Di Luar Utang Resmi, Ditemukan "Utang Tersembunyi" ke China Rp 266 Triliun

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Okt 2021 20:41 WIB

Di Luar Utang Resmi, Ditemukan "Utang Tersembunyi" ke China Rp 266 Triliun

i

Bhima Yudhistira.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Laporan lembaga riset Amerika Serikat (AS) AidData ihwal hidden debt atau utang tersembunyi BUMN dan swasta Indonesia menunjukkan peningkatan. Utang yang tercatat mencapai 17,28 miliar dolar AS atau setara Rp266 triliun itu, paling banyak dari proyek investasi kerja sama dengan China.

Kementerian Keuangan mencatat utang sebesar Rp266 triliun berasal dari skema business to business (B to B) BUMN, special purpose vehicle (SPV), perusahaan patungan, hingga swasta.

Baca Juga: 4 Menteri Jokowi akan Dikonfirmasi MK Jumat

Artinya, pinjaman tersebut menjadi tanggung jawab pihak terkait dan bukan pemerintah. Meski begitu, Kemenkeu tidak menapikan jika pinjaman itu berpotensi wanprestasi dan beresiko kepada keuangan pemerintah.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai hidden debt merupakan utang yang tidak transparan atau dilaporkan sebagai utang pemerintah. Pasalnya, utang itu melalui skema rumit seperti pembentukan joint venture hingga special purpose vehicle atau perusahaan cangkang yang melibatkan entitas perusahaan negara. Bahkan, pengawasan hidden debt BUMN atau perusahaan swasta tergolong rumit.

"Jadi seolah itu B to B BUMN buat konsorsium misalnya, padahal yang menjamin proyek dan pendanaan adalah pemerintah. Kalau hidden debt lebih susah lagi mengawasi BUMN, apalagi proyek yang didanai China rentan terjadi praktik korupsi," ujar Bhima, di Jakarta, Sabtu (16/10/2021).

Di lain sisi, Bank Indonesia (BI) mencatat adanya kenaikan utang luar negeri BUMN di sektor non keuangan, terutama di bidang konstruksi. Per Agustus 2021, utang luar negeri BUMN non-keuangan meningkat 3,42 atau mencapai 48,17 miliar dolar AS. Sementara, kenaikan utang luar negeri pada Juli 2021 tumbuh 2,34 persen secara tahunan.

 

BUMN Gencar Berutang

"Ini sudah janggal karena di satu sisi justru pertumbuhan utang luar negeri swasta melemah. Kok, swasta-nya rem utang, justru BUMN yang gencar berhutang padahal situasi dunia bisnis pada Agustus kan masih mengalami lonjakan Covid-19," kata dia.

Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir kuartal II-2021 atau hingga akhir Juni 2021 mencapai US$ 415,1 miliar.

Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.300, maka ULN Indonesia adalah sekitar Rp 5.977 triliun. Utang luar negeri ini terdiri dari utang pemerintah, BUMN, dan sektor swasta.

Negara mungil tetangga Indonesia, yaitu Singapura, masih menjadi negara pemberi utang terbesar. Jumlah utang luar negeri Indonesia yang diperoleh dari Singapura mencapai US$ 64,83 miliar per Juni 2021, atau lebih dari Rp 933 triliun.

Pada data tersebut ada yang menarik, yaitu angka utang luar negeri Indonesia ke China yang jumlahnya naik tinggi sekitar 474% dalam 10 tahun terakhir.

Pada 2011, angka utang luar negeri Indonesia ke China tercatat US$ 3,701 miliar atau sekitar Rp 53,29 triliun. Angka ini melonjak tinggi di Juni 2021 menjadi US$ 21,246 miliar, atau sekitar Rp 305,9 triliun.

Tidak dijelaskan dalam data tersebut, apakah utang tersebut merupakan utang pemerintah, BUMN, atau utang swasta. Namun yang pasti, utang pemerintah dan bank sentral Indonesia ke China tercatat hanya US$ 1,73 miliar hingga Juni 2021. Naik dari posisi di 2011 yang sebesar US$ 787 juta.

Baca Juga: Petrokimia Gresik Bersama Satgas Bencana Nasional BUMN Jatim Kirim 41 Relawan ke Pulau Bawean

Berikut lima besar pemberi utang luar negeri terbesar Indonesia setelah Singapura di nomor satu:

- Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 30,56 miliar atau sekitar Rp 469 triliun

- Jepang US$ 27,181 miliar atau sekitar Rp 391 triliun

- China US$ 21,246 miliar atau sekitar Rp 305 triliun

- International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) US$ 18,034 miliar atau sekitar Rp 259 triliun

- Hong Kong US$ 15,051 miliar atau sekitar Rp 216 triliun

"ULN di akhir triwulan II-2021 turun 0,1% (qtq) dibandingkan dengan posisi ULN triwulan I-2021 sebesar US$ 415,3 miliar. Secara tahunan, pertumbuhan ULN triwulan II-2021 juga melambat, dari 7,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,9% (yoy). Perkembangan tersebut didorong oleh perlambatan pertumbuhan ULN Pemerintah dan kontraksi ULN swasta," sebut keterangan tertulis BI soal posisi utang luar negeri.

Baca Juga: Presiden tak Beri Arahan Kepada 4 Menteri dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

 

Dikhawatirkan Gagal Bayar

Dengan adanya kenaikan utang BUMN di sektor non keuangan, muncul kekhawatiran jika terjadi gagal bayar, maka akan bernasib seperti raksaasa properti asal China, Evergrande.

Menurut Bhima, risiko gagal bayar mungkin tidak separah Evergrande di China, namun perlu diwaspadai adalah bailout negara melalui penyertaan modal negara (PMN).

Artinya, ketika proyek mengalami gagal bayar (default) atau pembengkakan biaya yang luar biasa, maka pemerintah ikut bertanggung jawab. Alasannya, karena proyeknya dijamin Negara. Dia mencontohkan seperti proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang mengalami pembengkakan hingga di angka 8,6 miliar dolar AS.

"Apapun yang terjadi Negara perlu turun tangan. Ujungnya APBN yang harus melakukan talangan kepada BUMN yang bermasalah. Padahal awalnya B2B dimana seolah negara tidak ikut campur," tutur Bhima.

Saat ini, krisis Evergrande dikhawatirkan berpotensi memperlambat ekonomi China sebagai negara terbesar kedua dunia. Belum lagi, dirundung soal virus corona yang terus bermutasi, inflasi yang mungkin sulit dikendalikan dan Federal Reserve yang membendung pembelian obligasi. n er, jk,05

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU