Home / Ekonomi dan Bisnis : Dampak Kenaikan Harga BBM Subsidi

Daya Beli Rendah, Pedagang Rugi, Nelayan Kelimpungan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 11 Sep 2022 21:07 WIB

Daya Beli Rendah, Pedagang Rugi, Nelayan Kelimpungan

i

Pasar Kapas Krampung Surabaya, Minggu (11/9/2022) pagi kemarin, terlihat tak begitu ramai. Imbas kenaikan BBM, daya beli menurun. SP/aksaradia

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi cukup berdampak pada semua sektor. Terutama pada kebutuhan barang pokok dari hulu hingga hilir. Mulai dari nelayan, petani hingga pedagang sayur mayur dan pedagang daging dan ikan. Karena beberapa hasil tani dan nelayan itu, dalam distribusinya, sebagian besar menggunakan BBM subsidi untuk bisa sampai ke beberapa pasar tradisional. Harga jual pun dinaikkan. Imbasnya, keuntungannya pun jadi menurun. Hal ini yang dirasakan para pedagang di pasar Kapas Krampung Surabaya dan para nelayan di Lamongan. Berikut laporan yang berhasil dihimpun tim Surabaya Pagi dari Surabaya dan Lamongan, yakni Aksaradia SangTirani dan Muhajirrin.

 

Baca Juga: Imigrasi I Surabaya Berhasil Terbitkan Hampir 10 Ribu Paspor

 

Suasana di Pasar Kapas Krampung, Minggu (11/9/2022) pagi kemarin, tak begitu ramai dari biasanya. Tetapi masih banyak warga kota Surabaya yang mencari kebutuhan sembakonya.

Namun, selama Surabaya Pagi memperhatikan beberapa lapak yang berjualan di stan-stan Pasar Kapas Krampung, perbincangan kenaikan BBM pun masih menjadi trending topic disana. Baik dari pedagang yang sedang kongkow-kongkow dengan pembelinya. Ada juga yang sesama pedagang. Sampai-sampai, para pedagang pun masih saling tumpang tindih ketika berjualan. Hanya karena kenaikan BBM, bingung dengan "Harga berapa dijual?!".

"Dulu harga sosis itu masih Rp 25.000 sekarang jadi Rp 26.000, tapi yang naik seribu itu cuma sosis, yang lain ada yang naik 3 ribu sampai 4 ribu tergantung beli dimana," ucap Rezon, penjual frozen food di bagian lapak depan Pasar Kapas Krampung, kepada Surabaya Pagi, Minggu (11/9/2022).

Tidak hanya itu salah satu penjual sayur-sayuran, Khodijah, juga mengeluh karena naiknya harga karena BBM naik. Imbasnya, pembeli makin hari makin berkurang.

"Dulu (Sebelum BBM naik), harga (sayuran) belum naik. Masih ramai, mbak. Sekarang, wis naik, jadi sepi. Tapi ya mau gimana lagi, lha wong wis dinaikkan. Imbase harga ikut naik tho. Itu kayak cabe, sekarang bisa naiknya Rp 10.000 dari biasanya. Kalau sayur lainnya naiknya rata-rata Rp 3 ribuan keatas," keluh Khodijah,

Malah, lanjut Khodijah, dengan harga-harga sembako naik, alhasil banyak pembeli yang sering melakukan sistem tawar-menawar setiap belanja di Pasar Kapas Kramping. "Saiki pembeli pinter-pinter. Sering nawar mbak. Lha lek nawar, gak nyucuk sama kulakannya," lanjut Khadijah.

Sama halnya juga diucapkan Fais, pedagang sayur dan kacang-kacangannya yang berada di lapak tengah Pasar Kapas Krampung.   "Saya dulu jualnya Rp 12.000 sekarang jadi Rp 15.000, tidak bisa ditawar lagi, kalau ditawar ya saya rugi," ucap Vais.

Sampai-sampai, pembeli yang mencoba menawar di lapak Vais, sempat mencoba menawar harga sayuran, tidak berhasil. "Waduh mas, wis gak bisa ditawar maneh. Rugi iki. BBM yo wis mundak. Gak isok mas," celetuk Vais ke pembeli.

 

Daya Beli Masyarakat Turun

Dampak Kenaikan harga BBM subsidi juga dirasakan di sektor hulu., Salah satunya oleh nelayan Pantura Lamongan Jawa Timur. Bagaimana tidak, meski harga BBM naik, namun harga ikan rajungan malah anjlok, karena daya beli masyarakat menurun.

Baca Juga: Mentan Bolak Balik ke Lamongan Ingin Pastikan Programnya Terealisasi

Ketua Himpunan Nelayan Tradisional Indonesia (HNTI) Lamongan Muchlisin saat dihubungi Minggu (11/9/2022) membenarkan kalau harga rajungan masih belum terkerek, dan harganya masih anjlok dikisaran Rp 35-40 ribu perkilo gramnya. "Meski harga BBM Naik, tapi harga rajungan masih belum terkerek dan harganya masih dikisaran 35-40 ribu perkilo gramnya, jauh dari normalnya Rp 110-125 ribu," ujarnya.

Harga Rp 35-40 ribu itu kata Muchlisin sedikit naik dari bulan Juni 2022 lalu. Dimana di bulan Juni harga ikan rajungan masih dikisaran Rp 25 ribu per kilogram nya. "Kenaikan yang hanya 5-10 ribu itu tidak bisa mengurangi biaya operasional nelayan, dan biaya operasional selama ini tidak sebanding dengan yang didapat oleh nelayan rajungan, artinya nelayan masih tekor," ungkapnya.

 

Tutup Sementara Waktu

Masih belum terkereknya harga rajungan kata Muchlisin penyebabnya adalah,  banyak pengusaha atau mini plan lokal yang biasanya membeli rajungan hasil tangkapan nelayan, tutup untuk sementara waktu. Penutupan ini imbas dari dihentikannya pembelian rajungan oleh pabrik yang tidak bisa ekspor, padahal hasil tangkapannya bagus.

"Para pengusaha sekarang ini menghentikan pembelian rajungan dari nelayan karena pabrik tidak bisa ekspor. Kondisi rumit ini belum bisa diprediksi kapan akan segera berakhir," ujar Muchlisin.

Muchlisin mengaku pihaknya juga sudah mengontak beberapa pengusaha rajungan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Rajungan Indonesia (APRI). Dari mereka, diperoleh informasi jika kondisi semacam ini belum bisa diprediksi kapan akan normal kembali.

Baca Juga: Kurang Konsentrasi, Truk Tabrak Tronton

"Intinya belum bisa memprediksi kapan kondisi ini bisa normal kembali, sementara nelayan sangat terdampak dan tidak bisa menjual tangkapannya sehingga berakibat nelayan susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," papar Muchlisin.

 

Biaya Operasional tak Sebanding

Terpisah Mustain, Ketua Forum Komunikasi Nelayan Rajungan Nusantara (Forkom Nelangsa) menyebutkan  kondisi nelayan rajungan yang harus dihadapkan pada persoalan rendahnya harga rajungan secara nasional. Nelayan rajungan kalang kabut, lantaran biaya operasional tak sebanding dengan keuntungan yang didapat.

"Apalagi kenaikan BBM secara nyata juga memicu terjadinya lonjakan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga hal ini jelas berimplikasi pada meningkatnya biaya operasional harian nelayan serta melemahkan ketahanan pangan nelayan secara keseluruhan," terangnya.

Oleh sebab itu, Mustain berharap, pemerintah harus hadir dan lebih serius dalam memikirkan nasib nelayan rajungan, agar harga komoditas ekspor yang sudah berkontribusi terhadap pendapatan devisa negara kembali normal.

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU