya dilepas Pengadilan Jakarta Barat dan satu kabur ke luar negeri, 85% belum terungkap kemana larinya.

Menurut  Menkop UMKM Teten Masduki, saat ini besaran ganti rugi yang dilakukan koperasi bermasalah tersebut baru 15%. "Indosurya yang ramai kemarin dibebaskan oleh Pengadilan Jakarta Barat itu baru 15,56%," ujar Teten dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (14/2/2023).

Teten menyebutkan cara mengganti rugi kepada korban Indosurya hanya dengan satu cara, yakni menggunakan hasil kerja sama aset dan penjualan aset dari koperasi tersebut. Namun dalam praktiknya, Teten mengakui banyak kendala yang dialami.

 

PPATK Endus 10 Negara

Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Dhanang Tri Hantono mengatakan aliran dana 'gelap' Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, banyak mengalir ke sejumlah negara termasuk aset pribadi milik Henry Surya. Diperkirakan ada 10 negara yang menjadi tujuan aliran dana tersebut.

"Banyak sekali negaranya, di Eropa di Asia di mana-mana. Asetnya juga bermacam-macam. Eropa juga bukan satu negara," kata Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Dhanang Tri Hantono kepada CNBC Indonesia.

Untuk memudahkan pelacakan di luar negeri, PPATK menyatakan tengah bekerja sama dengan tim Dittipideksus Bareskrim Polri.

 

Investigasi Dittipideksus Bareskrim Polri

Kasubdit III TTPU Dittipideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Robertus Y. De Deo, mengungkapkan, dana Rp 106 triliun yang dikelola Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya dialirkan ke 23 entitas perusahaan yang berafiliasi dengan Indosurya maupun tersangka Henry Surya. Ia mengungkap bahwa hasil konstruksi Bareskrim menunjukkan putaran dana ini seolah-olah menjadi hasil usaha ke-23 perusahaan itu.

"Dari kerugian yang muncul dalam perputaran uang ini, kita bisa melihat adanya aliran dana dan modus bagaimana uang nasabah ini diputar. Kemudian dimasukan ke perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Indosurya mau pun Henry Surya. Yang kemudian tanpa seizin nasabah, tanpa sepengetahuan nasabah, dana itu dipakai untuk pembelian aset-aset," ungkapnya dalam Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa, (14/02/2023).

 

Gunakan Modus PKPU

Teten menyebutkan cara mengganti rugi kepada korban Indosurya hanya dengan satu cara, yakni menggunakan hasil kerja sama aset dan penjualan aset dari koperasi tersebut. Namun dalam praktiknya, Teten mengakui banyak kendala yang dialami.

"Kendalanya itu pertama asetnya itu bukan dalam kepemilikan koperasi. Kedua, juga ada laporan pidana yang sedang berjalan sehingga Kepolisian menyita asetnya dan membekukan sehingga tak bisa dilakukan penjualan. Lalu ada proses suap aset dengan simpanan yang dilakukan oleh anggota koperasi orang per orang. Lalu ada praktik pelunasan dengan menggunakan cara-cara lain," jelasnya.

Selain itu, sulitnya realisasi ganti rugi korban Indosurya disebabkan lemahnya putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Teten menyatakan dalam putusan PKPU tidak ada sanksi apabila koperasi tidak melaksanakan ganti rugi sesuai dengan perjanjian sebelumnya.

"Nah di UU PKPU nomor 37 tahun 2024 tidak mengatur pengenaan sanksi dalam hal kewajiban pembayaran tidak dilaksanakan sesuai dengan perjanjian perdamaian. Jadi tidak ada ini lemah sekali. Bahkan kemarin PKPU dan kepailitan juga kita sampaikan ke Mahkamah Agung bahwa ini bisa dipakai untuk merampok dana anggota koperasi," lanjutnya.

 

Pengajuan Kepaitan Koperasi

Oleh sebab itu, saat ini untuk pengajuan kepailitan tidak lagi diperbolehkan hanya melalui rekomendasi anggota koperasi. Teten menyebutkan pengajuan kepailitan koperasi harus melalui Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UMKM). "Seperti perbankan lah. Bank kan kalau mau dipailitkan harus ke Menkeu," tutupnya.

Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengungkapkan modus-modus jahat koperasi yang merugikan masyarakat. Katanya, saat ini ada 8 koperasi yang bermasalah di Indonesia.

Teten menyebutkan 8 koperasi tersebut telah mengalami gagal bayar sejak pandemi dan saat ini menempuh proses Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang alias PKPU. Ada yang prosesnya dilakukan sampai 2024, ada pula yang hingga 2026.

Baca Juga: Vonis 14 Tahun ke Rafael Alun Konform dengan Tuntutan Jaksa

 

Modus Penggelapan Aset Koperasi

Namun, saat ini realisasi proses PKPU koperasi-koperasi tersebut masih rendah. Dia menyebutkan ada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama (SB) dan ada juga KSP Indosurya yang realisasi proses PKPU-nya sangat rendah.

"Realisasi putusan PKPU itu masih rendah. Misalnya, KSP SB yang di Bogor itu baru 3% realisasinya. Lalu Indosurya hanya 15,58%, ini masih sangat rendah," ungkap Teten ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, awal Februari.

Untuk mempercepat prosesnya, Teten mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Menko Polhukam Mahfud MD.

 

Modus Penggelapan Aset

Dia mengungkapkan realisasi rendah ini menurutnya juga terjadi karena modus-modus jahat dari para pengurus koperasi. Dia mengungkapkan modus jahat ini merugikan masyarakat dan juga para anggota koperasi.

 

Aset Koperasinya Dimiliki Pengurus

Modus yang pertama adalah adanya penggelapan aset. Seharusnya, aset koperasi tidak digunakan untuk keperluan di luar anggotanya namun justru yang terjadi aset koperasi malah dipergunakan langsung oleh pengurus.

"Saya juga laporkan bahwa realisasi ini rendah karena memang ada penggelapan aset. Aset koperasinya tidak dimiliki oleh koperasi tapi dimiliki oleh pengurus. Lalu, juga diinvestasikan di perusahaan-perusahaan milik pendiri dan pengurus," papar Teten.

Baca Juga: Terdakwa Gratifikasi Rp 18,9 M Ungkap Kasusnya Dipicu Anaknya

Teten menyinggung praktik penggelapan aset koperasi ini macam praktik jahat perbankan di tahun 1998. Maksudnya, dana yang dikumpulkan dari masyarakat diinvestasikan untuk keperluan pengurus lembaga keuangan itu sendiri. Dalam hal ini, investasi aset koperasi dilakukan demi kepentingan para pengurus dan pendiri KSP.

"Jadi ini persis seperti praktek perbankan tahun 98 di mana dana dari masyarakat diinvestasikan di grupnya sendiri tanpa ada batas minimum pemberian kredit," ujar Teten.

 

PKPU untuk Merampok Uang

Teten juga mengungkapkan proses PKPU seringkali dijadikan cara untuk 'merampok' uang nasabah. Asalkan ada koperasi yang gagal bayar, PKPU selalu jadi solusi yang diambil.

Padahal, pengurus bisa saja mengakali PKPU. Misalnya, menjanjikan skema pengembalian gagal bayar baru, namun manajemennya tidak ditunjuk yang baru. Usai PKPU dianggap selesai, pengembalian uang kepada anggota koperasi pun kembali kacau balau.

"Koperasi-koperasi bermasalah soal pengembalian uang kepada anggota itu terkendala dengan putusan PKPU. Putusan PKPU-nya kalau menurut saya itu tidak menunjuk manajemen baru. Itu kesalahan pertama, jadi sudah gagal bayar tapi putusan PKPU-nya pembayaran cicilan utang bukan menunjuk pengurus baru atau malah pemerintah," ungkap Teten.

 

Beda dengan Sektor Perbankan

Menurutnya, hal berbeda terjadi pada sektor perbankan. Hanya Menteri Keuangan saja yang boleh membawa masalah perbankan ke ranah PKPU. Di sektor koperasi siapapun bisa membawa pengurus untuk proses PKPU, bahkan dua orang saja sudah bisa.

"Kalau di bank kan jelas, PKPU kalo di bank kan sudah sama Menteri Keuangan. Kalau ini koperasi kan 2 orang anggota bisa mengajukan PKPU, merugikan ribuan ratusan ribu anggota. PKPU dengan pailit itu jadi alat untuk merampok uang anggota koperasi," kata Teten.

Dia bilang pihaknya sudah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung soal masalah ini. Mahkamah Agung pun sudah mengeluarkan edaran agar PKPU di sektor koperasi hanya boleh dilakukan oleh Menteri Koperasi dan UMKM. n cnbc/erc/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU